Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Drusila, Mesin Tawa yang Tak Kenal Rem

3 November 2024   06:57 Diperbarui: 3 November 2024   07:08 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia berhenti menyapu, sapunya terangkat ke udara seperti tongkat penyihir yang gagal mengucapkan mantra, sambil ia mencoba memahami teriakan Drusila.

"Ya ampun, itu suara Drusila lagi?" pikir Pak Rinto dengan wajah penuh kekhawatiran, seperti orang yang baru saja melihat dompetnya kosong padahal mau traktir teman-teman.

Ia mulai berpikir, "Drusila ini, kalau ikut lomba teriak mungkin bisa menangin medali emas... atau minimal bikin juri kabur dan cari perlindungan ke rumah sakit jiwa!"

Tapi ingatan Pak Rinto tak berhenti di situ. Ia mendadak termenung, mengingat kisah hidupnya yang lebih dramatis dari sinetron sepanjang 1000 episode.

Setiap hari Minggu, ia pulang ke rumah setelah bertugas jauh di kampung, penuh harapan untuk menikmati masa tenang bersama istrinya. Tapi apa daya, nasib justru menamparnya seperti tamparan sandal jepit di kepala.

Istrinya malah sibuk bermain cinta dengan anak muda tetangga yang belum kawin, seolah-olah kehidupan ini adalah reality show berjudul "Cinta di Balik Pagar."

Pak Rinto menghela napas panjang, menghibur dirinya sendiri, "Untunglah istriku sudah operasi steril! Bayangkan kalau nggak... Eh, kok saya malah bersyukur, ya?!" Ia mengelus dada sambil terkekeh, seperti orang yang baru menyadari bahwa setidaknya dalam segala kekacauan, ada keuntungannya juga.

Ia kembali menyapu dengan sapu yang kini terlihat lebih seperti teman curhat setia. "Ya, nasib... nasib," katanya, "Setidaknya saya masih punya sapu dan daun kering. Mereka setia sama saya, nggak pernah selingkuh... walau tiap hari ketemu."

Tapi begitulah Drusila. Tanpa kehadirannya, dunia pasti terasa seperti taman bermain yang tutup gara-gara hujan deras. Bayangkan saja: langit mendung, angin sepoi-sepoi yang terlalu malas untuk menghibur, dan burung-burung yang lebih suka ngambek daripada bernyanyi.

Tidak ada Drusila yang memekik keras, tidak ada suara seperti mikrofon rusak yang bikin tetangga melonjak dari kursi sambil memegangi dada, berharap jantung mereka masih berdetak dengan sopan.

Drusila adalah artis dadakan di lingkungan itu, satu-satunya makhluk yang bisa menyanyikan opera versi remix sambil berlari-lari tanpa tujuan, seolah-olah dia sedang latihan lari maraton tanpa tahu garis finish-nya di mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun