Guru adalah pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia. Tanpa keberadaan guru, mustahil akan ada presiden, pejabat publik, anggota dewan, pengacara, atau profesi-profesi penting lainnya.
Profesi guru memegang peran krusial dalam membentuk generasi penerus bangsa, menanamkan nilai-nilai moral, dan mempersiapkan individu untuk berkontribusi dalam berbagai sektor kehidupan.
Meski demikian, di Indonesia, kondisi kesejahteraan para guru, terutama guru honorer, sering kali tidak sejalan dengan peran vital mereka dalam masyarakat. Dengan honor yang minim, kadang hanya Rp400.000 per bulan dan itu pun diterima hanya setiap tiga bulan sekali, sungguh profesi ini seakan tidak mendapatkan penghargaan yang layak.
Di sisi lain, Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam. Negara ini memiliki cadangan minyak, batu bara, emas, intan, perak, timah, gas bumi, kayu, sawit dan berbagai sumber daya alam lainnya.
Jika dikelola dengan bijaksana, kekayaan ini seharusnya mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya, termasuk guru. Sebagai perbandingan, negara seperti Arab Saudi yang hanya bergantung pada minyak saja berhasil menyejahterakan rakyatnya dengan sistem distribusi kekayaan yang lebih baik.
Maka dari itu, pertanyaan yang layak diajukan adalah: mengapa guru di Indonesia, yang memiliki tanggung jawab mendidik generasi masa depan bangsa, tidak mendapatkan kesejahteraan yang layak?
Peran Guru dalam Pembentukan Sumber Daya Manusia
Guru memainkan peran fundamental dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Mereka adalah garda terdepan dalam proses pendidikan, yang menyiapkan individu untuk memasuki dunia kerja dan masyarakat.
Guru tidak hanya bertanggung jawab untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan keterampilan sosial yang penting. Dengan demikian, peran guru tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan berbagai profesi lainnya, termasuk profesi-profesi yang dianggap prestisius seperti dokter, pengacara, pejabat publik, anggota dewan dan presiden.
Seorang dokter, misalnya, tidak mungkin mencapai posisinya tanpa melalui proses pendidikan yang panjang, di mana guru memainkan peran sentral. Hal yang sama berlaku bagi pengacara, yang memerlukan bimbingan guru dalam memahami hukum dan etika profesi.