Mohon tunggu...
Suara Merdesa
Suara Merdesa Mohon Tunggu... -

Mengabdi desa, Menyuarakan yang tak terungkap.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Buset, Begini Cara Kemendes Habisi 12.000 Pendamping Desa Berpengalaman

10 Mei 2016   21:07 Diperbarui: 14 Mei 2016   15:24 3045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Erani yang dulu begitu akademis itu berubah menjadi sangat politis. Sebagai leading sektor program pendampingan desa, tak pernah sekalipun ia bicara capaian pendampingan, melainkan hanya sibuk mencari alasan pembenar atas keputusan-keputusannya yang ubsurd dan jauh dari profesional.

Berikutnya keputusan kedua Erani juga tidak kalah bobroknya. Pada saat pendamping desa sedang fokus mendampingi desa utamanya jelang penyaluran Dana Desa Tahap I, Kemendes justru membuyarkan konsentrasi Pendamping Desa dengan mengeluarkan surat yang mendiskriminasi pendampingan desa.

Melalui logika dikotomik, Kemendes mencari-cari perbedaan pendamping desa yang kemudian dijadikan dasar dalam memperlakukan berbeda. Ada pendamping desa yang harus diputus kontrak karena dianggap belum kengikuti seleksi terbuka dan ada pendamping desa yang akan terus dilanjutkan karena telah mengikuti seleksi. Jika mereka yang dianggap belum mengikuti seleksi terbuka itu pendamping ilegal, kenapa Kemendes mengontrak mereka sejak 9 bulan terakhir ini?

Kemendes seakan lupa dengan surat tertanggal 31 Desember 2015 yang secara tegas menetapkan alih status fasilitator PNPM-MPd menjadi pendamping desa. Kemendes lupa bahwa 12 ribu orang ini juga telah dilauncing sebagai pendamping desa dalam seremoni yang gegap gempita pada tanggal 2 Juli 2015. Kemendes juga lupa bahwa yang memberikan pelatihan pembekalan dan pratugas kepada seluruh pendampung desa hasil rekrutmen 2015 adalah para pendamping desa peralihan Kemendagri ini.

Kemendes lupa bahwa para pendamping desa yang ingin disingkirkan ini dilimpahkan dari Kemendagri ke Kementerian Desa, bersamaan dengan pelimpahan program dan pendanaannya, melalui berita acara serah terima (BAST) yang legal.

Sebelum Kemendes mengambil keputusan, desakan dan
Tidak cukup sampai disitu, Menteri Desa, Marwan Jafar dan Dirjen PPMD, Erani Yustika menuduh bahwa Pendamping desa dari Eks PNPM meminta dikontrak hingga 5 tahun. Tuduhan permintaan Eks PNPM itu pertama kali disampaikan dalam konferensi pers sehari jelang aksi nasional BNPD.  

"Justru kami yang memberikan pekerjaan kepada mereka (Eks PNPM). Tiba-tiba mereka ini ngotot minta diperpanjang lagi selama lima tahun tanpa diseleksi. Ini namanya sudah anarkis, mau-maunya sendiri," tuduh Menteri Marwan dalam konferensi persnya di kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kalibata, Minggu, (10/4). 

Tuduhan Eks PNPM tuntut kontrak 5 tahun terus diylang-ulang dalam berbagai kesempatan dan digoreng secara konspiratif untuk merusak kredibilitas pendamping desa di mata publik. Terakhir, tuduhan yang sama disampaikan Menteri Desa, Marwan Jafar dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V. "Tuntutan pekerja PNPM selama 5 tahun sangat tidak fair dan melanggar undang-undang" kata Marwan dihadapan Komisi V, Senin (18/4).

Belakangan diketahui, permintaan kontrak 5 tahun itu justru muncul dari kelompok pendamping desa hasil seleksi 2015 yang berdemo karena digerakkan oleh oknum Kemendes. Mereka tidak terima dengan model kontrak tahunan dan menuntut di perpanjang hingga 5 tahun.

"Pendamping desa yang direkrut pada Tahun 2015 agar dapat dipertahankan karena sudah melalui proses rekrutmen dan menghabiskan waktu dan SK pendamping diperpanjang dengan konsep SK 5 Tahun, tidak 1 tahun sekali seperti sekarang" bunyi tuntutan pendemo sebagaimana dikutip swarnajambi.com.

Atas konspurasi itu, 12 ribu Pendamping desa juga tidak tinggal diam. Melalui Barisan Nasional pendamping Desa (BNPD) juga melakukan perlawanan dengan gelar Aksi Nasional. Pasca aksi nasional, serentetan advokasi juga terus dilakukan ditingkat daerah. BPDP dimasing-masing daerah berhasil memberikan penjelasan yang lebih utuh kepada pemeribtah daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun