Saya tidak tahu lebih lanjut apa yang terjadi dan yang dilakukan ustadz tersebut di sekolah kami, kami dibangunkan sekitar pukul 04.00 WIB untuk mengikuti apel. Setelah shalat subuh, kami diperkenankan meninggalkan sekolah dan pulang ke rumah masing-masing.Â
Entah kejadian tersebut hanya ada di sekolah kami saja atau di tempat lain juga pernah mengalami hal serupa, saya tidak begitu yakin. Intinya setelah tragedi itu, pihak sekolah tidak pernah lagi mengadakan perkemahan di area sekolah bahkan sampai saya lulus.Â
Lanjut lagi ketika saya menginjak kelas XI, ekstrakurikuler pramuka mengadakan agenda bernama Gladi Tangguh. Tahukah bagaimana bentuk kegiatannya?Â
Kami harus menempuh jarak sejauh lebih kurang 15 km dengan berjalan kaki dimulai dari pukul 08.00 WIB pagi lalu berhenti setelah sampai jarak 6 km pada pertengahan hari untuk makan siang dan shalat kemudian dilanjutkan sampai sore hari hingga tiba kembali di sekolah.Â
Jangan lagi ditanya, kegiatan yang satu ini bukan main lagi melelahkannya. Mana di pertengahan jalan kami juga harus melalui sebuah parit yang baunya cukup tidak sedap dengan ketinggian air mencapai dada orang dewasa.
Saya termasuk siswa yang mampu menyelesaikan kegiatan tersebut sampai akhir. Beberapa teman saya ada yang pingsan, sakit, bahkan ada pula yang berbuat curang dengan menumpang kendaraan yang lewat supaya cepat sampai ke lokasi yang diarahkan.Â
Itulah sedikit lika liku yang saya alami ketika menempa diri di ekstrakurikuler pramuka. Agak sebal sih dengan berbagai kegiatannya yang cukup menguras tenaga itu, tapi ya buktinya terlewati juga meski kebanyakan mengeluhnya. Hehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H