Beberapa hari yang lalu, aku memutuskan untuk pulang kampung setelah sekian lama tidak menginjakkan kaki di sana selama bertahun-tahun. Mungkin sekitar tiga puluh tahun lamanya aku tidak ke kembali ke kampungku.
Aku menikah di kota, meskipun jodohku masih sama-sama orang dari kampung, tetapi kami bernaka pinak dan menjalani kehidupan di kota. Kami juga mencari rezeki dan membesarkan anak di kota dan mereka juga bersekolah sampai perguruan tinggi di kota, karena semuanya serba lengkap dan murah.
Perjalanan pulang kampung ini membawa banyak kenangan lama yang kembali menghampiri pikiranku. Dengan jarak sekitar 200 kilometer melalui Sungai Melawi, anaknya Sungai Kapuas Kalbar, aku menikmati setiap momen perjalanan ini dengan seksama.
Dahulu, saat perjalanan mengarungi Sungai Melawi, kami mengandalkan berbagai jenis alat transportasi air, mulai dari rakit, perahu, hingga yang terakhir adalah motor diesel merek Yanmar buatan Jepang.
Perjalanan dari kota kabupaten hingga ke kampung kami memakan waktu selama tiga hari yang melelahkan. Namun, meskipun memakan waktu yang cukup lama, kami selalu menikmati setiap momen perjalanan tersebut.
Dulu, perjalanan sepanjang sungai ini membutuhkan keahlian khusus untuk menghindari berbagai rintangan seperti kayu, batu, pasir, atau kerangan (kerikil besar) yang bisa mengganggu jalannya perahu.
Setiap penghuni sungai harus menghafal alur sungai dengan baik agar bisa melewati rintangan-rintangan tersebut dengan aman. Keahlian ini sangat penting untuk menjaga keselamatan selama perjalanan di sungai.
Namun, sekarang situasinya telah berubah drastis. Di sepanjang sungai, terdapat ribuan tambang emas liar yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Tambang-tambang ini telah mengubah karakteristik sungai secara signifikan. Arus sungai menjadi tidak stabil dan selalu berubah-ubah akibat aktivitas penambangan yang intensif.
Perubahan ini membawa konsekuensi yang serius bagi penghuni sungai. Mereka sekarang harus menghadapi tantangan baru dalam navigasi sungai yang penuh risiko. Tidak hanya harus menghindari rintangan alam, tetapi juga harus berhati-hati terhadap dampak dari tambang emas liar yang dapat membahayakan keselamatan mereka.
Perjalanan sepanjang sungai telah menjadi lebih berbahaya dan menantang daripada sebelumnya. Meskipun demikian, masyarakat setempat terus beradaptasi dengan kondisi baru ini, mencari cara untuk tetap bertahan dan melindungi diri mereka sendiri dalam situasi yang semakin berubah di sepanjang sungai yang mereka kenal selama bertahun-tahun.
Kini, segalanya telah berubah. Masyarakat di sekitar Sungai Melawi lebih memilih menggunakan speed boat dengan tenaga 40 HP sd 200 HP, atau minimal menggunakan CIS yang mesinnya berasal dari China.
Dengan menggunakan speed boat, perjalanan yang dulunya memakan waktu tiga hari kini bisa diselesaikan dalam waktu enam jam saja. Sementara itu, menggunakan CIS akan memerlukan waktu satu hari lebih sedikit dari sebelumnya.
Perubahan ini membawa dampak signifikan dalam mobilitas dan konektivitas masyarakat di sekitar Sungai Melawi. Perjalanan yang dulunya memakan waktu lama kini bisa diselesaikan dengan lebih cepat dan efisien, memungkinkan masyarakat untuk lebih mudah beraktivitas dan berinteraksi dengan yang lainnya.
Meskipun demikian, kenangan akan perjalanan-perjalanan dengan rakit, perahu, dan motor diesel tetaplah menjadi bagian tak terpisahkan dari masa lalu yang akan selalu kami kenang dengan nostalgia.
Sedih rasanya, meskipun hampir seratus tahun Indonesia merdeka, namun di daerah kami masih belum memiliki akses jalan darat yang layak. Perasaan kesal dan kecewa meluap dalam hati kami, merenungkan betapa lambannya pembangunan infrastruktur di daerah kami.
Anggota dewan dan pemerintah daerah, seakan lupa akan tanggung jawab mereka untuk memajukan daerah ini. Mereka lebih tertarik untuk bersaing mempertahankan jabatan politiknya, daripada benar-benar berkomitmen untuk membangun daerah dan memperbaiki kualitas hidup warga setempat.
Mereka terkesan lebih peduli pada kepentingan pribadi dan kekayaan diri, daripada memperhatikan kepentingan rakyat yang seharusnya mereka layani.
Kami, rakyat kecil yang merindukan perubahan, merasa ditinggalkan dan terpinggirkan oleh pemerintah yang seharusnya menjadi pembela dan pelindung kami. Tiap hari, kami harus bertahan dengan keterbatasan akses infrastruktur yang memengaruhi segala aspek kehidupan kami, mulai dari ekonomi hingga pendidikan dan kesehatan.
Perasaan kecewa dan kesal terus menghantui kami, namun kami juga tidak kehilangan harapan. Kami tetap berjuang, mengharapkan suatu saat ada perubahan yang nyata, di mana pemerintah akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh rakyat, bukan hanya untuk kepentingan politik dan pribadi belaka.
Teringat masa kecilku di tahun 70-an, di mana pendidikan kami masih jauh dari kemewahan yang ada sekarang. Kami belajar dari ladang dengan pemandangan yang masih dikejar oleh pengayau.
Sekolah tempat kami menuntut ilmu dahulu memiliki atap yang terbuat dari daun, kursi-kursi bulat dari kayu, dan lantai yang hanya terdiri dari tanah kuning. Media tulis yang kami gunakan pun masih sangat sederhana, hanya berupa batu dan gerip yang kami gunakan untuk media sebagai alat tulis.
Sekarang, semua itu telah berubah. Anak-anak masa kini bersekolah dengan menggunakan seragam lengkap, sementara di masa kami hanya mengenakan celana rider dan baju kaos yang sederhana. Kami dulu bahkan harus melewati sungai dengan berenang di tengah ancaman dari para buaya untuk sampai ke sekolah. Namun, anak-anak sekarang memiliki kemudahan dengan adanya tambang Cis yang memudahkan akses transportasi.
Dulu, tubuh kami kecil dan kurus, tetapi anak-anak masa kini, bahkan pada usia SD dan SMP saja, sudah memiliki tubuh yang tinggi dan besar. Perubahan zaman membawa kemajuan yang signifikan, membuat masa lalu terasa begitu jauh namun tetap menyisakan kenangan yang tak terlupakan bagi kami yang telah melewati masa kecil di desa.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H