Di dunia ini entah ada berapa macam ragam suku, karena belum pernah diteliti sampai sedetail itu. Sedangkan di Indonesia saja diperkirakan ada ribuan suku dengan bahasanya masing-masing dan masing-masing suku itu tentunya mempunyai ragam cerita daerahnya masing-masing.
Demikian juga suku Dayak Dohoi Uut Danum di Kalimantan, yang tersebar secara berkelompok dan juga bercampur dengan masyarakat lainnya di semua provinsi pulau besar Kalimantan.
Salah satu ceritanya yaitu proses terciptanya alam semesta tempat kita tinggal ini, yang menurut suku Uut Danum berasal dari ketiadaan atau kosong melompong.
Suatu saat alam semesta ini kosong melompong, tidak ada isinya selain gas saja. Belum ada bintang, planet, komet, rasi bintang dan lain sebagainya. Yang ada hanya kosong melompong dan gelap gulita.
Suatu jaman entah berapa lama setelah waktu kekosongan itu, muncullah sekelompok awan atau havun (kabut) raksasa sebanyak tujuh buah, mereka berkeliaran di alam itu ke sana kemari, yang dinamakan “Jurang Jurik Danum Sangen Juoi Booi Konollimoi.”
Jurang Jurik Danum Sangen Juoi Booi Konollimoi itu artinya kurang lebih mereka itu (ke tujuh awan raksasa) ke sana kemari tidak ada tempat berpijak karena kosong. Kejadian ini sangat lama, entah berapa waktu karena tidak ada yang mencatatnya dan juga karena dalam suku Uut Danum tidak ada budaya tulis menulis.
Tetapi yang pasti lama-kelamaan tujuh buah awan raksasa ini menjelma menjadi tujuh buah batu intan dan mereka tetap berkeliaran di alam semesta ini. Lama-lama ketujuh buah batu intan raksasa itu meledak dan mengisi alam semesta yang maha luas ini.
Proses Konyorian Paring Aang (penciptaan dunia dan alam semesta) ini sampai kepada adanya masyarakat Uut Danum di bumi adalah sebagai berikut; pada mulanya alam semesta ini adalah kosong melompong dan yang ada hanyalah kegelapan.
Lalu di suatu masa muncullah sekelompok Havun (kabut) raksasa di alam ini, yang di sebut dengan Jurang Juri’ Danum Sangen Juoi Booi Konollimoi, yang artinya Havun itu terbang ke sana kemari tanpa ada tempat untuk berhenti.
Kemudian setelah beberapa masa, dari dalam Havun ini terbentuklah Hitan Pihtu’ Kungan (tujuh buah Bongkah Intan) yang ukurannya diperkirakan sama besar. Pada suatu saat, ke tujuh bongkah Hitan Pihtu’ Kungan ini lalu meledak dan masing-masing dari ke tujuh bongkah intan itu lalu menjelma mengisi alam semesta yang kosong ini.
Bongkahan yang pertama meledak dan mengisi alam ini. Tidak ada penjelasan secara terperinci menjadi apa saja ledakan awal dari bongkah intan yang pertama ini. Tetapi mungkin saja itulah yang menjadi Pinda’ Ondou (bumi), Mahtan Ondou (matahari), Potion (bintang-bintang), Amai Paang (planet Mars), Potondu’ (Rasi Bintang Biduk) dan lain sebagainya.
Lalu setelah beberapa yang tidak diketahui kapan sisa bongkahan yang pertama itu meledak lagi dan kemudian menjadi Lunuk Ilai Pohotala’ Lunuk Lupung Palusch Bulou Ngahpih Sambang Bahen Andou Ngambou Tukang Langit Diang, yaitu sebuah gelar bagi sebuah pohon beringin raksasa yang tumbuh di muka pintu langit (pintu masuk ke langit lapis pertama).
Berapa waktu kemudia bongkahan Intan yang ke dua meledak lagi dan menjadi Lunuk Kosana’ Ngambou Tumbang Danum Solatusch, yaitu sebuah pohon beringin raksasa yang tumbuh dan menaungi muara seratus sungai. Pohon beringin ini tumbuh mengatasi tiga dunia, yaitu Bahen Andou (dunia atas), Pinda’ Ondou (dunia tengah), dan pinda’ Danum (dunia bawah).
Enatah berapa lama, bongkahan yang ke tiga lagi meledak dan menjadi muvuh Inai Songumang, muvuh Inai Songalang, muvuh Inai Komandai. Di mana mereka ini terutama sekali Inai Songumang menjadi orang yang mempunyai kekuasaan tertinggi.
Mereka mampu menciptakan segala sesuatu, karena mereka memiliki Kuhtuh BuLou Taoi (sebongkah emas yang kuasa membuat mereka menciptakan sesuatu hanya dengan berkata saja).
Mereka inilah yang menjadi manusia pertama di jagat raya ini. Yang uniknya, manusia pertama menurut versi Dayak Uut Danum ini adalah kaum wanita. Salah satu alasannya hanya perempuanlah yang bisa memberikan keturunan atau jelasnya bisa melahirkan anak.
Bongkahan yang keempat meledak menjadi Muvuh Buhkui Lehkan Pulun Pulu’ Muvuh Kuvung Bahen Duhung, yang menjadi cikal bakal manusia Kolimoi. Yaitu muvuh inai Tingang, dan muvuh Inai Olling. Mereka ini juga merupakan orang-orang sakti, tetapi tingkatannya masih satu tingkat di bawah manusia Kollimoi yang merupakan hasil ledakan Hitan Pihtu’ Kungan yang ke tiga.
Bongkahan yang ke lima meledak menjadi Lluung raja para makhluk gaib yang jahat dan dia berdiam di lautan. Itulah sebabnya konon ceritanya menurut kepercayaan masyarakat Uut Danum segala jenis penyakit itu lebih banyak berasal dari lautan.
Bongkahan yang ke enam meledak ke dalam Pinda’ Danum (dalam perut bumi atau dunia bawah) dan menjadi manusia di dalam perut bumi, yaitu muvuh Inai Pongeran Llihtih Mukan Tava’ Asan Jo’ Torusan Tolluk Llangan Mocon Tollingan Cahai Hitan, yang pada akhirnya nanti menurunkan sampai ke Tambun yang merupakan salah satu ksatria besar di jaman Tahtum.
Tambun ini adalah saudara sepupu Bungai, yang juga merupakan salah satu ksatria besar di jaman Tahtum. Keduanya ini merupakan pasangan yang sangat luar biasa dan memang tidak terkalahkan oleh siapa pun, karena keduanya selalu membela kebenaran. Nama keduanya di singkat saja menjadi Tambun-Bungai.
Sedangkan bongkahan yang ke tujuh meledak dan menjadi Atang Hojolla’ Bullou. Lalu Atang Hojolla’ Bullou memperanakan Pillang Puhtung Nakui Llangit, Pillang Puhtung Nakui Llangit memperanakan Sobilla’ Nakui Kollatung, Sobilla’ Nakui Kollatung memperanakan Atang Taoi, dan Atang Taoi lalu memperanakan Sohavung.
Secara bersamaan juga, bongkahan yang ke tujuh atau yang terakhir ini menjadi cikal bakal masyarakat Uut Danum di Pinda’ Ondou (di bumi), yang waktu ledakannya diperkirakan setelah ledakan yang menjadi Atang Hojolla’ Bullou.
Pada jaman Kesah yaitu jaman yang ke empat dalam tradisi lisan suku Uut Danum, Sohavung sering turun ke Bumi. Caranya turun adalah dengan memakai Pollaka’ Bullou (Sebuah bentuk persegi empat yang terbuat dari emas murni termasuk talinya).
Tercatat ada tujuh kali Sohavung ini turun ke bumi dan ketika berada di bumi, dia menikahi orang-orang di bumi ini dan uniknya, orang yang dinikahinya itu bukan hanya orang Uut Danum saja tetapi juga orang-orang dari suku Dayak lain di mana dia diturunkan.
Tujuannya turun ke bumi adalah untuk menghentikan permusuhan antar sesama Anak Danum Kollunon atau sesama umat manusia (suku Dayak) yang pada waktu itu saling mengayau dan dia juga menetapkan tentang Hukum Adat dan ketentuan hidup serta aturan lainnya bagi masyarakat di mana dia turun.
Ketika sudah berada di bumi, masyarakat Uut Danum memang pertama kali berkembang biak di Kalimantan Barat, tepatnya di daerah aliran sungai Momalluh (Ambalau) lalu kemudian menyebar ke bagian lain pulau besar Kalimantan ini (terdapat dalam cerita awal Legenda Tahtum), terutama sekali ke arah Kalimantan Tengah dengan membawa budaya, bahasa dan bahkan nama-nama daerah asal mereka.
Nama-nama tempat dan sungai di Kalimantan Barat mereka pindahkan ke tempat baru itu. Caranya adalah, untuk tanah mereka membawanya sebanyak segenggam dan ditaburkan pada tempat yang mereka anggap cocok lalu tempat itu dinamakan sesuai dengan nama tempat di mana tanah itu di ambil.
Sedangkan untuk sungai, mereka membawa airnya di dalam tabung bambu dan setelah sampai di tempat baru, maka air tadi ditumpahkan dan mereka namakanlah tempat itu dengan nama sungai dari daerah asalnya tadi.
Sehingga tidak mengherankan jika di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur banyak sekali tempat yang namanya sama dengan daerah atau sungai di Kalimantan Barat, khususnya daerah Kecamatan Ambalau, seperti misalnya Olung Kolon (Nanga Kolon), Pojange (kampung di dalam sungai Kolon), sungai Mollahui (Melawi), sungai Kapuas (Kopuasch Buhang), dan Nohkan Acon (Air Terjun Orang Gila).
Asal usul terjadinya alam semesta ini pernah saya seminarkan di Sintang pada pertemuan suku Dayak Uut Danum tahun 2003 kalau tidak salah dan bagi yang menulis kembali cerita ini saya harapkan menyebutkan sumbernya, karena saya masih ada rekaman asli tentang cerita orang yang menjadi nara sumber asal-usul penciptaan kehidupan versi suku Uut Danum ini.
***
Sedikit Catatan:
Dalam suku Dayak Uut Danum khusus ada pengucapan tiga konsonan yang berbeda dari bahasa lainnya, yaitu konsonan “V” dan “LL” serta “SCH”.
“V” misalnya pada pengucapan Bavi’ (perempuan), Tavai (ujung kayu pada waktu banjir), mavak (menggigit) dan lain sebagainya. Cara pengucapannya sama persis pada huruf seperti Very (sangat), Voice (suara) dan seven (tujuh) dalam bahasa Inggris. Bukan huruf seperti bunyi “F” seperti kebiasaan orang Indonesia dalam melafalkan huruf “V”, tetapi murni “V”.
Sedangkan huruf “LL” pengucapan ini sama persis seperti pengucapan “L” bahasa asli di Jepang. Itu terdapat pada kata “pollot” (patah), “ballak” (sunat), “pollih” (sebela bawah) dan lain sebagainya. Namun yang lucu nya “L” murni juga ada terdapat dalam bahasa Uut Danum, seperti mengucapkan “Laba” (ikan Juara), “gulau-gulau” (bicara tidak ada juntrungannya) dan lain sebagainya. Perlu diketahui, “L” dan “R” murni juga ada terdapat pada bahasa Uut Danum seperti “karit” (habis benar) dan contoh di atas.
Sementara “SCH” itu terdapat di ujung kata, itu lebih pada dialek terhadap huruf “S,” yang sangat banyak terdapat dalam bahasa Uut Danum. Seperti “monusch” (mandi), “killasch” (nanti), “kavusch” (panau dan atau mengayuh perahu) dan lain sebagainya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H