Di tengah laju perkembangan industri peternakan di Indonesia, Agus Sukirman, seorang peternak berpengalaman sejak tahun 2004, telah menghadapi perubahan signifikan dalam industri peternakan sapi di Indonesia. Dia memulai perkebunan dengan tujuan utama untuk menghasilkan sapi berkualitas tinggi yang dapat bersaing dengan standar internasional. Dengan fokus pada pembibitan sapi jenis unggul seperti Limosin, Agus berhasil menciptakan kebun sapi modern di wilayahnya yang subur.
Pengembangan dalam peternakan sapi Agus tidak hanya melibatkan aspek ekonomi, tetapi juga aspek lingkungan dan sosial. Dia menekankan pentingnya menjaga lingkungan sekitar dengan cara minimalisasi biaya dan perawatan yang efisien. Dengan hanya menggunakan rumput sebagai makanan utama, Agus mampu merawat sapi-sapinya tanpa mengorbankan kesehatan atau kebersihan lingkungan.
"Jaman dulu belum ada sapi-sapi berkualitas seperti sekarang," ujar Agus, menjelaskan evolusi peternakan sapi di masa kini. "Kini, perkembangan telah mencapai titik di mana kami dapat menghasilkan sapi-sapi unggul yang tidak hanya memiliki keunggulan dalam dagingnya, tetapi juga mampu meningkatkan nilai jual."
Agus Sukirman, seorang peternak berpengalaman sejak tahun 2004, berhasil membuktikan bahwa peternakan sapi tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga berdampak positif pada lingkungan sekitar. Dalam pengelolaannya di Desa Cibodas, Lembang, Agus mengutamakan penggunaan rumput sebagai makanan utama bagi sapi-sapinya. Pendekatan ini tidak hanya membantu menjaga kesehatan lingkungan tetapi juga mengurangi biaya perawatan yang mahal.
Namun, seperti halnya dalam setiap bisnis, Agus juga menghadapi tantangan yang tidak kecil, terutama terkait dengan biaya pakan yang tinggi. "Kosentrat yang mahal menjadi salah satu hambatan utama dalam berternak sapi," ungkap Agus.
Meskipun demikian, dedikasi dan komitmen Agus dalam menjaga kualitas hidup hewan ternaknya serta menjaga keberlanjutan lingkungan menjadi inspirasi bagi banyak peternak lainnya.Agar sapi-sapi yang dipeliharanya tidak stres, Agus berusaha menjauhkan mereka dari suara keras dan menghindari gangguan saat istirahat. "Pemilihan pakan yang tepat juga krusial, karena kualitas makanan dapat memengaruhi kondisi psikologis sapi," paparnya.
Saati ini, Agus Sukirman mengelola sekitar 15 ekor sapi yang dipisahkan dalam kendang-kendang terpisah di lahan peternakannya. Setiap sapi dewasa yang dihasilkannya memiliki harga jual yang bervariasi, dimulai dari 18 juta hingga 35 juta rupiah, tergantung pada berbagai faktor seperti usia, berat badan, dan kualitas dagingnya. Proses penjualan sapi-sapi ini dilakukan melalui beberapa jalur distribusi yang berbeda, mencakup penjualan langsung kepada bandar terdekat dan melalui koperasi lokal. Pendekatan ini memungkinkan Agus untuk memaksimalkan pemasarannya dan mencapai pasar yang lebih luas, sekaligus mendukung ekonomi lokal di sekitarnya.
Dengan mengelola sapi-sapi ini secara terpisah dan mempertimbangkan berbagai aspek dalam penjualan, Agus menunjukkan keahlian manajerialnya dalam mengelola bisnis peternakan. Kualitas dan konsistensi produknya dalam hal sapi dewasa menjadi daya tarik utama bagi pembeli potensial, yang mencari sapi dengan mutu yang baik dan dapat diandalkan untuk keperluan berbagai pasar, termasuk kebutuhan daging untuk industri dan konsumsi lokal.
Terkait dengan pembiakan sapi, Agus Sukirman menjelaskan bahwa mereka menggunakan teknik inseminasi buatan (IB) untuk meningkatkan produksi susu dan kualitas keturunan sapi di peternakannya. Proses ini melibatkan kerjasama dengan mantri atau petugas khusus yang terlatih dalam proses IB. Agus menekankan bahwa IB merupakan langkah krusial dalam mengatur reproduksi sapi-sapi yang dia kelola.
"Inseminasi buatan menjadi metode yang kami pilih untuk memastikan bahwa sapi-sapi kami menghasilkan keturunan yang berkualitas tinggi," ungkap Agus. Proses ini melibatkan penyerahan sperma dari sapi jantan berkualitas tinggi kepada sapi betina melalui teknik yang terkendali. Dengan demikian, peternakan Agus dapat mengendalikan dan memaksimalkan genetika sapi-sapi yang dipelihara, sehingga meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam usaha peternakan sapi mereka.
Selain itu, Agus memberikan perhatian khusus saat sapi-sapinya akan melahirkan. "Kami memonitor tanda-tanda melahirkan, seperti perilaku yang berubah dan kemunculan cairan ketuban, untuk memastikan proses kelahiran berjalan lancar," tambahnya.
Dalam keseharian, Agus dan timnya mengatur jadwal makan sapi dengan ketat. "Pagi, siang, dan sore, kami memberikan konsentrat dan pakan pokok untuk memastikan sapi-sapi kami mendapatkan gizi yang cukup," paparnya.
Dengan menjaga kualitas hidup hewan ternaknya, Agus yakin bahwa kualitas hasil dari peternakannya juga akan meningkat. Hal ini terbukti dengan kualitas sapi-sapi yang dihasilkan, baik dari segi daging maupun nilai ekonomisnya. Agus tidak hanya fokus pada penjualan sapi dewasa, tetapi juga pada pembiakan dan peningkatan mutu sapi-sapi jantan dan betina dalam budidaya sapi Limosin.
Komitmen Agus terhadap keberlanjutan pertanian dan kualitas produknya memunculkan harapan bahwa lebih banyak lagi generasi muda yang akan terinspirasi untuk mengembangkan peternakan sapi yang lebih berkelanjutan di masa depan. Melalui dedikasinya, Agus menegaskan bahwa peternakan sapi bukan hanya bisnis, tetapi juga panggilan untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H