Barusan aku melihat langit biru. Tampaknya hujan deras dini hari tadi benar-benar menguras langit. Segaris senyum kuukir halus di sudut bibirku. Padahal gemuruh petir berkali membuatku terbangun dan mengingatkanku kalau pelukanmu telah absen dari malam-malamku selama sepekan ini. Bukan karena kau tak ada di sisiku. Aku masih bisa mendengar dengkuranmu di separuh ranjangku.
"Kau tahu? Sekarang kantorku menggunakan jasa pembunuh hama. Tikus-tikus itu semakin mengganggu. Semua dokumen dikencinginya," omelku minggu lalu sambil menyiapkan makan malam kita.
"Semua? Yakin semua?" katamu tanpa melepaskan pandangmu dari smartphonemu.
"Ya, ga semua sih, cuma ya  kesal ajalah! Itu tuh dokumen penting. Kalau lagi audit aku mesti tetap pakai dokumen itu. Kalau kain sih bisa kita laundry, lah ini kertas, dikeringkan kayak apa juga tetep aja masih tinggal aroma ga enaknya," keluhku.
"Tetep aja ga berarti kamu langsung bilang semua, dong, sebagian aja," timpalmu, masih tetap fokus pada smartphonemu.
Aku melangkah mendekatimu. Asik sekali dengan permainan dalam smartphonemu.
"Makanan sudah siap, makan yuk!" ajakku.
"Duluan saja, tanggung, ini masih war," katamu lembut, tanpa sama sekali memandangku.
Aku masih belum terlalu lapar. Yasudahlah, kuraih smartphoneku, kubuka salah satu aplikasi permainan di dalamnya. Berdua kita bermain dan berkutat dengan smartphone masing-masing. Mengabaikan makanan yang aku hidangkan di atas meja.
Sejam, dua jam, tiga jam kemudian jatah bermainku habis. Harus menunggu beberapa saat sampai aku baru bisa bermain lagi. Kulihat kau masih asik bermain.
"Peluk," manjaku. Kau mengangkat tangan kirimu, aku menyurukkan kepalaku dan rebah di pangkuanmu. Tangan kirimu bersandar di badanku dan kembali memegang smartphone dan melanjutkan permainanmu.
Tak terlihat tanda-tanda kau akan mengakhiri kegiatanmu. Katamu sejak tadi setelah sesi ini, entah sesi yang mana.
Sedikit kesal, mungkin ditambah rasa kantuk aku menghela tubuhku menjauh darimu. Tidur lebih dulu.
Itu seminggu yang lalu. Aku mendiamkanmu. Menekan kerinduanku pada sentuhan dan pelukanmu. Hatiku menuntut waktumu untukku, sayang. Kupikir, rasa rindu ini juga milikmu, sehingga kau akan berbalik bermanja padaku, agar aku bisa sedikit membalaskan rasa terabaikan yang kurasakan minggu lalu. Tapi ternyata tidak. Kau pun diam atas diamku.
Sayang, tak tahukah kau? Kepalaku menjadi racun untuk tubuhku. Kini, setiap pagi setiap aku bercermin aku bertanya-tanya, apakah aku tidak cantik lagi di matamu? Apakah pelukku sudah kaurasa dingin?
Kau masih disampingku, tapi aku kesepian.
Seminggu ini, langit mendung, baru hari ini terlihat biru. Sayang, bolehkah aku tak pulang malam ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI