Ada seorang wanita bernama Rifka yang tinggal di sebuah kota kecil. Di Kota tersebut, terdapat beberapa toko kelontong yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari.
Namun, Rifka agak menghindari salah satu toko kelontong di desa tersebut karena dia pernah membeli telur ayam yang busuk dari sana.
Meskipun dia tidak senang dengan kualitas barang yang dijual di toko tersebut, Rifka tidak enak hati untuk menegurnya.
Sebagai gantinya, Rifka memilih untuk pergi ke toko kelontong yang agak jauh dari rumahnya. Toko ini memiliki reputasi baik dan telur ayam yang dijualnya selalu segar.
Setiap kali Rifka pergi ke toko tersebut, dia merasa puas dengan pelayanan yang diberikan dan kualitas barang yang dijual.
Suatu hari, Rifka memutuskan untuk membeli beberapa butir telur di toko kelontong yang biasa dia kunjungi. Ketika dia mengambil salah satu butir telur, tiba-tiba telur tersebut tergelincir dari tangannya dan hampir jatuh ke lantai.
Tanpa Rifka sadari, pemilik toko yang sedang berdiri di belakangnya melihat kejadian tersebut dan langsung menegurnya dengan suara keras.
"Pelan-pelan, kamu ini bodoh atau apa?" tegur pemilik toko dengan nada kasar.
Rifka terkejut dengan perlakuan kasar yang diterimanya. Dia merasa malu dan tak berdaya dalam situasi tersebut. Dia mencoba menahan emosinya dan memilih untuk diam saja.
Tetapi, dalam hatinya, Rifka memutuskan bahwa dia tidak akan lagi berbelanja di toko tersebut. Baginya, tidak ada alasan untuk berbelanja di tempat yang dijalankan oleh orang yang sombong, kasar, dan menganggapnya bodoh.
Setelah kejadian tersebut, Rifka memutuskan untuk mencari toko kelontong lain di desa tersebut. Dia berharap bisa menemukan toko yang ramah dan menyediakan barang-barang berkualitas tanpa harus mengorbankan harga dirinya.
Rifka berjalan melintasi desa dengan hati yang sedikit terluka oleh perlakuan pemilik toko sebelumnya.
Beberapa hari kemudian, Rifka menemukan sebuah toko kelontong kecil yang terletak di ujung desa. Toko ini tidak terlalu besar, tetapi atmosfernya terasa hangat dan menyenangkan.
Rifka memasuki toko tersebut dengan hati yang sedikit khawatir, namun dia disambut dengan senyuman ramah oleh pemilik toko.
"Wah, selamat datang! Ada yang bisa saya bantu?" tanya pemilik toko dengan ramah.
Rifka tersenyum lega. Dia merasa dihargai dan disambut dengan baik di toko ini. Dia menjelaskan apa yang dia butuhkan dan pemilik toko dengan sabar membantu mencarikan barang yang diinginkan.
Setelah beberapa menit, Rifka berhasil menemukan semua barang yang dia butuhkan dan dia membayar dengan senyum di wajahnya.
Sejak itu, Rifka menjadi pelanggan tetap di toko kelontong tersebut. Dia merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan dan kualitas barang yang dijual. Rifka juga merasa dihargai sebagai pelanggan dan tidak pernah lagi merasa dianggap bodoh seperti di toko sebelumnya.
Pelanggan adalah raja dan pelayanan kita adalah kunci dalam berbisnis. Jadi perlakukanlah pelanggan dengan baik, agar dia tidak lari karena kita perlu uangnya. Sehingga bisnis kita bisa berjalan dan kita memperoleh untung.
Ini mengajarkan kita pentingnya memiliki rasa hormat dan kesopanan dalam berbisnis. Perlakuan kasar dan meremehkan pelanggan dapat merugikan bisnis tersebut dan membuat pelanggan meninggalkan mereka.
Sebaliknya, memberikan pelayanan yang ramah dan menghargai pelanggan dapat membangun hubungan yang baik dan membuat pelanggan kembali lagi.
Bagi Rifka, keputusannya untuk tidak lagi berbelanja di toko yang kasar dan sombong membuka pintu bagi kesempatan untuk menemukan toko yang lebih baik dan membangun hubungan yang saling menguntungkan.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H