Sikap ini bertolak belakang dengan statemen Kemendes sebelumnya. Dalam beberapa kesempatan, Marwan Jafar menegaskan bahwa seleksi pendamping desa dilakukan oleh Satker Provinsi. Kemendes hanya membuat panduannya saja.
Kini Kemendes seperti menemui jalan buntu. Strateginya meninggalkan provinsi dalam proses rekrutmen pendamping desa malah menjadi bumerang. Sebagai program dekonsentrasi, Kemendes memang telah melampaui kewenangannya dengan merampas hak-hak Satker Provinsi sebagai pelaksana dekon. Pada saat provinsi menolak program dekonsentrasi tersebut, maka Kementerian tentu tidak dapat berbuat apa-apa.
Untuk dikatahui, berdasarkan amanah ragulasi, tugas pendampingan desa menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota. Dalam pendampingan ini, pemerintah dapat menggunakan tenaga pendamping profesional. Program P3MD ini adalah program dari pusat yg memanfaatkan tenaga pendamping profesional.
Namun tidak sedikit pula, daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten yang melaksanakan pendampingan desa dengan berbagai inovasi. Karena itu, daerah sebenarnya tidak banyak bergantung pada program pendampingan desa dari Kemendes ini, mengingat mereka juga memiliki program serupa.
Baca Juga:Â
Edan, Kemendes Mau Pecat 12.000 Pendamping Desa Berpengalaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H