Tante Sari tersenyum dan mencoba menghibur mereka, "Oh, bibi Nita pasti sedang ada urusan penting, sayang. Tapi jangan khawatir, nanti aku akan memberitahunya betapa bahagianya kalian menerima hadiah ini."
Namun, di balik senyumannya, hati Tante Sari terasa hampa. Dia merindukan saat-saat ketika mereka semua bisa bersama, menikmati kebersamaan, dan merayakan momen indah bersama-sama.
Hari-hari berlalu, dan Tante Sari tetap setia mengunjungi Dika dan Rani. Mereka tumbuh dengan cinta dan perhatian yang diberikan oleh Tante Sari. Namun, rasa kehilangan atas kehadiran Tante Nita tak pernah benar-benar hilang.
Suatu hari, ketika Tante Sari tengah berbicara dengan Dika dan Rani di dekat makam Tante Rika, tiba-tiba Tante Nita muncul dari kejauhan. Dia melihat betapa bahagianya Dika dan Rani saat berada di samping Tante Sari. Raut wajahnya terlihat ragu dan terombang-ambing antara bergabung dengan mereka atau pergi lagi.
Dengan hati yang berdebar, Tante Sari mengangkat tangan untuk menyapanya, "Nita, bergabunglah dengan kami."
Tante Nita berjalan perlahan menuju mereka. Dia memandang keponakannya dengan penuh rasa bersalah. Ketika dia duduk di samping mereka, dia bisa merasakan betapa eratnya ikatan di antara mereka berdua.
"Dika, Rani, bibi Nita sangat merindukan kalian," kata Tante Nita dengan suara lembut.
Dika dan Rani tersenyum bahagia, merasa senang bisa bersama dengan bibi Nita mereka.
"Tidak apa-apa, bibi Nita," sahut Dika, "Kami tahu bibi pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan. Tapi tolong datang lagi lain kali, ya?"
Tante Nita mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa bersalah telah mengabaikan keberadaan mereka selama ini, hanya terfokus pada kehidupannya sendiri.
Tante Sari melihat betapa sulitnya bagi Tante Nita untuk membuka hatinya. Dia berusaha memahami kakaknya itu dan memaafkannya atas ketidakhadirannya selama ini.