Pengakuan itu disampaikan Marwan Jafar menjawab pernyataan salah seorang kepala desa dari Kecamatan Aceh Jaya dalam pertemuan antara kepala desa dengan Menteri Desa PDTT dan Gubernur Aceh terkait dana desa di Ruang Serba Guna Kantor Gubernur Aceh, Selasa (3/5/2016).
Kades tersebut mengeluhkan, banyak pendamping desa, Khususnya di kabupatennya yang tidak berkualitas, sehingga pekerjaan yang dilakukaan untuk mendampingi desa tidak maksimal.
"Kalau kita tanya sama pendamping itu, selalu jawabannya tidak tahu," kata sang kades yang disambut tawa peserta lain.
Sayangnya Kemendes menutup mata atas kenyataan-kenyataan itu. Rencana seleksi pendamping desa tahap II terus dimatangkan, meskipun penolakan atas rencana itu terus berdatangan.
Sebelumnya, berdasarkan data terakhir dari aliansi 12.000 pendamping desa yang tergabung dalam Barisan Nasional Pendamping Desa (BNPD), telah ada 17 pemerintah provinsi yang bersurat ke presiden terkait dengan kisruh pendamping desa. Ke 16 provinsi itu antara lain provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Sumatra Barat, Lampung, Jambi, Aceh, Riau, Banten, Maluku, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Jatim, Kalimantan Barat dan Sumatra Barat.
Terakhir, daerah yang menolak seleksi atas pendamping desa dari Eks PNPM adalah Provinsi Sulawesi Tengah. Melalui surat tertanggal 16 Mei 2016 yang tandatangani Gubernur Longki Djanggola menuntut Kemendes agar rekrutmen pendamping desa dilakukan untuk mengisi lokasi kosong atau memenuhi kuota cadangan.
Namun Kemendes kelihatannya masih bergeming. Bahkan Jika sebelumnya, satker provinsi Masih dilibatkan pada tahap pengumuman, kini semua tahapan dikendalikan oleh satker Pusat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H