Dia kagum melihat seorang pria muda yang sederhana, tanpa kesombongan, meskipun ia tahu Jaka bukan orang sembarangan.
Kedatangan Jaka mulai menjadi hal yang dinanti-nanti oleh Nadira. Setiap kali ia datang, Nadira selalu memastikan air minum tersedia, ruangan bersih, dan semua keperluan salon rapi.
Ia melayani Jaka dengan penuh perhatian, dan seiring berjalannya waktu, Jaka mulai menyadari kehadiran Nadira yang selalu sigap membantunya. Wajah Nadira yang cantik alami dan caranya melayani dengan penuh ketulusan membuat Jaka terpesona.
Baginya, Nadira bukan hanya berbeda dari karyawan lain, tapi juga memiliki keindahan batin yang tidak semua orang bisa miliki.
Suatu hari, setelah selesai memotong rambut, Jaka memberanikan diri berbicara dengan Nadira. "Kamu Nadira, kan? Terima kasih sudah selalu memperhatikan kebutuhanku di sini."
Nadira tersipu dan hanya mengangguk. Dalam hatinya, ia merasa bahagia karena Jaka menyadari keberadaannya.
Percakapan singkat itu berlanjut ke percakapan-percakapan lain setiap kali Jaka berkunjung. Nadira merasa semakin nyaman berbicara dengannya, dan Jaka juga mulai semakin terbuka padanya.
Namun, meskipun hati Nadira perlahan jatuh pada Jaka, ia tetap menjaga jarak dan tidak mau terlalu berharap. Baginya, ia hanyalah seorang pembantu salon. Bagaimana mungkin seorang pengusaha kaya seperti Jaka benar-benar memperhatikannya?
Namun, suatu hari Jaka menyatakan perasaannya. Dengan tulus, ia berkata pada Nadira bahwa ia ingin mengenalnya lebih jauh.
"Nadira, aku tahu mungkin kamu merasa berbeda dariku, tapi aku tidak melihatmu seperti itu. Kamu istimewa, bukan hanya karena kecantikanmu, tapi karena ketulusanmu. Aku sangat menyukaimu."
Hati Nadira berdebar hebat. Ia tak pernah menyangka bahwa pengusaha muda itu benar-benar tertarik padanya. Rasa bahagia yang ia rasakan begitu besar, namun seiring dengan itu muncul ketakutan.