Kabar kematiannya membuat kalbuku bergetar tak karuan. Saya berusaha membendung kesedihanku. Namun tak sanggup. butiran bening air mataku meleleh membasahi pipi.Â
Tangisanku pecah bukan menyesali kepergiannya, tapi memori indah sesama penuntut ilmu begitu melekat saat dia di dunia fana ini .
"Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia dan maafkanlah dia, Ya Allah karuniakanlah dia surga dan selamatkanlah dia dari azab kubur dan azab neraka"
Semoga keluarga yg ditinggalkan di beri kesabaran
Wafatnya Abdullah Mahir dan Zainuddin, bertanda kalau antrian miliaran manusia dan makhluk lain di ujung terminal kematian makin sesak. Â Saya dan kalian ada dibarisan antrian. Langkah-langkah kita semakin dekat di koridor jemputan kematian.
"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya". (QS Ali Imran : 145).Â
Selama penantian di terminal  fana ini, kita dihadapkan pada dua kelompok manusia dengan tindak tanduk atau prilaku yang berbeda.Â
Kelompok pertama,  manusia yang mempertontonkan  kecongkakan,  kekafiran,  kemunafikan, menjauhkan diri dari agamanya, berlomba mengumpulkan dan memamerkan harta kekayaan,  jabatan, kezaliman dan banyak lagi perbuatan yang melawan aturan sang pemilik terminal, Allah SWT. Jumlah mereka banyak, banyak, dan banyak sekali.Â
Mereka saling berebut lahan dan merusak dan mengotori fasilitas terminal. Mereka lupa pemilik lahan Allah SWT melalui para pembantunya, yakni para malaikat akan menjemput mereka untuk dimintai pertanggungjawaban.Â