Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Sesampainya di rumah, ketika ia membuka karung beras yang dibeli, ia dikejutkan oleh sesuatu yang tidak diduga-duga.
Beras itu tidak seperti beras yang biasa ia beli. Warnanya kusam, ada banyak butiran pasir halus yang bercampur di dalamnya, bahkan ia menemukan beberapa potongan kecil batu.
Dodol terdiam. Ia mencoba mengambil segenggam beras itu, memeriksanya lebih dekat, dan semakin yakin bahwa ini bukan beras yang layak untuk dimakan.
"Ma, lihat ini," kata Dodol memanggil istrinya, Rina.
Dengan ragu, Rina mendekati Dodol dan melihat beras itu. Ia mengerutkan dahi, lalu mengambil beberapa butir untuk memastikannya. Benar saja, pasir yang bercampur dengan beras membuat mereka saling berpandangan dalam kebingungan.
"Beras ini berpasir? Kok bisa begitu?" Rina bertanya dengan nada penuh keheranan.
Dodol menggeleng pelan. Ia tidak tahu harus berkata apa. Apakah semua beras yang dijual di operasi pasar itu sama kualitasnya, atau hanya kebetulan ia yang mendapat bagian seperti ini?
Namun, ia tidak punya waktu untuk terlalu banyak berpikir. Anak-anak mereka sudah lapar, dan mereka tidak punya pilihan lain selain mencoba membersihkan beras itu semampu mungkin sebelum memasaknya.
Malam itu, Rina dengan sabar mencuci beras tersebut. Ia membuang pasir-pasir kecil yang menempel dan mencoba memisahkan butiran beras dari batu-batu kecil yang bercampur.
Meski sudah beberapa kali dicuci, tetap saja ada rasa khawatir apakah beras itu aman untuk dimakan. Tapi mereka tidak punya pilihan lain. Ketika nasi akhirnya matang, aroma yang tercium tidak seperti nasi biasanya. Namun, Dodol dan keluarganya tetap makan dengan rasa syukur, meskipun mereka tahu nasi itu jauh dari sempurna.
Hari berikutnya, Dodol memutuskan untuk kembali ke pasar, bukan untuk membeli lagi, melainkan untuk mencari tahu apakah warga lain mengalami hal yang sama. Ia menemui beberapa tetangganya yang juga membeli beras dari operasi pasar itu.