Apes benar nasib BUMN seperti Pertamina, PLN dan Bulog. Mereka mendapat penugasan khusus melayani rakyat. Misalnya, tidak boleh menjual BBM sesuai harga keekonomian, tidak diperkenankan menaikkan tarif listrik meski sudah tiga tahun lebih tidak melakukan penyesuaian, dan juga menjaga harga eceran tertinggi beras di tengah situasi nan terus berubah.
Mereka bekerja keras menghidupkan perusahaan untuk pelayanan rakyat. Tapi begitu pemerintah memberikan dana kompensasi atas pelayanan itu, bully-an pun muncul dari mana-mana.
Presiden Jokowi baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi COVID-19.
Dalam program PEN ini, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mendapatkan suntikan dana sebesar Rp 152,15 triliun.
Dana dari negara kepada BUMN plat merah itu diberikan dalam tiga skenario, yakni penyertaan modal negara (PMN), pembayaran kompensasi, dan dana talangan (investasi).
Rinciannya, PMN sebesar Rp 25,27 triliun diberikan kepada lima BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah, yakni:
- PT PLN (Persero) Rp 5 triliun
- PT Hutama Karya (Persero) Rp 11 triliun
- PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) Rp 6,27 triliun
- PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Rp 2,5 triliun
- PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Rp 500 miliar.
Sementara itu, untuk pembayaran kompensasi kepada tiga BUMN dengan total dana mencapai Rp 94,23 triliun diberikan kepada BUMN yang mendapatkan penugasan langsung oleh pemerintah, yakni:
- PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 48,25 triliun
- PT PLN (Persero) sebesar Rp 45,42 triliun
- Perum Bulog sebesar Rp 560 miliar.
Adapun dana talangan investasi diberikan pemerintah untuk BUMN yang telah ditunjuk oleh sebagai modal kerja perusahaan. Alokasi dana untuk investasi ini mencapai Rp 32,65 triliun dan akan terima oleh enam BUMN, yakni:
- Perum Bulog Rp 13 triliun
- PT Garuda Indonesia Tbk Rp 8,5 triliun
- PTPN Rp 4,0 triliun
- PT Kereta Api Indonesia Rp 3,5 triliun
- PT Krakatau Steel Tbk Rp 3 triliun
- Perum Perumnas Rp 650 miliar
Patut ditegaskan, PP Nomor 23 Tahun 2020 memang terkait Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi COVID-19, tapi dana kompensasi atas penugasan khusus diberikan kepada PLN, Pertamina dan Bulog karena hal itu seyogyanya dilakukan.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menegaskan, alokasi tersebut merupakan kompensasi atas penugasan pemerintah kepada Pertamina.
"Sesuai dengan laporan keuangan, terdapat piutang pemerintah atas penugasan dari 2017 yang dijadwalkan dibayar pemerintah di tahun-tahun berikutnya," ungkap Fajriyah.
Pemerintah memiliki utang ke Pertamina sebesar Rp 41,6 triliun. Utang tersebut berasal dari kompensasi dari pemerintah ke Pertamina yang telah menjual harga BBM premium dan solar di bawah harga keekonomiannya.
Berita ini membuat rumor berkembang, bahwa dana itu semacam bantuan ke BUMN agar bisa bergeliat lagi: menjalankan usaha, mendapatkan profit, dan memberikan sumbangan pendapatan gede ke negara. Padahal, bukankah BUMN sepatutnya sudah harus untung dan tak disubsidi negara? Apalagi di saat harga minyak dunia lagi turun seperti saat ini.
Sesungguhnya, soalnya tak pernah sesederhana itu. Istilah bantuan kurang cermat dipakai untuk membungkus penggelontoran duit triliunan rupiah itu. Jelas-jelas terminologinya adalah 'kompensasi'.
Tapi, ya gitu. Karena dikucurin pas lagi pandemi gini, jadi dikirain itu bantuan.
Dari duit yang dikucurin ke BUMN, Pertamina kebagian 40 triliun rupiah. Duit ini sebetulnya bukan bantuan. Karena, kalau rajin sedikit membaca laporan keuangan Pertamina, ada piutang pemerintah atas penugasan dari 2017 yang dijadwalkan dibayar pemerintah di tahun-tahun berikutnya.
Pemerintah memiliki utang ke Pertamina sebesar Rp 41,6 triliun. Dalam akuntansi, memang ini istilahnya utang sih. Utang itu berasal dari kompensasi dari pemerintah ke Pertamina yang telah menjual harga BBM premium dan solar di bawah harga keekonomiannya.
Jadi, dengan atau tanpa adanya pandemi pun, utang itu harus dibayarkan Pemerintah ke Pertamina. Itu udah ada aturannya, di UU BUMN tahun No 19 2003. Hal yang sama berlaku untuk PLN dan Bulog.
Kompensasi ini tak lantas membuat Pertamina harus menurunkan harga BBM. Kompensasi itu nantinya akan dipakai untuk membantu cashflow Pertamina yang terdampak signifikan akibat Covid-19, khususnya operasional Pertamina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H