Mohon tunggu...
Andayo Ahdar Notes
Andayo Ahdar Notes Mohon Tunggu... Freelancer - menulis, membaca satu paket untuk melihat bangsa

membaca dan menulis, semuanya penting. tuk menatap peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bunuh Diri Bukan Solusi

21 September 2022   09:49 Diperbarui: 21 September 2022   10:25 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://amp.kompas.com/

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa: 29).

 "Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula." (HR. Bukhari dan Muslim).

Maraknya kasus bunuh diri yang terjadi menghiasi pemberitaan di media massa,elektronik maupun media sosial menyedot perhatian publik. Hal yang sungguh miris, matinya jiwa dengan cara yang tidak elegan dan direstui. Berbagai masalah meliputi perihal kematian mereka. Beban hidup yang berat yang tak mampu diembannya sebagai manusia menjadi jalan untuk mengakhiri diri sendiri. 

Beragam komentar dan pendapat akan hal itu. Diantara komentar yang paling terbanyak adalah krisis iman, lemahnya aqidah hingga membahas masalah perilaku atau kebiasaan dari pelaku bunuh diri itu. 

Kebiasan-kebiasaan hidup yang melampaui batas kemampuannya seperti terlilit hutang. Hutang yang berlimpah tak mampu dibendung lagi. Imbasnya memilih jalan untuk mengakhiri hidup. Hutang yang berlimpah itu bisa jadi awalnya hanya sedikit namun berkembang bagaikan bunga yang bermekaran di musim semi.

Ya, hutang plus dengan interest (bunga) alias Riba. Prosesi pemimjaman yang memotong akal sehat namun tetap diminati oleh sebahagian orang. Bagaimana bisa uang bisa berkembang sedemikian rupa padahal ketika dipinjamkan uangnya utuh namun setelah dikembalikan melebihi bobot awal dari uang tersebut. 

Sekilas transaksi Ribawi itu adalah hal yang wajar terjadi karena kedua belah pihak saling bersepakat hitam diatas putih.  Hingga terjadilah pembengkakan hutang yang terbengkalai. Sisi lain sang pemberi utang merasa diuntungkan dengan kelebihannya. Itulah yang memang mereka harapkan. Jerat dari balas budi yang diberikannya. Membantu namun mencekik. 

Gaya hidup yang simple dan tergerusnya hati nurani dan mengikis ide serta menurunnya daya nalar dan apatah lagi tidak dibangun diatas pemahaman yang benar. Maka terjerumuslah anak manusia didalamnya. 

Masalah hutang  piutang merupakan sekelumit masalah yang menyebabkan bunuh diri marak terjadi, meski masih banyak masalah lain. Namun tetap menjadi perhatian khusus atasnya. 

Kejadian yang sungguh miris, pelaku bunuh diri yang merekam prosesi bunuh dirinya melalui rekaman suara yang dikirimkannya. 

Bapak ..

Saya bawa Anakmu

Agar tidak ada lagi yang menyusahkanmu...

Sisa anakmu yang besar kamu jaga,sayangi dia seperti anakmu yang kecil ini kamu sayangi..

Anak-anakmu yang kecil ini menunggumu di surga. Kalau saya tidak perlu kamu tunggu,. Saudara-saudaranya anakmu saja, bersama neneknya

Bapak semangatki', karena masih ada anakmu 2 orang ini yang aku tinggalkan sama kamu..

Biarlah yang kecil ini saya bawa, agar tidak menyusahkan kamu nanti..karena anakmu ini juga sering sakit..

Jika nantinya saya pergi, jangan takut untuk tetap tinggal dirumah ini, saya tidak akan menghantui dan mengganggumu

Silahkan tinggallah disini

Jika ada aneh-aneh yang kita lihat jangan takut dan tetaplah tinggal..

Gelap penglihatanku

Saya sudah minum racun

Anak-anakmu juga sudah pergi 

Saya mendahulukan anakmu pergi agar lebih nyaman menunggumu disurga, karena anak-anakmu ini tidak ada dosa-dosanya ..

Jadi saya membawanya karena kamu sangat menyayangi anak-anakmu.Sebenarnya saya sudah tidak tahan menjalani semua ini, daripada saya lebih sakit lagi karena Hutang Piutang  ini..

Sudah saya catat tagih dan bayarlah, orang-orang ini baik-baik semuaji

Seharian ini saya memikirkannya

Karena hari ini saya janji untuk keluarkan emasnya Hj. Dahlia tetapi tidak adapi...

Saya Minta maaf sama Bapak

Saya sangat menyayangimu

Sayangi juga anak anakmu

Dan jangan terlalu memikirkan anak anakmu ini yang pergi, karena mereka akan menunggumu disana. Tidak usaha terlalu memikirkannya lagi..

Sudah mulai gelap penglihatanku

Pak saya minta maaf

Sebenarnya niat saya ingin selalu bersamamu, tetapi apa boleh buat...

Anak anakmu sudah pergi...

Pergi ke surga menunggumu disana

Pergilah ke kak Amir, saya sudah bicara subuh tadi, minta tolong sama dia karena dia orang baik.. Pasti dia tolong kamu..

Saya bohongi kamu, bilang nanti akan diberi uang sama Ikka. Karena tidak tahu bagaimana lagi cara saya, seharian saya berpikir teruss..

Ya Allah..uhuhuhu...(mengatur Nafasnya)..

Maafkan Hambamu..

Maafkan Hambamu..

Voice Note dimatikan kemudian gantung diri

Penerjemah : Ibhe Ananda

Bunuh diri namun sebelumnya membunuh anak-anaknya tercinta. Kasus demi kasus bunuh diri kian hari kerap hadir ditengah-tengah kehidupan kita. Jumlahnya pun kian bertambah. Mengapa hal demikian bisa terjadi???. 

Merosotnya keimanan dan tata hidup yang tidak bersandar kepada sang pencipta hingga hilangnya kesadaran akan hak hidup atas dirinya. Masalah kejiwaan yang sesungguhnya berasal dari diri mereka sendiri disamping juga pada lingkungannya.

Maka disinilah  pentingnya untuk bersosialisasi, bergaul dan mencari kesibukan positif serta selalu berbagi dalam suka dan duka kepada orang-orang yang baik.  Dan juga saling menasehati untuk sebuah perbaikan dan perubahan. Memang di era kekinian sangat dibutuhkan trauma healing untuk pemulihan emosi atas beban masalah yang dihadapi. 

Semisal memperbanyak istighfar serta mempererat silaturrahim,berkumpul dengan orang-orang yang baik dan saling memberi motivasi hidup dan yang paling terpenting menjaga ibadah dan  berserah diri kepada sang Ilahi. padaNYA-lah tempat curhat yang terbaik serta meminta ampunan dan pertolongannya.

Bagi kita yang masih bernafas ini, mari mengambil hikmah atas kejadian maraknya bunuh diri. Bunuh diri bukanlah solusi malah menjadi masalah kemanusiaan yang sungguh tragis.

Selanjutnya jauhkan sifat yang hanya mementingkan diri sendiri dengan berprinsip " saya, saya, kau,kau". Prinsip yang saling tidak mempedulikan satu sama lain. Teringat di era Orde baru yang menggalakkan semangat gotong royong, tepo seliro yang memperkokoh persaudaraan.

 Di era itu isu-isu sara sangat gencar disebarkan namun bisa dilalui dengan semangat -seamangat itu. Meskipun munhgkin di era itu ada juga yang bunuh diri. Akan tetapi itulah upaya yang terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun