Mohon tunggu...
Merry Ivn
Merry Ivn Mohon Tunggu... Lainnya - Hiburan

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Aku, Tetapi Aku

29 Agustus 2021   13:05 Diperbarui: 29 Agustus 2021   13:22 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi Tarendra masih berdiri kokoh di belakang sana. Rautnya memancarkan sebuah ancaman tak terlisan. Matanya kian menajam. Sama sekali tidak terpengaruh oleh keadaan gadis yang teronggok tak berdaya itu.

"Kamu tidak bisa main-main, Elok." Suara laki-laki itu berubah sedingin es. Menyebabkan sekujur tubuh Elok menggigil.

"Aku... h-hanya ingin... ber...santai, sedikit---"  ucap Elok lirih, terbata-bata. Lebih kepada dirinya sendiri.

"Tapi kamu memang gak bisa! Ga boleh! Aku sudah ga sanggup lagi menerima siksaan itu!" Teriakan Tarendra menggema di setiap sudut kamar. Elok kehilangan dirinya saat kepala gadis itu dengan keras menghantam lantai.

***

"Dari buku catatan ini, pasien sudah mengalami kejadian-kejadian buruk sejak kecil. Dituntut melakukan semuanya dengan sempurna. Terkhusus dalam pendidikannya. Saat pasien mendapat nilai tidak sempurna, pasien mulai menunjukkan tanda-tanda kemurkaan. Hal itu didorong oleh sisi dirinya yang terus menerus merasa harus mendapatkan sesuatu, termasuk nilai, dengan sempurna. Namun di catatan selanjutnya, pasien mengungkapkan bahwa sebenarnya tidak apa-apa sesekali tidak bagus. Tetapi selanjutnya lagi, pasien menuliskan bahwa pasien tidak boleh mendapat nilai tak sempurna. Pasien takut papanya akan mengguyurnya dengan air panas lagi,"

"Catatan ini ditulis sekitar 7 tahun lalu. Sekarang pasien menempuh pendidikan di semester 5. Dapat disimpulkan bahwa pasien telah menyembunyikan lama hal ini dari semua orang terdekatnya. Dimana sebenarnya hal tersebut adalah keputusan fatal, karena kita tidak tahu apa yang akan menimpa dirinya. Dan kejadian di kamar kosnya dapat kami katakan sebagai batas kemampuan bertahan pasien. Emosi yang sudah lama terpendam dalam diri pasien merebak. Sehingga sisi lain dalam tubuh pasien mendorong untuk melakukan tindakan, termasuk melukai diri, untuk menghentikan semua itu. Termasuk menghentikan rasa sakit di kepalanya---"

"Sebentar, Dok," potong wanita yang sejak tadi mendengarkan seluruh penuturan psikiater di depannya mengenai buku catatan Elok yang didapatkannya di lemari kos anak gadisnya. Wanita itu memejamkan mata sejenak, kemudian menundukkan kepalanya. Napasnya terdengar tak beraturan. Intan, psikiater itu, mengangguk, tersenyum menenangkan ibu pasiennya.

7 tahun? Itu berarti Elok, putrinya, sudah memiliki penyakit kepribadian ganda selama itu? Psikiater itu telah mengatakan pada dirinya bahwa Elok menderita gangguan mental yang menyebabkan Elok mempunyai kepribadian lain dalam tubuhnya. Psikiater itu menyebutkan bahwa pribadi lain itu bernama Tarendra Wira. Ya Tuhan, semua ini adalah salahnya.

"Silakan, Dok. Boleh dilanjutkan." Wanita itu tidak mampu berkata apa-apa lagi. Sang psikiater kembali memasang senyum menenangkan.

"Baik. Dissociative Identity Disorder atau kita singkat DID ini memang menyebabkan siapapun penderitanya, termasuk pasien, mengalami sakit kepala yang cukup berat. Dan sakit itu kambuh pada serangan terakhirnya di kamar kos pasien. Acara kumpul-kumpul bersama temannya, walau saya tidak terlalu yakin karena pasien tidak menuliskan kejadian itu, menjadi pemicu. Selama ini pasien hampir tidak pernah main bukan, Bu?" Ibu pasiennya mengangguk lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun