Mohon tunggu...
Suara Merdesa
Suara Merdesa Mohon Tunggu... -

Mengabdi desa, Menyuarakan yang tak terungkap.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Buset, Begini Cara Kemendes Habisi 12.000 Pendamping Desa Berpengalaman

10 Mei 2016   21:07 Diperbarui: 14 Mei 2016   15:24 3045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih lanjut, Kemendes diduga memprakarsai kemunculan Ormas abal-abal yang mencatut rakyat Gorontalo guna mendukung keputusan kemendes yang mendiskriminasi pendamping desa. Ormas yang mengatasnamakan Jaringan Organisasi Untuk Kebangkitan Desa ini berkirim surat kepada Presiden Jokowi untuk mendukung keputusan Kemendes.

Ormas yang diketuai Yuyun Antu ini menuduh pendampung desa dari pelimpahan Kemendagri telah melakukan pemaksaan kepada aparat Desa untuk melakukan Desain dan RAB Kegiatan Fisik Di Desa hanya karena nilai materi. Sayangnya tuduhan itu tidak disertai bukti sama sekali.

Menanggapi pernyataan Yuyun, Tokoh lokal Gorontalo dari Kabupaten Boalemo, Apan Kamzah bereaksi keras. Apan menuding Yuyun Antu telah melakukan fitnah dan kebohongan publik. "Justru yang cakap mendampingi desa itu teman-teman pendamping dari eks PNPM. Jadi jangan suka memfitnah" katanya.

Kemunculan ormas yang diketuai Yuyun juga membuat Apan kaget. Pasalnya, ormas yang diketuainya itu sebenarnya tidak pernah ada di Gorontalo. "Ini ormas dari mana kok tiba-tiba mengklaim atas nama rakyat Gorontalo? Ini ormas ilegal. Jadi ga usah didengar" tambahnya.

Belakangan statemen Yuyun Antu ternyata tidak lepas dari kiprahnya di Kabupaten Boalemo yang dikenal memiliki kedekatan dengan partai tertentu.

"Setau saya Yuyun Antu itu sekretaris Ansor disini. Dia dekat dengan orang-orang PKB. Jadi kalo dia dukung Kemendes yang dipimpin orang PKB, itu wajar. Tapi ya jangan bawa-bawa rakyat gorontalo dong. Ini cara-cara culas" tegas Apan.

Selain giat komentar di media masa, mereka ini juga aktif di group-group jejaring sosial Facebook yang dihuni para pendamping desa. Sayangnya saat ditelusuri profil dan aktifitasnya di facebook, nampak bahwa mereka juga memiliki afiliasi politis yang tidak jauh dari sang menteri yang dibelanya. Bahkan, tidak sedikit akun anonim yang diduga dioperatori oleh oknum-oknum seknas pendamping desa yang sengaja dipakai untuk membuly pergerakan para pendamping desa.

Disamping jejaring konspiratif dari pihak eksternal, internal elit Kemendes juga terus menebar provokasi dan keputusan-keputusan kolutif. Aroma kolutif dari internal Kemendes, pertama kali tercium saat Dirjen PPMD, Profesor Erani Yustika mencabut tahapan Focus Group Discoussion (FGD) dan pelatihan dalam seleksi aktif pendamping desa tahun 2015.

Melalui surat Nomor : 184/DPPMD.1/Dit.V/VII/2015 Tanggal : 15 Juli 2015, Kemendes mencabut panduan seleksi yang diluncurkan 3 bulan sebelumnya, tnggal 27 Maret 2015 pada saat Dirjen PPMD masih dijabat Suprayoga Hadi.

Bagi yang terbiasa dengan dunia pemberdayaan, seleksi FGD menjadi cara paling obyektif dalam mengukur kapasitas seseorang. Peserta dikelompokkan dalam 10-15 orang dan masing-masing akan pempresentasikan pemahamannya tentang tema yang dipilih. Setelah presentasi, peserta lain akan bertanya dan memberikan tanggapan. Dengan cara ini, peserta yang tidak menguasai materi dan tidak terbiasa berbicara di depan forum, dipastikan akan kelabakan dan otomatis gugur. FGD juga akan menseleksi calon yang tidak berpengalaman. Kuat diduga, penghapusan tahapan ini dilakukan untuk mengamankan calon-calon pendamping desa yang minim kapasitas dan pengalaman.

Erani yang dikenal tokoh akademisi fenomenal, jebolan S3 University of Göttingen Jerman ini justru menjadi gagal paham dengan konsep-konsep pemberdayaan masyarakat. Diberbagai media, Dirjen PPMD ini terus berusaha membenturkan PNPM dengan UU Desa dengan argumentasi yang serampangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun