Kini, segalanya telah berubah. Masyarakat di sekitar Sungai Melawi lebih memilih menggunakan speed boat dengan tenaga 40 HP sd 200 HP, atau minimal menggunakan CIS yang mesinnya berasal dari China.
Dengan menggunakan speed boat, perjalanan yang dulunya memakan waktu tiga hari kini bisa diselesaikan dalam waktu enam jam saja. Sementara itu, menggunakan CIS akan memerlukan waktu satu hari lebih sedikit dari sebelumnya.
Perubahan ini membawa dampak signifikan dalam mobilitas dan konektivitas masyarakat di sekitar Sungai Melawi. Perjalanan yang dulunya memakan waktu lama kini bisa diselesaikan dengan lebih cepat dan efisien, memungkinkan masyarakat untuk lebih mudah beraktivitas dan berinteraksi dengan yang lainnya.
Meskipun demikian, kenangan akan perjalanan-perjalanan dengan rakit, perahu, dan motor diesel tetaplah menjadi bagian tak terpisahkan dari masa lalu yang akan selalu kami kenang dengan nostalgia.
Sedih rasanya, meskipun hampir seratus tahun Indonesia merdeka, namun di daerah kami masih belum memiliki akses jalan darat yang layak. Perasaan kesal dan kecewa meluap dalam hati kami, merenungkan betapa lambannya pembangunan infrastruktur di daerah kami.
Anggota dewan dan pemerintah daerah, seakan lupa akan tanggung jawab mereka untuk memajukan daerah ini. Mereka lebih tertarik untuk bersaing mempertahankan jabatan politiknya, daripada benar-benar berkomitmen untuk membangun daerah dan memperbaiki kualitas hidup warga setempat.
Mereka terkesan lebih peduli pada kepentingan pribadi dan kekayaan diri, daripada memperhatikan kepentingan rakyat yang seharusnya mereka layani.
Kami, rakyat kecil yang merindukan perubahan, merasa ditinggalkan dan terpinggirkan oleh pemerintah yang seharusnya menjadi pembela dan pelindung kami. Tiap hari, kami harus bertahan dengan keterbatasan akses infrastruktur yang memengaruhi segala aspek kehidupan kami, mulai dari ekonomi hingga pendidikan dan kesehatan.
Perasaan kecewa dan kesal terus menghantui kami, namun kami juga tidak kehilangan harapan. Kami tetap berjuang, mengharapkan suatu saat ada perubahan yang nyata, di mana pemerintah akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh rakyat, bukan hanya untuk kepentingan politik dan pribadi belaka.
Teringat masa kecilku di tahun 70-an, di mana pendidikan kami masih jauh dari kemewahan yang ada sekarang. Kami belajar dari ladang dengan pemandangan yang masih dikejar oleh pengayau.
Sekolah tempat kami menuntut ilmu dahulu memiliki atap yang terbuat dari daun, kursi-kursi bulat dari kayu, dan lantai yang hanya terdiri dari tanah kuning. Media tulis yang kami gunakan pun masih sangat sederhana, hanya berupa batu dan gerip yang kami gunakan untuk media sebagai alat tulis.