Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jin Menurut Kepercayaan Orang Bali

16 Agustus 2017   11:04 Diperbarui: 16 Agustus 2017   11:13 19385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernah juga memiliki pengalaman horor tentang jin, ceritanya begini: 

Pada saat sandi kala (maghrib), saya jalan kaki seorang diri di jalan yang dikenal keramat. Hari sudah gelap dan saya tidak membawa lampu. Untuk mengurangi rasa takut saya berbekal kayu sebagai tongkat. Perjalanan berlanjut menuju arah selatan. Tiba-tiba saya melihat keranjang berisi rumput pakan sapi tergeletak menghalangi jalan dekat pohon bambu yang cukup lebat. Saya lewati keranjang itu dan tiba - tiba bulu kuduk merasa merinding. Lalu saya menoleh ke belakang. Ajaib! Keranjangnya menghilang. Saya mulai menyadari bahwa keranjang tadi itu mahkluk gaib bersiluman menjadi keranjang. Lalu saya pukulkan tongkat di sekitar tempat keranjang tadi tiga kali, siapa tahu mahkluk gaib itu masih ada disana dan bisa kena saya hajar.

Saya mulai setengah sadar dari mimpi tetapi belum terbangun seutuhnya; antara sadar dan tidur. Saya merasa ada mahkluk gaib, Jin di samping kanan saya. Anehnya mau bicara tidak bisa, kemudian berusaha memanggil bapak saya yang sedang tidur di kamar sebelah, akan tetapi mulutku seakan terkunci. Untuk mengatasi hal itu saya berusaha rileks sembari berjapa mantra; mengucapkan nama suci Tuhan dalam hati secara berulang, 'Om Namah Shiwa Ya'. Sesaat kemudian mulai bisa bicara namun belum bisa sadar seutuhnya, lalu saya memanggil bapak saya yang biasa dipanggil guru, 'Ruu.. ruu.. ruu'

Tampaknya bapak saya tidur nyenyak, namun bersyukur ibu saya mendengar panggilan saya. Ibu kemudian masuk ke kamar saya, anehnya saya kembali tidak bisa bicara seperti orang bisu, hanya bisa wawa-wewe. Selain itu, penglihatan mata saya di sebelah kanan terasa gelap, tidak bisa melihat apa-apa karena di samping kanan saya merasa ada mahkluk gaib yang menempel. Mau mengatakan hal itu pada ibu saya tetap tidak bisa bicara, hanya bisa menunjuk ke arah kanan saya, bermaksud menjelaskan di sebelah kanan ada mahkluk gaib, jin. Ibuku semakin bingung melihat apa yang saya alami. Lalu beliau menarik lengan saya.

Akhirnya saya sadar dari mimpi. Ternyata apa yang saya alami hanya mimpi; mimpi dalam mimpi, ada pula menyebutnya mimpi bertingkat. Saya mengira sungguhan ada jin bisa masuk ke rumah, padahal tak mungkin jin bisa masuk ke pekarangan karena rumah sudah disakralisasi. Tetapi ternyata hanya mimpi. Bangun dari mimpi itu terasa melelahkan. 

Mimpi tersebut saya yakin pertanda ada kendala dengan Sang Wengi (jin) karena dalam mimpi menyerempet ke hal-hal mahkluk gaib yang mengganggu tidur saya dalam mimpi. Untuk memperkuat dugaan saya, lalu saya gali dengan tenung tanya lara, hasilnya memang berkaitan dengan Sang Wengi. Hari mimpinya jatuh pada Saniscara Pahing nuju Urukung. Saniscara ngaran Sang Wengi (jin),  arahnya selatan. Pahing ngaran paon (dapur), arahnya selatan. Urukung ngaran rurung (jalan niskala), arahnya timur. Jumblah uripnya 9+9+5= 23:4=5, sisa 3, artinya manusa, memedi, sang wengi.

Dari hal tersebut bila disusun kalimatnya digabung dengan kronologi mimpinya menjadi; Rurung sang wengi di dangin jalan delod umah (Jalan niskala sang wengi di timur jalan di sebelah selatan rumah). Hal ini mengarah pada halaman rumah saya di luar pekarangan rumah. Kemarinnya sebelum tidur saya memakirkan semua kendaraan di halaman rumah yang diyakini dilalui jalan niskala (jalan di alam gaib). Mungkin karena saya yang memarkirkannya makanya saya diganggu atau diberi peringatan. Untunglah dalam mimpi saya ditolong ibu (simbol Tuhan Ibu), kalau tidak begitu saya bisa jatuh sakit.

Pernah juga menjelajah tempat keramat, menelusuri rumah Sang Wengi, Jin. Waktu itu, di tepi hutan saya bersama bapak, ibu, dan adik sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Di antara kesibukan itu saya teringat kemarin sempat menyuruh adikku untuk mencuci pakaian sembahyang saya. Ternyata, pakaian saya belum dicuci. Jengkel juga dibuatnya. Saya melihat kamben adikku juga belum dicuci padahal sudah direndam, lalu saya lemparkan kambennya ke tempat keramat.

Tak lama berselang, adikku mengambil kambennya sendirian. Tiba-tiba adikku berteriak, katanya ada bola api dekat pangkal pohon mangga yang sudah berumur hampir ratusan tahun. Adikku kemudian lari terbirit-birit ke arah timur laut, ke tempat keramat juga. Saya, bapak dan ibu, ingin melihat kebenaran itu. Lalu kami memberanikan diri melihat bola api yang dilihat adikku. Ternyata benar ada bola api sebesar bola kasti. Saya lempari bola api tersebut dengan batu, meski ada perasaan takut, takut-takut berani, berani karena ada bapak saya.

'Sugra pekak wengi' (maaf kakek jin) demikian ujarku saat melemparkan batu. Tak lama kemudian bapak saya mengajak ke arah selatan untuk menunjukan rumah sang wengi  (Jin) lainnya. Selain di dekat pohon mangga tua, ternyata masih ada rumah sang wengi di dekat rumput belu (sejenis rumput gelagah). Bapakku mengajak ke selatannya lagi. Masih ada lagi satu rumah sang wengi, di sebelah selatan, di samping pohon Buni.

Saya tersadar dari mimpi, merasa lelah sekali gara-gara diajak ke tempat keramat. Dari pengalaman, memang cukup melelahkan bila mimpi berada di tempat keramat, seakan-akan nyata habis jalan-jalan. Barangkali roh kita memang sungguh-sungguh berkelana ke tempat itu. Mimpi tersebut melambangkan saya berurusan dengan Sang Wengi, saya dituntun Bhatara Hyang Guru (simbolnya ayah). Saya mimpi seperti itu akibat kemarinnya mengobati kakek yang jatuh sakit dengan energi prana (baru belajar otodidak dari buku) dan berdoa kepada Bhatara Hyang Guru untuk kesembuhan kakek, serta meminta kepada Sang Wengi yang menyakiti kakek berkenan memaafkan kesalahan kakek karena kakek merabas pepohonan di tempat keramat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun