"Ah, hanya memikirkan pergantian tahun dan milenium, Taryo. Kenapa selalu ada yang merayakannya dengan meriah, sementara yang lain sibuk menyangkal atau memprotes?" jawab Kratom, menoleh ke arah Taryo.
Taryo tertawa kecil sambil meletakkan kayu bakarnya. "Itu memang selalu terjadi. Kau tahu sendiri, manusia punya banyak cara untuk memandang sesuatu. Tapi, kalau dipikir-pikir, apa yang sebenarnya membuat pergantian tahun dan milenium begitu istimewa menurutmu?"
Kratominus terdiam sejenak sebelum menjawab. "Mungkin karena itu seperti pengingat. Sebuah momen untuk berhenti sejenak, melihat kembali apa yang sudah terjadi, dan berharap ada hal yang lebih baik di depan."
Taryo mengangguk setuju. "Benar juga. Tapi, aku ingat saat pergantian milenium yang lalu, semua orang di desaku heboh sekali. Mereka berpikir dunia akan berakhir karena ada yang bilang teknologi akan gagal total, atau kiamat akan datang. Tapi lihatlah, kita masih di sini."
Kratominus tersenyum samar. "Ya, aku ingat itu. Ada yang panik, ada yang tertawa, tapi pada akhirnya, semua orang tetap merayakannya. Mereka menyalakan kembang api, makan bersama, bernyanyi, dan tertawa. Lucu rasanya, meskipun ada ketakutan, perayaan itu tetap terjadi."
Taryo memandang langit yang mulai gelap. "Kratom, mungkin itulah manusia. Kita selalu butuh alasan untuk berkumpul, untuk merasa optimis, bahkan ketika ada keraguan. Kalau tidak ada perayaan seperti itu, hidup ini bisa terasa sangat sepi."
"Tapi, bagaimana dengan mereka yang menolak?" tanya Kratominus penasaran. "Bukankah ada juga yang merasa pergantian tahun atau milenium itu tak ada artinya?"
"Ah, mereka punya alasan sendiri, tentu saja," jawab Taryo sambil mengambil sebatang kayu kecil untuk dimainkan di tangannya.
"Mungkin bagi mereka, waktu itu tidak penting. Atau mereka merasa perayaan itu hanya buang-buang energi. Tapi kau tahu, meskipun mereka menyangkal, mereka tetap hidup di tahun yang sama dengan kita, kan? Pada akhirnya, waktu menyatukan semua orang, suka atau tidak."
Kratominus mengangguk perlahan. Dalam benaknya, ia teringat kembali malam pergantian milenium terakhir. Saat itu, di alun-alun kota, ribuan orang berkumpul. Ia ingat bagaimana kembang api meledak di langit, menghiasi malam dengan warna-warni yang begitu indah. Di sudut lain, ada yang berdiri dengan wajah muram, tampak tak terkesan dengan kemeriahan itu.
"Waktu itu, aku melihat dua sisi manusia sekaligus," ujar Kratom. "Ada yang tertawa, ada yang diam. Tapi entah kenapa, aku merasa mereka semua merasakan hal yang sama di dalam hati mereka: sebuah harapan."