Contohnya saya sendiri, yang sebelumnya memang tidak pernah mengikuti ekstrakurikuler pramuka baik di SD maupun SMP. Hanya sekadar mengetahui bahwa kegiatan pramuka lebih banyak difokuskan di lapangan atau outdoor, tidak lebih dari itu.Â
Saya dan kebanyakan anggota regu juga merasa kebingungan saat diperintahkan mendirikan tenda, harus mencari-cari lagi kekurangan kayu sebagai tiang penyangga tenda, mengatur letak dapur, barang-barang pribadi hingga posisi tidur 10 orang. Belum lagi memikirkan yel-yel dan kreativitas yang harus ditampilkan saat malam pentas seni berikut latihannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.Â
Di tengah sedang memikirkan kegiatan pentas seni, seketika berbunyi sirine tanda berkumpul sudah tiba. Benar-benar harus bisa jadi orang yang sat set sat set deh pokoknya.Â
Malamnya, saya melihat beberapa hal terjadi di luar perkiraan dan terkesan cukup mengerikan. Seusai malam pentas seni dan api unggun digelar, hujan turun sangat deras disertai angin kencang dan lampu seluruhnya padam.Â
Seketika suasana menjadi sangat heboh. Tenda-tenda yang kami dirikan dengan susah payah roboh semua diterjang angin. Kami seluruhnya diarahkan untuk mengungsi ke aula sekolah. Maka, berbondong-bondonglah kami menuju aula membawa barang-barang pribadi mengandalkan cahaya senter di gawai.Â
Sesampainya di aula, alangkah terkejutnya saya melihat beberapa siswa kesurupan tengah berteriak-teriak ada pula yang menangis kencang seperti orang kelimpungan. Tidak sedikit khususnya perempuan yang tak sadarkan diri, mungkin sudah bercampur lelah atau memang sedang sakit.Â
Siswa yang tak sadarkan diri dan sakit segera diberi pertolongan oleh anak-anak PMR juga guru-guru. Sedangkan yang tampak kerasukan dibiarkan begitu saja meracau tak tentu arah.Â
Saya bersama dua orang teman dekat saya berusaha menguasai diri supaya tetap tenang di tengah suasana yang tidak lagi kondusif.
Tak lama kemudian datanglah seseorang yang dari perawakannya seperti ustadz. Ternyata ia diminta untuk menengahi suasana yang sedang kalut dengan ramainya siswa yang kesurupan di sekolah kami malam itu.Â
Dengar-dengar, ustadz tersebut mengatakan bahwa penunggu sekolah kami sedang menegur kami. Yang bersangkutan juga tidak terima begitu saja karena kami menebangi pohon-pohonnya tanpa izin untuk dijadikan kayu bakar api unggun dan penyangga tenda.Â
Untuk sekelas saya yang jam 9 malam sudah waktunya tidur, ini masih harus tersadar ketika jam sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB dini hari. Mata saya sudah sangat berat dan mengantuk, hingga akhirnya saya memilih pojokan aula bersama dua orang teman saya dan tertidur di sana sambil memeluk tas kami masing-masing.Â