Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, Sebuah Pelajaran tentang Kesederhanaan, Toleransi, dan Efisiensi

4 September 2024   08:39 Diperbarui: 4 September 2024   14:02 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dengan keberagamannya, memang sudah sejak lama dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Hal ini tercermin dalam semboyan negara kita, "Bhinneka Tunggal Ika," yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap satu."

Kunjungan Paus Fransiskus menjadi momentum untuk menguatkan kembali semangat toleransi ini. Dalam sebuah dunia yang kerap dilanda konflik akibat perbedaan agama, budaya, dan pandangan politik.

Sikap masyarakat Indonesia yang menerima Paus Fransiskus dengan tangan terbuka menunjukkan kepada dunia bahwa perbedaan tidak harus menjadi sumber perpecahan, melainkan bisa menjadi kekuatan untuk mencapai persatuan dan kedamaian.

Lebih jauh lagi, kunjungan ini memberikan pesan kuat bahwa dialog antar umat beragama sangat mungkin terjadi di Indonesia. 

Paus Fransiskus sendiri sangat menghargai kesempatan ini untuk bertemu dengan berbagai tokoh agama di Indonesia, berdialog tentang pentingnya perdamaian, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Di sinilah peran penting tokoh agama dan masyarakat untuk terus mempromosikan dialog, membangun jembatan, dan menjalin persahabatan antar umat beragama.

Efisiensi dalam Pemilihan Pemimpin: Inspirasi dari Pemilihan Paus

Pelajaran ketiga yang bisa diambil dari kunjungan Paus Fransiskus ini adalah tentang efisiensi dalam pemilihan pemimpin.

Paus Fransiskus, seperti paus-paus sebelumnya, dipilih melalui sebuah konklaf di Vatikan oleh para kardinal Gereja Katolik. Proses pemilihan ini hampir tanpa biaya yang besar.

Tidak ada kampanye politik besar-besaran, tidak ada iklan di media massa, dan tidak ada biaya kampanye yang menguras kantong. Para kardinal berkumpul, melakukan doa bersama, berdiskusi, dan kemudian memilih dengan hati nurani mereka yang terbaik untuk memimpin Gereja.

Bandingkan dengan pemilihan umum di Indonesia, baik untuk memilih presiden maupun kepala daerah bahkan untuk kepala desa sekalipun. Setiap kali pemilu digelar, triliunan rupiah dihabiskan untuk biaya kampanye, iklan, logistik, dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun