Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pergantian Tahun Baru Viral

2 Januari 2025   07:59 Diperbarui: 2 Januari 2025   07:59 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://asset-2.tstatic.net/medan/foto/bank/images/Puisi-Menyambut-Pergantian-Tahun-Baru-2025.jpg

Kratominus duduk termenung di bawah pohon beringin besar di tengah lapangan desa. Bayangan sore mulai memanjang, menandakan waktu akan segera berganti malam.

Dalam heningnya, ia merenungi sesuatu yang membuat benaknya dipenuhi berbagai kenangan. Ia bergumam dalam hati, mengingat hari-hari yang telah berlalu dalam hidupnya.

"Waktu itu aneh," pikir Kratom. "Hari demi hari berlalu, membentuk minggu, bulan, tahun, windu, dekade, bahkan abad serta milenium. Tapi entah kenapa, tahun dan milenium selalu terasa lebih istimewa."

Satu hal yang dia ingat betul, yaitu tentang penyerahan Hongkong kepada China, itu terjadi beberapa tahun sebelum pergantian millenium. Penyerahan Hong Kong dari Inggris kepada China tidak terjadi pada waktu pergantian milenium baru. Penyerahan tersebut berlangsung pada 1 Juli 1997, yaitu beberapa tahun sebelum pergantian milenium yang terjadi pada 1 Januari 2000.

Penyerahan ini dilakukan sesuai dengan perjanjian antara Inggris dan China yang dikenal sebagai Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris. Dalam perjanjian itu, Inggris setuju mengembalikan Hong Kong ke China setelah masa sewa 99 tahun yang dimulai pada 1898 untuk wilayah New Territories.

Pada saat penyerahan, Hong Kong menjadi Daerah Administratif Khusus di bawah prinsip "satu negara, dua sistem," yang dirancang untuk menjamin otonomi tertentu di wilayah tersebut hingga setidaknya 2047.

Jadi, meskipun penyerahan Hong Kong adalah peristiwa besar dalam sejarah modern, itu tidak bertepatan dengan momen pergantian milenium baru.

Ia mengusap dagunya yang dihiasi janggut tipis, merenungkan perayaan-perayaan besar yang selalu terjadi di setiap pergantian tahun dan milenium. Sebagian orang menantikan hari-hari itu dengan antusiasme yang meluap-luap, sementara sebagian lagi lebih memilih untuk diam atau bahkan mengkritiknya.

"Kenapa mereka selalu ribut soal perayaan itu?" Kratominus bergumam lagi, kali ini terdengar oleh Taryo, tetangganya, yang baru saja datang membawa setumpuk kayu bakar.

"Apa yang kau gumamkan, Kratom?" tanya Taryo sambil duduk di sampingnya. "Kau kelihatan sangat serius."

"Ah, hanya memikirkan pergantian tahun dan milenium, Taryo. Kenapa selalu ada yang merayakannya dengan meriah, sementara yang lain sibuk menyangkal atau memprotes?" jawab Kratom, menoleh ke arah Taryo.

Taryo tertawa kecil sambil meletakkan kayu bakarnya. "Itu memang selalu terjadi. Kau tahu sendiri, manusia punya banyak cara untuk memandang sesuatu. Tapi, kalau dipikir-pikir, apa yang sebenarnya membuat pergantian tahun dan milenium begitu istimewa menurutmu?"

Kratominus terdiam sejenak sebelum menjawab. "Mungkin karena itu seperti pengingat. Sebuah momen untuk berhenti sejenak, melihat kembali apa yang sudah terjadi, dan berharap ada hal yang lebih baik di depan."

Taryo mengangguk setuju. "Benar juga. Tapi, aku ingat saat pergantian milenium yang lalu, semua orang di desaku heboh sekali. Mereka berpikir dunia akan berakhir karena ada yang bilang teknologi akan gagal total, atau kiamat akan datang. Tapi lihatlah, kita masih di sini."

Kratominus tersenyum samar. "Ya, aku ingat itu. Ada yang panik, ada yang tertawa, tapi pada akhirnya, semua orang tetap merayakannya. Mereka menyalakan kembang api, makan bersama, bernyanyi, dan tertawa. Lucu rasanya, meskipun ada ketakutan, perayaan itu tetap terjadi."

Taryo memandang langit yang mulai gelap. "Kratom, mungkin itulah manusia. Kita selalu butuh alasan untuk berkumpul, untuk merasa optimis, bahkan ketika ada keraguan. Kalau tidak ada perayaan seperti itu, hidup ini bisa terasa sangat sepi."

"Tapi, bagaimana dengan mereka yang menolak?" tanya Kratominus penasaran. "Bukankah ada juga yang merasa pergantian tahun atau milenium itu tak ada artinya?"

"Ah, mereka punya alasan sendiri, tentu saja," jawab Taryo sambil mengambil sebatang kayu kecil untuk dimainkan di tangannya.

"Mungkin bagi mereka, waktu itu tidak penting. Atau mereka merasa perayaan itu hanya buang-buang energi. Tapi kau tahu, meskipun mereka menyangkal, mereka tetap hidup di tahun yang sama dengan kita, kan? Pada akhirnya, waktu menyatukan semua orang, suka atau tidak."

Kratominus mengangguk perlahan. Dalam benaknya, ia teringat kembali malam pergantian milenium terakhir. Saat itu, di alun-alun kota, ribuan orang berkumpul. Ia ingat bagaimana kembang api meledak di langit, menghiasi malam dengan warna-warni yang begitu indah. Di sudut lain, ada yang berdiri dengan wajah muram, tampak tak terkesan dengan kemeriahan itu.

"Waktu itu, aku melihat dua sisi manusia sekaligus," ujar Kratom. "Ada yang tertawa, ada yang diam. Tapi entah kenapa, aku merasa mereka semua merasakan hal yang sama di dalam hati mereka: sebuah harapan."

Taryo tertawa kecil. "Kau memang filosofis sekali, Kratom. Tapi kau benar. Harapan itu hal yang menyatukan kita, bahkan bagi mereka yang tidak percaya pada perayaan itu."

Percakapan mereka terhenti sejenak ketika suara azan terdengar dari kejauhan. Itu tanda waktu Maghrib telah tiba. Taryo berdiri sambil membawa kayu bakarnya.

"Aku harus pergi sekarang, Kratom. Tapi aku senang bisa berbincang denganmu. Jangan terlalu lama termenung di sini, ya!" katanya sebelum melangkah pergi.

Kratominus mengangguk sambil melambaikan tangan. Ia kembali duduk sendiri, memandang langit yang kini semakin gelap.

Malam itu, Kratominus memutuskan untuk berjalan ke rumah tetua desa, Pak Salim. Ia ingin mendengar pandangan orang tua itu tentang perayaan tahun dan milenium. Sesampainya di sana, ia disambut oleh Pak Salim yang sedang duduk di beranda, menghisap rokok daun sirihnya.

"Ada apa, Kratom? Tumben datang malam-malam begini," tanya Pak Salim sambil menyilakan Kratominus duduk.

"Saya hanya ingin bertanya sesuatu, Pak Salim. Tentang perayaan pergantian tahun dan milenium. Menurut Bapak, kenapa itu selalu dirayakan, meskipun ada yang menolak?"

Pak Salim tersenyum tipis, lalu menghembuskan asap rokoknya ke udara. "Kratom, pertanyaanmu itu sederhana, tapi jawabannya tidak mudah. Manusia itu makhluk yang selalu mencari makna. Perayaan seperti itu adalah cara mereka memberi arti pada waktu yang terus berlalu. Mereka tahu, tidak ada yang bisa menghentikan waktu, tapi mereka bisa mengisinya dengan sesuatu yang berarti."

"Tapi, bagaimana dengan mereka yang menyangkal atau memprotes?" tanya Kratominus lagi.

Pak Salim tertawa kecil. "Ah, mereka pun manusia, Kratom. Mungkin mereka menyangkal karena merasa perayaan itu bukan bagian dari keyakinan atau budaya mereka. Tapi kau tahu, meskipun mereka tidak merayakan, mereka tetap terpengaruh oleh pergantian waktu itu. Semua orang, pada akhirnya, hidup di bawah langit yang sama."

Kratominus mengangguk, merasa puas dengan jawaban itu. Ia menyadari bahwa perayaan tahun dan milenium adalah simbol. Bukan soal kembang api atau pesta semata, tapi tentang manusia yang selalu berharap akan hari esok yang lebih baik.

Mereka yang marah itu mungkin dikarenakan iri saja, mengapa pergantian tahun tidak berdasarkan budaya mereka. Itu sebenarnya lebih banyak karena disebabkan oleh keterbelakangan budaya mereka. Itu fakta dan memang menyakitkan, tetapi waktu tidak bisa dibalikkan lagi.

Keesokan harinya, Kratominus berjalan ke pasar, di mana ia mendengar pembicaraan para pedagang tentang tahun baru yang akan segera tiba.

"Sudah siap pesta nanti malam?" tanya seorang pedagang buah pada tetangganya.

"Tentu saja! Kami akan menyalakan obor di depan rumah dan membuat bubur kacang hijau. Anak-anak pasti senang!" jawabnya sambil tertawa.

Namun, di sudut lain, seorang pria tua dengan jubah lusuh menggelengkan kepala. "Semua itu hanya buang-buang waktu. Tahun baru? Tidak ada yang benar-benar baru. Kita hanya mengulang hal yang sama."

Kratominus mendekati pria itu. "Pak, kenapa Bapak berpikir begitu?"

Pria itu menoleh dan menatap Kratominus tajam. "Karena waktu itu ilusi, anak muda. Semua ini hanyalah hitungan manusia. Apa bedanya malam ini dengan malam kemarin? Hanya karena angka berubah, kau pikir dunia akan berubah juga?"

Kratominus terdiam, memikirkan ucapan pria itu. Tapi kemudian, ia berkata, "Mungkin angka itu tidak mengubah dunia, Pak. Tapi harapan yang muncul dari angka itulah yang membuat manusia terus berjalan."

Pria itu tersenyum samar, lalu berjalan pergi tanpa berkata apa-apa lagi.

Hari itu, Kratominus merasa semakin yakin bahwa perayaan tahun dan milenium adalah bagian dari perjalanan manusia. Bukan soal protes atau pengakuan, tapi tentang bagaimana manusia memberi makna pada waktu, berharap hari esok selalu lebih baik dari hari ini.

Karena setuju atau tidak, marah atau tidak, iri atau tidak, protes atau tidak, pergantian tahun tetap berlangsung dan kita juga semua menjalani hidup bersama di tahun yang sudah berganti itu.

Menikmati angin semilir yang sama untuk bernapas, menikmati pancaran sinar matahari yang sama untuk mengeringkan pakaian, menikmati gelapnya malam bersama untuk tidur. Tidak ada yang berbeda dari diri kita, yang menandakan manusia itu sama, bukan makhluk berbeda atau alien dari planet lain.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun