Tanah kakek saat ini tinggal beberapa hektar saja. Dan keberadaannya pun ada di berbagai tempat, berbeda banjar atau dusun. Ada di banjar Ulundanu, banjar Buluh, dan paling banyak ada di banjar Kayuselem yang sudah menjadi milik anak-anaknya.
Kembali ke cerita; Saat aku mengantar kakek ke tujuan, yang alamatnya tak aku ketahui, sempat nyasar juga. Tapi hebatnya, kakek masih ingat bentuk rumah bersangkutan. Sampai disana aku bingung mau bilang apa, karena orang yang dicari sudah meninggal lama. Yang ada di sana keponakan dan cucu menantu si B (istri dari cucu laki-laki si B. bingung menyebutnya).
Mereka pun bingung. Tetapi setelah diceritakan, mereka mulai tahu. Dan bersyukur saat itu, ada nenek-nenek yang sudah tua. Dan mengenal kakekku. Nenek itu pun membenarkan apa yang diceritakan kakek. Mereka pun sedih kalau ternyata kakeknya dulu punya hutang. Tetapi mereka tak bisa berbuat apa, karena kehidupan keluarganya hidup pas-pasan (aku gak mau menyebutnya miskin).
Keadaan keluarga mereka seperti itu, entah kebetulan atau tidak; mungkin ada sangkut pautnya dengan piutang itu. Jadi kalau kita memiliki warisan hutang dari orang tua, sebaiknya dibayar untuk menghindari penderitaan yang berkepanjangan pada anak cucu. Dan juga jangan sampai kita mati meninggalkan hutang. Tak ada salahnya belajar dari tradisi.
Â
NB: Dari cerita kakek, aku jadi tahu alasan kenapa banyak orang Songan yang tinggal di desa Pinggan. Bahkan lucunya, beberapa banjar di desa Pinggan menjadi bagian dari desa Songan. Ternyata termakan isu atau ramalan palsu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H