Kurangnya Pendidikan Kritis: Sistem pendidikan yang kurang menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan analitis dapat membuat orang cenderung menerima informasi tanpa mempertanyakan validitasnya.
Kurangnya Literasi Digital: Kurangnya pendidikan dalam hal literasi digital membuat orang sulit membedakan sumber informasi yang terpercaya dari yang tidak. Kemampuan memverifikasi informasi secara online merupakan keterampilan yang penting yang mungkin kurang diperhatikan dalam sistem pendidikan.
Sudut Kejujuran:
Ketidakjujuran dan Tujuan Pribadi: Beberapa individu mungkin menyebarkan berita hoaks karena memiliki tujuan tertentu, seperti mencari perhatian, memperoleh keuntungan finansial, atau memengaruhi opini publik sesuai dengan kepentingan pribadi mereka.
Ketidakpedulian akan Dampak Negatif: Beberapa orang mungkin menyebarkan berita hoaks tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Mereka mungkin kurang peduli atau sadar akan konsekuensi dari tindakan menyebarkan informasi palsu.
Penting untuk mengatasi fenomena berita hoaks ini dengan peningkatan literasi media, penekanan pada pendidikan yang mengembangkan keterampilan kritis, serta peningkatan pemahaman tentang etika dan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara luas, sangat penting untuk mengurangi penyebaran berita hoaks dan mempromosikan kejujuran dalam berkomunikasi.
Perlu juga kita mnerujuk ke penelitian mengenai IQ atau intelligence quotient suatu Negara, yang bertujuan untuk mengukur kecerdasan seseorang. Dikutip dari Very Well Mind, IQ menunjukkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah.
Berdasarkan laman International IQ Test tahun 2022, Indonesia memiliki IQ rata-rata sebesar 94,04 (sedikit lebih tinggi, karena sebelumnya hanya 80 saja). Indonesia berada di urutan ke-88 dari 125 negara yang berkunjung ke situs tersebut untuk mengerjakan tes IQ.
Pembca juga boleh mengunjungi situs tersebut untuk melakukan test IQ secara internasional ...
IQ seperti itu sebenarnya menurut penulis adalah penghinaan, karena itu artinya masyarakat kita hanya sedikit lebih pintar dari monyet saja. Selain itu, dengan IQ demikian, maka seseorang terutama hanya mampu mengingat saja dan tidak mampu berpikir secara logis, juga dalam menyelesaikan masalah cenderung menggunakan otot daripada otak.
Itu artinya suka demo, suka rusuh, suka membuat kekacauan, suka mengambil barang orang dengan tidak sah, suka mencuri, suka membegal, suka makan tidak bayar, suka korupsi, suka selingkuh, suka berkelahi dalam menyelesaikan masalah. Akan tetapi kalau memang demikian kenyataannya, kita mau bicara apa lagi?