Mereka terjebak dalam keseharian yang didominasi oleh kemalasan (mager) dan ketergantungan pada teknologi, seperti hanya menghabiskan waktu dengan memegang ponsel.
Dengan demikian, hal ini menggambarkan bahwa kebijakan subsidi minyak dapat menjadi alat manipulasi bagi golongan tertentu, termasuk orang kaya yang cerdik dalam memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.
Sementara itu, mahasiswa yang seharusnya menjadi agen perubahan justru terjebak dalam permainan politik yang tidak mereka sadari sepenuhnya.
Oleh karena itu, sebaiknya subsidi minyak dialihkan ke arah kebijakan yang lebih memberikan dampak positif bagi masyarakat, seperti penghapusan biaya pendidikan di perguruan tinggi, seperti SPP atau UKT.
Langkah ini diambil untuk mengatasi permasalahan yang kerap terjadi, di mana sebagian oknum di perguruan tinggi memanfaatkan kebijakan UKT untuk mencari keuntungan pribadi.
Penghapusan SPP atau UKT di perguruan tinggi diharapkan dapat mengurangi beban finansial yang harus ditanggung oleh orang tua mahasiswa.
Terkadang, jumlah UKT yang dikenakan dapat menjadi beban berat, bahkan hingga mencapai jumlah yang tidak proporsional.
Hal ini memaksa orang tua untuk terlibat dalam praktik korupsi atau terjebak dalam keterpurukan finansial demi melanjutkan pendidikan anak-anaknya.
Selain itu, tindakan tersebut diambil untuk mengatasi praktik pungutan liar yang dilakukan oleh beberapa oknum dosen.
Pungutan liar ini seringkali dilakukan dengan alasan terselubung, menciptakan lingkungan akademis yang tidak sehat dan merugikan mahasiswa.
Dengan mengalihkan subsidi minyak ke penghapusan biaya pendidikan, diharapkan mahasiswa dan orang tua dapat lebih fokus pada proses pembelajaran tanpa terbebani oleh biaya yang berlebihan atau praktik pungutan liar.