Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merunduk Bila Melihat Wanita Seksi

6 Agustus 2015   01:55 Diperbarui: 6 Agustus 2015   03:01 5979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Etika berbusana diatur sedemikian rupa tujuannya untuk melindungi harkat dan martabat seorang wanita, bukan untuk membatasi mereka berekspresi. Dalam ajaran Hindu, wanita dianggap mulia, akan tetapi kemuliannya akan merosot apabila seorang wanita bertingkah laku bertentangan dengan dharma atau norma-norma yang berlaku.

Kitab suci Bhagavad Gita menyatakan bahwa apabila hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela dalam keluarga, kaum wanita dalam keluarga ternoda, dan dengan merosotnya kaum wanita, lahirlah keturunan yang tidak diinginkan. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak diinginkan tentu saja menyebabkan keadaan seperti di neraka baik bagi keluarga maupun mereka yang membinasakan tradisi keluarga. Leluhur keluarga-keluarga yang sudah merosot seperti itu jatuh, sebab upacara-upacara untuk mempersembahkan makanan dan air kepada leluhur terhenti sama sekali. Akibat perbuatan jahat para penghancur tradisi keluarga yang menyebabkan lahirnya anak-anak yang tidak diinginkan, segala jenis program masyarakat dan kegiatan demi kesejahteraan keluarga akan binasa.

Berdasar pada uaraian tersebut maka sopan santun berpakaian perlu disadari oleh kaum perempuan mengingat kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh kemuliaan seorang wanita.

Lalu bagaimana dengan lelaki? Busana lelaki atau pria dalam ajaran Hindu tidak mendapat perhatian, hanya sedikit diatur. Akan tetapi kaum lelaki lebih diatur pada pengendalian diri, lebih khususnya pengendalian pikiran. Pikiran diumpamakan seperti ikan di dalam air, sangat sulit dikendalikan, licin bagaikan belut. Dari pikiran tak terkendali menyebabkan pikiran bingung atau kacau, hal ini dinyatakan sebagai penyebab perbedaan persepsi terhadap suatu obyek. Demikian pula persepsi tentang wanita seksi, dapat dinilai dari tiga sudut pandang, seperti dinyatakan dalam kitab suci Canakya Niti Sastra.

Seorang wanita tampak dari tiga segi pandangan, yaitu: Yogi melihatnya bagaikan mayat, orang penuh hawa nafsu memandangnya sebagai wanita menggiurkan dan anjing melihatnya sebagai gumpalan daging. (Canakya Niti Sastra XIV.15).

Sloka tersebut juga ditemukan dalam lontar Sarasamuccaya, seperti dinyatakan: Ini contohnya lagi; ada sang biku yang melakukan pariwradjika-brata, yaitu mengembara mencari kesempurnaan hidup; ada lagi si kamuka, besar nafsu doyan kepada wanita; ada pula serigala, ketiganya itu melihat seorang wanita cantik; ketiganya berbeda tanggapannya, “mayat” kata sang biku peminta-minta berkeliling, karena insaf akan hakekat sesuatu tidak kekal; berkata si pecinta wanita: “sungguh menggairahkan wanita ini”; maka si serigala berkata: “sungguh daging lezat, jika dimakan”; disebabkan oleh bingung atau kacaunya pikiran, maka yang menimbulkan adanya tanggapan perbedaan terhadap sesuatu barang yang berbeda-beda pula. (Sarasamuccaya 86).

Ada pula menterjemahkan sloka tersebut lebih sederhana, barangkali terjemahan bahasa Sansekertanya, sedangkan terjemahan di atas terjemahan bahasa jawa kuno. "Bedalah tanggapan orang selibat, pria hidung belang, dan seekor serigala dalam memandang wanita. Mayat menurut si selibat, seksi dan mengairahkan menurut pria hidung belang, makanan lezat menurut srigala. Akibat kebingungan pikiran muncullah beragam persepsi"".

Bagi orang bijak wanita cantik ataupun wanita seksi dianggap tidak ubahnya seperti benda mati (mayat), mereka tidak terpengaruh oleh kehadiran wanita cantik dan seksi, mereka tidak terikat, tidak bernafsu bila melihat wanita cantik dan seksi, juga tidak membencinya. Di hadapan orang bijak tidak ada yang cantik, tidak ada yang seksi, tidak pula ada yang jelek, baginya semua sama saja. Pikirannya sudah seimbang, tidak terikat.

Berbeda dengan lelaki kebanyakan seperti kita yang penuh nafsu apabila melihat wanita cantik dan seksi. Sebagian besar lelaki golongan ini beranggapan bahwa sangatlah nikmat apabila bisa berhubungan seks dengannya. Apabila pikiran tidak lagi mampu dikendalikan dan melekat pada obyek-obyek sensual hal ini menyebabkan pikiran bingung, dari pikiran bingung menyebabkan hilangnya kesadaran, hilangnya kesadaran menyebabkan kehancuran. Dan juga para dewa menjauhkan orang-orang berdosa akibat tidak mampu mengendalikan nafsu seks. Keberuntungan dan kemakmuran pun tidak lagi mendekatinya.

Dalam kitab Purana disebutkan bahwa, “Hanya dengan sekali sentuhan saja, dari orang yang senantiasa larut dalam hasrat pada wanita, akan menghapuskan segala pahala. Ia adalah pendosa besar. Bahkan jika ia melakukan berbagai jenis ritual suci, orang yang senantiasa gila terhadap wanita tidak akan pernah menjadi suci murni. Para leluhur, para dewa dan semua manusia akan menyingkirkannya.” (Siva Purana, Rudresvara Samhita: Parvati Kanda XXX.20-21).

Ada berbagai cara mengendalikan nafsu seks yang semakin liar akibat pikiran tak terkendali. Dapat dilakukan dengan menerapkan ajaran panca yama brata dan panca nyama brata. Selain itu juga penting untuk menghindari faktor luar yang dapat menyebabkan pikiran semakin diluar kendali, seperti menghindari memiliki dan menyimpan konten-konten pornografi, menghapus video porno atau pun gambar sensual yang pernah tersimpan dalam komputer atau gadget lainnya, menghindari membaca tulisan yang memuat konten pornografi yang tidak mendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun