Pada 21 Maret 2023, Rapat Paripurna DPR ke 19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023 di kompleks parlemen. Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah disahkan. Dengan suara 285 setuju dan 95 suara menolak dari total rapat yang dihadiri 380 anggota dewan.
Penerbitan Perppu Ciptaker: Cacat Hukum
Kewenangan Pemerintah menerbitkan sebuah Perppu sebenarnya telah diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Presiden diberikan kewenangan subjektif untuk menetapkan Perppu jika terdapat kegentingan memaksa. Ketentuan ini diperkuata dan diatur lebih lanjut dalam Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009.
Berdasarkan Putusan MK tersebut, ada tiga syarat sebagai parameter adanya kegentingan yang memaksa bagi Presiden untuk menetapkan Perppu, yaitu:
1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang
2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai
3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang
secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Saat ini, tidak ada urgensi yang dapat membuat Presiden mengeluarkan Perppu terkait UU Cipta Kerja. Dalam bagian penjelasan Perppu Ciptaker, tujuan diterbitkannya peraturan tersebut antara lain untuk meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha serta meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.
Sebaliknya, saat tahap pembahasan hingga pengesahan UU tersebut, berbagai daerah justru secara masif dan kompak menyatakan keberatannya. Melihat kondisi tersebut, unsur “kebutuhan mendesak” sama sekali tidak terpenuhi untuk menjustifikasi penerbitan Perppu ini.
UU Cipta Kerja dan berbagai peraturan terkait lainnya juga sejatinya masih berlaku hingga September 2023 sehingga tidak terjadi kekosongan hukum. Selain itu, ancaman global dan stagflasi sebagaimana disebutkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto sangat tidak relevan. Adanya guncangan ekonomi akibat situasi global bersifat kontradiktif dengan pernyataan pemerintah melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengenai amannya kondisi ekonomi Indonesia dalam menghadapi ancaman resesi 2023.