Nadira mengalami kehilangan yang sangat dalam, karena laki-laki yang diharapkannya menjadi pendamping hidup pergi begitu cepat, meninggalkan kebun sawit yang cukup besar.
Di usia yang masih muda, pria tersebut sudah menghadapi masalah kesehatan serius, yaitu kolesterol tinggi dan penyakit jantung, yang ternyata diperparah oleh pola makannya di masa lalu yang kurang sehat, penuh lemak dan gula.
 Kebiasaan kecil seperti memilih makanan yang sehat ternyata bisa berdampak besar pada kesehatan jangka panjang.
Untuk Nadira, meskipun masa depan tidak sesuai harapan, ada baiknya ia fokus merawat diri dan melanjutkan kehidupannya dengan baik, mungkin bahkan merawat kebun sawit sebagai kenangan dari sosok yang pernah berarti di hidupnya.
Hari-hari berikutnya, Nadira hidup dalam kehampaan. Ia kembali bekerja di salon, namun semuanya terasa kosong. Senyum dan canda para karyawan tak lagi mampu menghiburnya, karena bayangan Jaka selalu menghantui pikirannya.
Ia merasa sendirian dan kehilangan arah, seolah-olah hidupnya telah kehilangan warna.
Pada suatu senja, Nadira duduk di tepi jendela salon, menatap langit yang mulai gelap. Air matanya mengalir deras, mengingat semua harapan yang pernah ia bangun bersama Jaka.
Cinta yang ia yakini akan membawa kebahagiaan ternyata berujung pada kehancuran. Ia sadar bahwa ia tak bisa mengubah takdir, dan mungkin, cinta yang begitu tulus dan murni harus berakhir dengan perpisahan.
Meski menyakitkan, ia tahu ia harus menerima kenyataan. Dari kejauhan, Nadira melihat bayangan dirinya di kaca. Wanita cantik yang tersenyum penuh harapan dulu kini tampak layu dan rapuh.
Namun dalam hati, ia berbisik, seakan berbicara pada Jaka, "Aku akan mencoba tetap hidup, walaupun tanpamu di sisiku."
Nadira merasa terpukul karena harus kehilangan seseorang yang memiliki sifat baik dan tidak nakal, yang mungkin dianggapnya istimewa.