Mohon tunggu...
Maria Yasinta Deme
Maria Yasinta Deme Mohon Tunggu... Dosen - accounting lecturer

Hobby Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Indonesia Merdeka, Hatiku Terjajah: Sebuah Refleksi di Tengah Kebebasan Semu

17 Agustus 2024   00:00 Diperbarui: 17 Agustus 2024   00:05 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Prolog

Hari ini, tanggal 17 Agustus, kita merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-79. Bendera Merah Putih berkibar gagah di setiap sudut negeri, lagu kebangsaan menggema di setiap penjuru, dan semangat patriotisme membara di dada setiap warga negara. Namun, di tengah gegap gempita perayaan ini, ada sebuah pertanyaan yang mengusik hatiku: Sudahkah kita benar-benar merdeka?

Kemerdekaan, bagi saya, bukan hanya sekadar bebas dari penjajahan fisik. Kemerdekaan sejati adalah ketika kita mampu melepaskan diri dari belenggu mental, budaya, dan ekonomi yang menghambat kemajuan bangsa. Kemerdekaan sejati adalah ketika setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Kemerdekaan sejati adalah ketika kita mampu berdiri tegak di atas kaki sendiri, tanpa bergantung pada bantuan asing.

Sayangnya, setelah 79 tahun merdeka, kita masih jauh dari cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnya. Kita masih terjajah oleh mentalitas inferior, budaya konsumtif, dan sistem ekonomi yang tidak berkeadilan. Kita masih terjebak dalam lingkaran kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.

Tulisan ini adalah sebuah refleksi pribadi tentang kondisi bangsa kita saat ini. Saya ingin mengajak Anda semua untuk merenung bersama, sudah sejauh mana kita melangkah menuju kemerdekaan yang sesungguhnya? Sudahkah kita mampu melepaskan diri dari belenggu penjajahan modern? Atau, kita masih terjebak dalam mimpi indah kemerdekaan semu?

Belenggu Mentalitas Inferior

Salah satu belenggu terbesar yang menghambat kemajuan bangsa kita adalah mentalitas inferior. Kita sering merasa rendah diri dibandingkan bangsa lain, merasa tidak mampu bersaing di kancah internasional. Kita terlalu mudah terpengaruh oleh budaya asing, menganggap segala sesuatu yang berasal dari luar negeri lebih baik daripada produk dalam negeri.

Mentalitas inferior ini membuat kita kehilangan kepercayaan diri sebagai bangsa. Kita tidak berani bermimpi besar, tidak berani mengambil risiko, dan tidak berani melakukan perubahan. Kita lebih memilih untuk bermain aman, mengikuti arus, dan menerima apa adanya.

Padahal, bangsa kita memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, sumber daya manusia yang berkualitas, dan budaya yang kaya. Kita hanya perlu mengubah cara pandang kita, membuang mentalitas inferior, dan menanamkan rasa percaya diri yang tinggi.

Budaya Konsumtif yang Melumpuhkan

Belenggu lain yang menghambat kemajuan bangsa kita adalah budaya konsumtif. Kita terlalu mudah tergoda oleh iklan-iklan yang menawarkan gaya hidup mewah, barang-barang branded, dan makanan-makanan instan. Kita tidak lagi menghargai nilai-nilai kesederhanaan, kepuasan, dan kebersamaan.

Budaya konsumtif ini membuat kita menjadi boros, tidak hemat, dan tidak produktif. Kita menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak perlu, mengabaikan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Kita juga menjadi malas, tidak kreatif, dan tidak inovatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun