Mohon tunggu...
MERRY TIURMADESYANA
MERRY TIURMADESYANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta

Tim: 1. Felix Sevanov Gilbert 1810413001 2. Ananda Tania Putri 1810413007 3. Dina Sari 1810413054 4. Merry Tiurma D.G 1810413066 5. Wiji Setiyani 1810413088

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pro-Kontra Permendikbud 30/2021: Desakan dan Dorongan Masyarakat Sipil dan Identitas terhadap Kekerasan Seksual

22 November 2021   20:46 Diperbarui: 23 November 2021   03:49 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan runtuhnya era Orde Baru, muncul organisasi dan gerakan masyarakat sipil. Bentuknya dapat dilihat dari keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi keagamaan, dan sebagainya yang memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda serta membuat suatu identitas tertentu. 

Terkadang, identitas masuk ke ranah politik terkait dengan kebijakan yang dibuat pemerintah. Namun, masyarakat sipil di Indonesia memiliki kendala tersendiri. Masyarakat sipil memiliki hambatan untuk mencegah identitas antara kelompok yang semakin terpolarisasi dan terpinggirkan. Masyarakat sipil berusaha untuk melanggengkan dominasi struktur sosial yang ada. Kelompok identitas perempuan sering kali mengalami bentuk kekerasan karena terkait dengan stigma bahwa perempuan lemah sehingga mudah untuk di eksploitasi. 

Kekerasan seksual juga sering ditemukan di lingkungan Perguruan Tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut, pada akhir Oktober lalu dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Aturan tersebut telah menimbulkan kritik yang digaungkan oleh politisi dan berbagai kelompok identitas agama.

Inisiasi Mendikbudristek, Nadiem Makarim merupakan inisiasi dalam prosedur pencegahan dan kekerasan seksual yang dapat diadopsi oleh berbagai Perguruan Tinggi. Namun, Pemendikbudristek terdapat tudingan beberapa Pasal yang melegalkan hubungan seksual di luar nikah bagi mahasiswa/i, yakni zina. Pasal yang disorot adalah Pasal 5 ayat 2. 

Beberapa perwakilan umat Islam mengkritiknya, karena definisi kekerasan seksual muncul sebagai tindakan dalam hubungan antara dua pihak yang "tanpa persetujuan korban". Dalam interpretasi politisi partai berbasis agama sebagaimana yang diungkapkan oleh Hidayat Nur Wahid selaku Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Pasal 5 dalam Permendikbudristek berarti mengizinkan hubungan seksual di kampus asalkan dilakukan atas dasar suka sama suka. Hal ini diperkuat oleh Anggota komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yaitu Iskan Qolba Lubis, yang menurutnya aturan ini banyak mengadopsi Draft Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) yang gagal lolos di Komisi VIII DPR RI periode lalu, dan pihaknya memiliki alasan serta argumen yang kuat untuk menolak RUU tersebut. Permendikbud ini sangat berpotensi melegalkan dan memfasilitasi perbuatan zina dan perbuatan menyimpang LGBT dan bertentangan dengan Nilai Agama dan Pancasila serta nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. 

Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mendesak agar Permendikbud yang diminta Nadiem Makarim segera direvisi. Selain Muhammadiyah, sekitar 13 ormas yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI) pun menyatakan sikap yang serupa. Kemudian, Forum Rektor Indonesia menganggap penafsiran tersebut bisa dipahami. Menurut ketua Forum Rektor Indonesia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberikan revisi terhadap Pasal 5 (2) agar frasa "konsensual" tidak masuk dan menyebabkan kesalah pahaman.

Pandangan berbeda diungkapkan oleh beberapa lembaga masyarakat, lembaga pemerintahan, dan sebagainya. Salah satu contohnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK yang seringkali mendampingi korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. LBH APIK juga telah mengkaji semua pasal Permendikbud nomor 30/2021 dan tidak menemukan masalah yang substansial. Tidak hanya itu, Koalisi Perempuan Indonesia juga memberikan dukungannya dengan mengatakan bahwa aturan tersebut merupakan kemajuan dari upaya pencegahan kekerasan seksual di Indonesia.

Menurutnya, langkah tersebut semestinya mendapat dukungan dari berbagai. Hal serupa juga didukung oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) yang mendukung aturan yang ditekan Nadiem Makarim itu. Dukungan serupa juga terlihat dari lembaga pemerintahan, contohnya yaitu Kementerian Agama yang menegaskan kembali dukungannya terhadap aturan ini. Menteri Agama mengungkapkan bahwa aturan ini sejalan dengan konsep moderasi beragama Kemenag yang merupakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Kasus Pelecehan Seksual di Kampus dan Terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021

Kasus pelecehan seksual menjadi kasus yang telah lama terjadi dan memakan banyak korban. Biasanya korban adalah para wanita atau pihak yang dianggap lemah oleh pelaku. Seperti yang kita ketahui kasus pelecehan seksual baru-baru ini menjadi perbincangan hangat lantaran korbannya adalah seorang mahasiswa dan pelaku adalah dosennya sendiri. Korban mengakui dilecehkan ketika berada di lingkungan kampus pada saat bimbingan skripsi, pelaku menyebutkan nama korban dengan kata-kata "i love u" serta menarik bahu korban dan mulai mencium pipi dan dahi korban. 

Hal ini jelas merupakan bentuk pelecehan seksual, seringkali pelaku beranggapan memiliki kekuatan dan kekuasaan lebih tinggi dibanding korban sehingga korban dianggap takut untuk melawan. Para predator seksual memang biasanya menyerang pihak yang lemah karena mereka dianggap tidak dapat melakukan apapun. Namun banyak dari korban pelecehan seksual akhirnya buka mulut dan menyampaikan kejahatan yang dialaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun