Mohon tunggu...
Merita Dewi
Merita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Amatiran

Tak perlu terlalu terang, cukup terus menyala dan tak kunjung padam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apesnya Menjadi Mahasiswa Kesayangan Dosen

9 April 2024   05:39 Diperbarui: 9 April 2024   05:55 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya seorang alumni mahasiswa FKIP di salah satu perguruan tinggi yang ada di Pekanbaru Provinsi Riau. Bukan mahasiswa yang pintar-pintar amat, bukan juga yang begitu aktif di kelas, lebih memilih pulang ke kos daripada sibuk gak jelas di kampus. Tentu saja saya bukan tipe mahasiswa yang disayang dosen. 

Nah, mahasiswa kesayangan dosen yang saya tuliskan lika-liku kisahnya di sini adalah teman dekat saya sendiri. Di awal-awal perkuliahan, saya kerap berpikir pasti enak ya kalau jadi mahasiswa kesayangan dosen, urusan kampus bisa dipermudah. 

Tetapi setelah menyaksikan sendiri bagaimana teman saya, segera saya buang jauh-jauh angan-angan menjadi sosok mahasiswa kesayangan dosen. Udah ah, yang penting saya bisa kuliah dan lulus dengan tenang dari kampus.

Nasib menjadi mahasiswa kesayangan dosen tidak selalu mujur, melainkan juga ada apesnya yang bisa dibilang tidak sedikit. 

Teman saya, anggap saja namanya Bunga (bukan nama yang sebenarnya) merupakan mahasiswa yang lumayan pintar, cerdas dan cantik. Di kelas, dia cukup aktif bertanya dan menjawab berbagai pertanyaan seputar materi perkuliahan jika diperlukan. 

Saya akui wawasannya begitu luas, belum lagi jika ada sesi diskusi yang memancing perdebatan, tidak jarang kami sekelas dibuat terpanah oleh jawaban yang logis dan susunan kalimat rapi yang keluar dari lisannya. 

Tidak hanya itu, Bunga merupakan mahasiswa yang juga aktif berorganisasi di kampus. Setiap kali ada agenda atau kegiatan, dia mampu mengurusi soal pendanaan, menghubungi pemateri kegiatan juga pengisi acara lainnya sampai membuat proposal sekaligus laporan pertanggungjawaban. 

Asas gotong royong begitu dikedepankan di prodi kami, tapi kadang bisa jadi disalahartikan. Bukan sekali dua kali Bunga mengerjakan itu semua sampai bermalam dan tertidur di kampus. Kampus seolah menjadi rumah keduanya sebagai tempat untuk bernaung.

Dengan serentetan prestasi yang dimiliki Bunga yang berbanding terbalik dengan saya itu, wajar dong ya dia menjadi figur mahasiswa kesayangan dosen. 

Bunga sering mendapat pujian dan dielu-elukan dari mahasiswa lainnya, nilai setiap mata kuliahnya selalu bagus, bahkan sampai masa tugas akhir pun dipermudahkan. 

Bila pembimbingnya dosen tersebut maka bimbingan tugas akhir mulai dari proposal hingga skripsinya lancar jaya tidak menemui kesulitan yang berarti. 

Sebaliknya, bila dosen tersebut menjadi pengujinya maka berbahagilah karena pertanyaan-pertanyaan yang muncul saat ujian seminar begitu mudah dan terkadang bukan isi dari tugas akhir yang kita serahkan. 

Mahasiswa kesayangan dosen kami itu tidak hanya satu orang, ada beberapa orang di antara kami, senior maupun junior yang mendapat perlakuan serupa. Bunga itulah salah satunya, yang merupakan teman dekat saya dan suka dukanya banyak ia ceritakan kepada saya.

Sebenarnya masih dalam taraf wajar dan boleh-boleh saja memiliki kecenderungan kepada orang yang memiliki kelebihan dibandingkan yang lainnya. 

Namun, yang menjadi sorotan di sini hal tersebut kok malah jadi memudahkan untuk bersikap sewenang-wenang ya terhadap mahasiswa. Menurut pendapat saya, tentu saja hal itu tidak dibenarkan mengingat mahasiswa juga mempunyai kesibukan lain dan bukan seperti anak sendiri yang seenaknya saja untuk disuruh-suruh.

Menemani sang istri di rumah karena dosen yang bersangkutan keluar kota

Bunga si teman dekat saya yang baik dan pintar itu sering bercerita bahwa ia kerap dihubungi oleh dosen untuk datang dan menginap di rumahnya menemani istri karena dosen tersebut ada agenda atau acara di luar kota selama beberapa hari. Sedangkan sang istri hanya tinggal berdua saja dengan anaknya.

Rasanya memang keterlaluan sih jika menolak permintaan sederhana dosen ini. Hanya disuruh menemani di rumah tepatnya malam hari, di sana pun diberi makan. Masa gitu saja gak bisa? 

Untuk sekali dua kali baiklah tidak masalah. Tetapi, selain presiden, dosen juga sebuah profesi yang cukup menyibukkan sehingga memang kerap harus menghadiri agenda di luar kota entah itu pelatihan, seminar, pengabdian atau apalah namanya. 

Kenapa tidak mengajak saudara saja untuk menginap di rumahnya, bukannya mahasiswa yang juga punya kesibukan sendiri di luar perkuliahan.

Teman saya itu mengaku sejujurnya memang terlampau segan kepada dosen tersebut hingga tak kuasa menolak jika dimintai tolong sampai-sampai membuat pekerjaannya yang seharusnya selesai tepat waktu menjadi terbengkalai.

Menjemput anak di TK sedang ia sibuk mengajar atau ada urusan di kampus

Pernah beberapa kali saat kami masih di kampus, Bunga dimintai tolong menjemput anaknya di TK sebab beliau sedang mengajar mata kuliah atau ada urusan lain di kampus. Saya sampai mengernyitkan dahi melihat permintaan dosen yang satu ini. 

Jadi selama ini bagaimana manajemen antar jemput anaknya yang masih sekolah itu? Atau minimal jika ia tidak sempat dan istrinya sedang ada kesibukan, kan ada ojek online. 

Kita sedang berada di salah satu kota besar, ibukota provinsi. Hanya tinggal mengotak-atik gawai, ojek online sudah stand by menjemput anaknya dan tidak perlu merepotkan mahasiswa.

Gotong royong pindahan dan bersih-bersih rumah

Benar sih moto gotong royong mesti dikedepankan, tapi ya itu di prodi bukan untuk keperluan pindahan dan bersih-bersih rumah dosen juga ya. 

Sesekali saya pernah diajakin untuk membantu pindahan dan bersih-bersih rumah dosen ini, dengan tegas saya menolak meski saat itu sedang weekend. 

Rutinitas perkuliahan dan berbagai agenda di kampus sudah membuat saya cukup lelah, pun tidak ada keharusan saya mesti membantu dosen tersebut pindahan rumah.

Bunga bercerita, walau perempuan di sana mereka angkat-angkat , springbed,meja makan, sofa tamu dan banyak lagi. Ampun deh, sudah berasa jongos bukan mahasiswa lagi. Untungnya saya bersitegas gak ikutan, tapi ya merasa kasihan juga teman-teman saya.

Sekian, semoga modelan dosen seperti ini hanya ada di kampus saya dan segera mendapatkan hidayah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun