Ilmu pengetahuan atau sains berkembang  dengan pesat diera milenial. Selalu saja ada informasi penemuan ilmiah dan inovasi dari produk sains tersebut.Â
Hadirnya memberi dampak pada budaya dan perilaku. Sains pun dijadikan sebagai tolak ukur dari perkembangan zaman dan kemajuan suatu negeri.Â
Meski para saintis (ilmuan) terus mengembangkan penelitiannya. Namun produk sains sudah terterima di masyarakat sebagai bagian dari gaya hidupnya tanpa mereka sadari. Seperti perkembangan Teknologi Informasi, sains terapan, sains dibidang humaniora (hukum, sosial,budaya,ekonomi) dan lainnya.
User atau pengguna sains datang dari beragam manusia. Baik dari tingkatan umur, pendidikan, ras maupun status sosialnya. Mereka begitu tergantung pada produk sains tersebut. Sains yang dikuatkan dengan melahirkan teori yang dipatenkan dengan fomulasi atau populer dengan istilah rumus.Â
Dalam prosesnya ada data yang valid sebagai penyusun bangunan sains tersebut. Valid berarti jelas dan jujur dalam prosesnya. Kejujuran ilmiah memberikan habit bagi ilmuan untuk selalu berhati-hati dalam meneliti. Hingga bisa menjadi sikap dasar baginya karena terlatih pada saat mengolah, menafsirkan data hingga menyimpulkannya dan menjadi landasan teori untuk penelitian selanjutnya.Â
Sains yang sejatinya memberi manfaat bagi manusia namun kerap terjadi masalah pada saat pengaplikasiannya terutama saat digunakan sebagai dalil dalam pengujian terhadap suatu kasus. Maka sains acapkali menjadi 'terdakwah' dalam beberapa kasus.Â
Semisal malpraktek dalam dunia medis pun dibidang hukum, Â sosial, ekonomi dan pendidikan. Contoh Malpraktek dibidang Sosial ekonomi adalah praktek korupsi sedangkan dibidang hukum : mempermainkan dalil hukum untuk meloloskan perkara yang sudah diketahui secara umum bahwa itu suatu kejahatan yang nyata.
Penyalagunaan sains biasa terproyeksi dalam bentuk imajinasi berupa film. Sebagai contoh kisah seorang ilmuan yang kecewa dan sakit hati dan akhirnya melakukan riset untuk melawan dunia.Â
Kisah tersebut banyak kita jumpai dari film-film bergenre super hero. Sebagai contoh kisah Superman, Spiderman, dan man-man lainnya yang menampilkan seorang tokoh ilmuan antagonis. Begitulah imajinasi mereka untuk menarik orang agar merefresh diri dan larut dalam hiburan tontonan.Â
Dalam kehidupannya nyata mungkin saja ada yang demikian halnya. Akan tetapi lebih banyak yang mampu membawa manfaat bagi ummat manusia. Membawa perubahan pola hidup dan kebiasaan-kebiasan yang baik. Meski demikian tidak serta merta menjadikan sains sebagai salah satu tolak ukur manusia dalam bertindak. Ada aspek lain yang justru sains harus lebih didekatkan dengannya. Aspek Spritual. Keyakinan akan adanya pemberi sebab atas segala sesuatunya.Â
Disuatu ketika sewaktu kami masih berstatus mahasiswa Arkeologi. Sebahagian dari kami sudah ada yang terlihat kecenderungan saintis pada dirinya. Dan mereka pun mulai terasuki dalam pola hidup 'ilmiah' tersebut.Â
Sibuk dengan buku-buku teori, terlibat dalam penelitian ilmiah dari sang dosen. Hingga suatu ketika saat refresh dan waktu untuk menunaikan shalat. Kami pun mengajaknya. Tapi beliau berkata. " maaf saya sudah tidak lagi melakukan ritual primitif itu". Kami tercengang, apa maksud dari perkataanya itu. Apakah bercanda atau serius. Entahlah.
Ternyata larut dalam sains harus menyiapkan mental, hati dan pikiran yang jernih. Agar tidak terpedaya oleh sains yang kita geluti. Sains tidak pernah berbohong dalam prosesnya.Â
Namun para pengguna dan aktifisnyalah yang perlu untuk cermat dan bijak, Â salah satu contoh saintis yang banyak memiliki pengikut dan pengaruh yaitu Stephen Hawking.fisikawan yang tak percaya akan adanya Tuhan (atheis). Dalam larutnya dengan fisika, Stephen Hawking lebih meyakini idea-ideanya daripada keberadaan Tuhan sebagai pencipta semesta.Â
Kontroversi pun mewarnai kancah sains. Dan banyak pula yang sainstiis yang mantap dengan berkeyakinan sesuai dengan apa yang diyakininya (agama).Â
Moralitas dan spritualitas adalah dua hal yang saling memenuhi. Sains pun harus memiliki aspek tersebut. Sains menawarkan mentalitas yang berpegang teguh pada unsur-unsur ilmiah. Obyektif, Sistematis dan bisa diterima oleh semua orang. Jika seandainya setiap manusia memahami sains sebagai bentuk keberkahan ilmu dan memberi manfaat maka akan bertambahlah keimanan mereka. Dan sains bisa menjadi wasilahnya.
"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (H.R. Bukhari).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H