Mohon tunggu...
Suara Merdesa
Suara Merdesa Mohon Tunggu... -

Mengabdi desa, Menyuarakan yang tak terungkap.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengungkap Celah 'Permainan' Kemendes dalam Seleksi Pendamping Desa 2016 (Bagian 2)

24 Mei 2016   13:02 Diperbarui: 24 Mei 2016   16:55 2823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Noda perekrutan pendamping desa 2015 diulas Metro Realitas"][/caption]

Rencana seleksi pendamping desa 2016 oleh Kemendes semakin dimatangkan. Pasca penutupan tahap pendaftaran pada 16 Mei 2016 lalu, kini pengumuman seleksi tes tulis mulai mendekati hari. Dalam beberapa kesempatan, pihak Kemendes terus meyaqinkan publik bahwa seleksi tajun ini akan berjalan lebih baik dan transparan.

Namun Benarkah apa yang dikatakan kemendes itu. Benarkah seleksi pendamping desa tahap 2 tahun 2016 ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya yang menghasilkan kader-kader partai dan pekerja sampingan? Ataukah justru seleksi tahap dua ini menjadi etape akhir dari skenario bumi hangus pendamping desa dari Eks PNPM? Ternyata tidak.

Pada ulasan sebelumnya telah nampak adanya celah-celah yang berpotensi besar menjadi ajang 'permainan' orang dalam Kemendes dalam seleksi pendamping desa. Lebih lanjut baca : Mengungkap Celah 'Permainan' Kemendes Dalam Seleksi Pendamping Desa 2016 Bagian 1

Celah berikutnya yang mengindikasikan potensi permainan dalam seleksi pendamping desa 2016 adalah:

4. Seleksi tanpa ada tahapan focus group discussion (FGD)

Pada seleksi pendamping Desa 2015, Kemendes banyak disorot publik karena mencabut tahapan Focus Group Discoussion (FGD) dan pelatihan dalam seleksi aktif pendamping desa. Penghapusan FGD ini diduga kuat karena motif meloloskan calon-calon yang tidak qualivied dan minim pengalaman. ( Baca disini )

Meski tahun lalu menuai protes akibat menghapus FGD, namun tidak serta merta menjadikan kemendes mengevaluasi diri. Pada seleksi pendamping desa 2016 kali ini, kemendes tetap tidak menggunakan FGD sebagai salah satu tahapan seleksi.

Menilik Permendesa nomor 3 tahun 2015 tentang pendamping desa, pasal 24 menyebutkan bahwa kompetensi pendamping Desa sekurang-kurangnya memenuhi unsur kualifikasi yang salah satunya mampu melakukan teknik fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat Desa dalam musyawarah Desa.

Manfaat seleksi FGD, selain untuk mengetahui kapasitas penguasaan materi, juga dapat menguji Tingkat kemampuan teknis peserta dalam memfasilitasi diskusi kelompok dan musyawarah desa yang merupakan kualifikasi minimal bagi pendamping desa. Tanpa melalui FGD, tentu siapapun tidak dapat mengukur kemampuan teknis seseorang dalam memfasilitasi forum musyawarah desa.

Apakah Profesor di kemendes juga tidak membaca pasal 24 Permendesa Nomor 3 tahun 2015 yang merupakan produk peraturannya sendiri? Sehingga lalai mengukur kompetensi bidang kemampuan teknis fasilitasi muades melalui seleksi FGD. Atau jangan-jangan disengaja tidak ada FGD agar mereka yang belum pernah memfasilitasi pelaksanaan forum musyawarah bisa lolos? Atau biar tidak ada pengawasan partisipatif sesama peserta seleksi atas kemampuan masing-masing peserta, sehingga Jika ada yang lolos tidak akan mengundang kontroversi? Entahlah.

[caption caption="Permendesa No. 3 Th 2015 Ttg Pendamping Desa"]

[/caption]

5. Partisipasi Semu Perguruan Tinggi dan Pokja Masyarakat Sipil.

Kemendes terus mempopulerkan pendamping desa 2016 ini sebagai langkah maju. Hal ini karena pelaksanaan seleksi melibatkan 33 perguruan tinggi di 33 provinsi. Sebelumnya kemendes juga mengklaim telah melibatkan puluhan LSM yang tergabung dalam Pokja masyarakat sipil. Pelibatan perguruan tinggi dan LSM dalam seleksi pendamping desa sejatinya dimaksudkan untuk mengembalikan Citra kemendes yang rusak akibat carut marut seleksi pendamping Desa 2015.

Sayangnya pelibatan perguruan tinggi dan LSM dalam seleksi pendamping Desa 2016 hanya kamu flase belaka. Pelibatan mereka hanya sebatas event organizer di tahap pelaksanaan seleksi. Mereka tidak pernah dilibatkan pada proses awal perumusan prosedur pelaksanaan rekrutmen.

Juknis rekrutmen murni dirumuskan oleh internal kemendes tanpa ada keterlibatan perguruan tinggi maupun LSM. Meski demikian perguruan tinggi tetap senang. Arie Sudjito, staf pengajar di UGM, salah satu kampus yang dilibatkan dalam seleksi menyampaikan bahwa indikator transparansi seleksi adalah dengan membuka nilai seluruh peserta. Dia lupa bahwa transparansi terpenting bukan terletak pada hasil melainkan proses.

Alhasil perguruan tinggi yang terlibat dalam pelaksanaan seleksi hanya patuh terhadap petunjuk teknis yang telah ditetapkan kemendes. Lalu apa gunanya mereka dilibatkan jika tidak dapat memberi masukan sejak proses awal? Tiada lain tentu untuk memberi stempel atas hidden agenda kemendes dalam seleksi pendamping Desa 2016.

[caption caption="Surat salah satu perguruan tinggi tentang persiapan tempat ujian tulis pendamping desa"]

[/caption]

6. Tim 7, Tim Supeman

Jika informasi yang berkembang terakhir terkait jumlah pelamar pendamping desa mencapai 140 ribu pelamar, maka setidaknya propinsi rata-rata terdapat 4000 berkas yang harus diteliti oleh tim 7 pada tahap evaluasi kualifikasi pelamar. Sungguh pekerjaan yang teramat berat kecuali bagi manusia super.

Dengan beban tugas yang demikian berat Mampukah Tim 7, di mana 5 di antaranya berasal dari kalangan birokrat dan 2 orang dari perguruan tinggi mampu melaksanakan tugasnya dengan profesional?

Yang pasti manusia punya batas kemampuan. Jika beban yang diterima terlalu berat tentu Jangan berharap terlalu banyak siapa pun orangnya. Padahal di tahap evaluasi kualifikasi inilah sejatinya tahapan terpenting. Proses menghargai pengalaman dari para pelamar.

Bilamana seseorang bekerja diluar batas kemampuan maka pada titik tertentu bisa saja muncul pendekatan-pendekatan instan agar pekerjaan tersebut lekas Usai.

Dengan sederet celah-celah by desain tersebut, masihkah ada yang percaya kata manis elit Kemendes bahwa seleksi kali ini akan lebih baik dan menghasilkan pendamping yang berkualitas? Tidak akan lagi ada kader2 titipan dari partai sang menteri? Dan mereka yang lebih lama berproses juga akan dihargai sesuai kadar kemampuan dan oengalamanya? Waktulah yang akan membuktikan dan mencatatnya sebagai sejarah. Wallahu a'lam. (Selesai)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun