Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerap Menutup Jalan, Perayaan Nyepi Diprotes

6 Maret 2016   15:17 Diperbarui: 10 Maret 2016   11:16 60654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber Dreamstime"][/caption]Ada yang menarik perhatian di media sosial menjelang perayaan hari suci Nyepi tahun ini, dimana seorang pemuda bernama Y F Danish Aldeyan memprotes masyarakat Bali, menurutnya kegiatan keagamaan membuat jalanan macet. Dilihat dari namanya, pemuda ini kemungkinan bukan orang Hindu dan juga bukan orang Bali namun dia menetap di Bali.

‘Blm hari raya aja dah bikin jalanan macet, pak Mangku Pastika tolong bikinin perda dong, bikinin aturan biar gak sampai nutup jalan gini, ampun dah.’ demikian bunyi play message seperti screen shoot bbm yang diunggah oleh akun facebok berinisial YN.

YN menambahkan komentarnya pada wall facebooknya, ‘Hargai acara hindu bali donk, jangan komplin kayak gini, lagian gk setiap hari kok hindu nutup jln atau bikin macet’.

Memang harus diakui dalam masyarakat terkadang semena-semena menutup jalan dengan dalih untuk kepentingan umum dalam rangka kegiataan keagamaan, bahkan terkadang masyarakat tidak mempedulikan aturan atau tanpa memiliki ijin kepolisian untuk menutup jalan, padahal tindakan seperti itu dapat diproses secara hukum, lebih-lebih apabila sampai menyebabkan terjadinya kecelakaan dan atau kematian. Selain itu, jalan bukanlah milik kelompok masyarakat tertentu melainkan milik pemerintah, sehingga penggunaannya harus ada ijin dari pemerintah, dalam hal ini polri, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku.

Izin penutupan jalan wajib memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), seperti misalnya; harus ada jalan alternatif dan kondisional; penutupan jalan nasional dan jalan provinsi dapat diizinkan hanya untuk kepentingan umum yang bersifat nasional. Konsekuensi hukum dari pihak yang menutup jalan bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata; pelaksanaan pengalihan lalu lintas akibat penutupan jalan tersebut harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara; mengajukan permohonan izin penggunaan jalan diluar peruntukannya.

Kegundahan Danish Aldeyan patut disikapi dengan bijak, tidak perlu ditanggapi secara berlebihan, apalagi sampai mencaci makinya hanya karena mereka pendatang. Jangankan pendatang, masyarakat Bali sendiri adakalanya merasa jengkel apabila merasa menjadi korban penutupan jalan dan mengakibatkan kemacetan panjang, lebih-lebih jalur dialihkan tanpa petunjuk jalan yang tidak jelas sehingga adakalanya seseorang tersesat mencari jalan atau setidaknya membuat pusing muter-muter mencari jalan alternatif.

Yang membuat geli dari foto schreen shoot yang diunggah YN adalah chat Danish dengan YN, isinya cukup membuat tersenyum sambil garuk-garuk kepala.

‘Hargai donk Hindu Bali’ tulis YN.
Danish pun membalasnya, ‘Tp kan gue capek mb, masak jarak 2 km, tak tempuh 1 jam’
‘Lagian gak setiap hari kan umat Hindu menutup jalan dan membuat macet’
‘Iya sih tpi jgn sampai merugikan masyarakat’
‘Merugikan masyarakat?’
‘Aq kan rugi waktu, tlat mau berangkat apel nih, mana gebetan baru lg’
‘Ingat broo ini Bali, adatnya memang seperti ini’

Bolehlah tersenyum getir membaca obrolan mereka, hitung-hitung merefresh otak yang sedang mumet. Ternyata Danish memprotes kemacetan hanya karena waktunya tercuri oleh kegiatan keagamaan padahal mau melancong ke pujaan hati. Sungguh menggelikan. Dia sepertinya tidak tahu, pada saat puncak Nyepi, tidak hanya jalan yang ditutup, bahkan bandara pun tak pernah absen dari penutupan demi untuk menghormati perayaan Nyepi.

Menengok ke belakang, sudah beberapa kali terjadi kasus pelecehan perayaan Nyepi meski kata-kata yang mereka tulis sebenarnya sepele namun menjadi besar dan diproses secara hukum karena masyarakat Bali marah besar.
Misalnya kejadian pada tahun 2010, Ibnu Rachal Farhansyah menyebut 'Nyepi sehari kayak tai', seperti ditulis di facebooknya. Tak pelak membuat masyarakat Bali geger, bahkan terjadi demo oleh aliansi pemuda Hindu. Pada tahun berikutnya, pada tahun 2011, muncul kembali kasus serupa, pelakunya Dea. Ia menulis, "kenapa ya kalau nyepi mesti matiin lampu?! Toh kalu qt melanggar, qt juga yang dosa khan?! Ada aja orang yang buat aturan aneh2. Klow mau nyepi, nyepi aja sendiri2, ngga usah ngerepotin orang laen, se**t.” Kasus Dea beruntung tidak sampai ke meja hijau karena pelaku meminta maaf, tidak seperti kasu Ibnu yang melenggang ke meja hijau.

Kasus penistaan Nyepi sempat berhenti beberapa tahun, namun kasus serupa kembali terjadi pada tahun 2015, pelakunya Nando Irwansyah M'Ali warga Lombok. Nando menulis dalam dinding FBnya "bener2 fuck nyepi sialan se goblok ne, q jadi gak bisa nonton ARSENAL maen, q sumpahin acara gila nyepi semoga tahun depan pas ogoh2 terbakar semua yang merayakan, fuckkk you hindu".

Merasa dirinya dibully banyak orang, Nando bahkan sempat membuat status bahwa dirinya akan terkenal. Tentu hal itu semakin membuat masyarakat semakin gerah, dan akhirnya Nando memang menjadi orang terkenal, namanya dimuat berbagai media karena melecehkan perayaan Nyepi.

Pelaku-pelaku tersebut di atas merupakan bukan orang Bali dan bukan orang Hindu, tetapi pernah juga ada seorang gadis Hindu yang meremehkan perayaan Nyepi, sehingga salah satu ormas mendatangi rumah pelaku dan ia meminta maaf. Lebih dari itu, umat Hindu sendiri juga melecehkan perayaan Nyepi secara terselubung, terutam di kalangan pemuda.

Pelecehan terselubung semakin marak terjadi, seperti misalnya pada saat pengrupukan para pemuda banyak yang mabuk-mabukan hingga teler, bahkan tidak hanya pada saat pngerupukan, juga pada saat Nyepi ada saja oknum yang melecehkan hari raya Nyepi dengan berjudi, meceki, dan perilaku lainnya yang bertentangan dengan Nyepi itu sendiri. Pelecehan dengan cara demikian sejatinya lebih mengerikan daripada pelecehan oleh orang non-Hindu yang hanya sekedar dalam tataran kata, sedangkan umat Hindu sendiri melecehkannya dalam tataran tindakan.

Jika umat Hindu sendiri tidak bisa menghargai hari suci Nyepi, bagaimana orang lain bisa menghargainya? Meski sesungguhnya perayaan Nyepi terkandung nilai religius tinggi namun fakta yang terjadi dalam masyarakat jauh panggang dari api.

Makna Nyepi sudah selayaknya diterapkan tidak hanya pada saat Nyepi, melainkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana dikutip dari artikel Wirahjana Eka, via facebook; 2013, makna Nyepi diuraikan sebagai berikut;

Jaman dulu (dan sekarang namun dilakukan oleh sebagian kecil orang), Nyepi dilakukan dengan:
1. Tidak menyakiti/membunuh mahluk hidup.
2. Tidak mengambil yang tidak diberikan.
3. Tidak melakukan hubungan seksual.
4. Tidak berkata yang tidak benar (berbohong, bergosip, berkata kasar, mengadu-domba).
5. Tidak makan/minum makanan yang memabukan dan melemahkan kesadaran.
6. Makan sebelum tengah hari (1 kali saja).
7. Tidak mempercantik diri, memakai perhiasan dan wangi-wangian, tidak menonton hiburan, tarian, bermain musik dan menari.
8. Tidak tidur dan duduk di tempat mewah dan besar.

Perayaan ini adalah pengendalian indria. Perayaan kemenangan Raja Shalivahana (Gautamiputra Satakarni) ketika menaklukan Saka pada tahun 78 M tidaklah dirayakan dengan hiruk-pikuk penuh kemeriahan namun justru dengan kesunyian dengan tapa brata;

1. Amati geni (tidak menghidupkan api)

Tiada api yang dapat menyamai nafsu, tiada cengkeraman yang dapat menyamai kebencian, tiada jaring yang dapat menyamai ketidaktahuan, dan tiada arus yang sederas nafsu keinginan. [Dhammapada, Syair 251 ]

2. Amati karya (Menghentikan Perbuatan/bekerja)

Ada perbuatan gelap dengan akibat gelap: Seseorang menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, pikiran yang menyakitkan > menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, dan bentukan pikiran yang menyakitkan > muncul kembali di alam sengsara > kontak yang menyakitkan menyentuhnya > merasakan perasaan yang menyakitkan, sangat menyakitkan, seperti pada makhluk-makhluk di neraka

Ada perbuatan terang dengan akibat terang: Seseorang menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, pikiran yang menyenangkan >menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, dan bentukan pikiran yang menyenangkan > muncul kembali di alam bahagia > kontak yang menyenangkan menyentuhnya > merasakan perasaan yang menyenangkan, sangat menyenangkan, seperti pada para dewa dengan Keagungan Gemilang

Ada perbuatan gelap-dan-terang dengan akibat gelap-dan-terang: Seseorang menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, pikiran yang menyakitkan juga menyenangkan > menghasilkan bentukan: jasmani, ucapan, dan bentukan pikiran yang menyakitkan juga menyenangkan > muncul kembali di alam bahagia > muncul kembali di alam sengsara juga bahagia > kontak yang menyakitkan maupun menyenangkan menyentuhnya > merasakan perasaan yang menyakitkan juga menyenangkan, campuran kenikmatan dan kesakitan, seperti pada manusia dan beberapa dewa di alam yang lebih rendah.

Demikianlah kemunculan kembali suatu makhluk adalah karena suatu makhluk; seorang yang muncul kembali melalui perbuatan yang telah ia lakukan. Ketika ia telah muncul kembali, kontak menyentuhnya. Demikianlah Aku katakan bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris perbuatan mereka.

Ada perbuatan yang bukan gelap juga bukan terang dengan akibat yang bukan gelap juga bukan terang, perbuatan yang mengarah menuju hancurnya perbuatan. Di sini, kehendak untuk meninggalkan jenis: perbuatan gelap dengan akibat gelap, dan perbuatan terang dengan akibat terang dan perbuatan gelap-dan-terang dengan akibat gelap-dan-terang

Ini disebut perbuatan bukan gelap juga bukan terang dengan akibat bukan gelap juga bukan terang yang mengarah menuju hancurnya perbuatan/Nibanna [MN 57/Kukkuravatika Sutta]

3. Amati lelungan (tidak bepergian)

Sukar dikendalikan pikiran yang binal dan senang mengembara sesuka hatinya. Adalah baik untuk mengendalikan pikiran, suatu pengendalian pikiran yang baik akan membawa kebahagiaan. [Dhammapada Syair 35]

4. dan amati lelanguan (tidak mencari hiburan)

Sekarang ini engkau bagaikan daun mengering layu. Para utusan raja kematian (Yama) telah menantimu. Engkau telah berdiri di ambang pintu keberangkatan, namun tidak kaumiliki bekal untuk perjalanan nanti.

Buatlah pulau bagi dirimu sendiri. Berusahalah sekarang juga dan jadikan dirimu bijaksana. Setelah membersihkan noda-noda dan bebas dari nafsu keinginan, maka engkau akan mencapai alam kedamaian para Ariya.

Sekarang kehidupanmu telah mendekati akhir, dan engkau telah mulai berjalan ke hadapan raja kematian (Yama). Tidak ada tempat berhenti bagimu di perjalanan, sedangkan engkau belum memiliki bekal untuk perjalananmu.

Buatlah pulau bagi dirimu sendiri. Berusahalah sekarang juga dan jadikan dirimu bijaksana. Setelah membersihkan noda-noda dan bebas dari nafsu keinginan, maka kelahiran dan kematian tidak akan datang lagi padamu.
[Dhammapada Syair 235-238]

 

Baca juga :

Melasti Bisa Membuat Bahagia

Mengambil Energi Semesta Saat Sembahyang

Opini: Biaya Mahal, Ogoh-Ogoh Sebaiknya Ditiadakan?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun