Kurang lebih empat puluh menit, Baltasar pun pulang dengan menenteng nasi bungkus di kiri dan kanan tangannya. Dia langsung mengembalikan sisa uangnya kepada Acun sebanyak seratus delapan puluh ribu.
"Banyak orang antri, jadi agak lama."Jelas Baltasar.
"Kok murah sekali, Sar?" Tanya Acun agak bingung melihat uang kembaliannya.
"Entahlah. Dia kasihan melihat aku jalan kaki kali." Gurau Baltasar tanpa beban.
"Ya, sudahlah. Hayo, mari kita berkumpul." Kata si Acun. "Kita berdoa dulu. Siapa yang pimpin?" Katanya lagi ketika semua sudah duduk di ruangan tengah.
"Rukmini saja." Kata mereka ramai-ramai.
Meskipun mereka ini berasal dari satu daerah, tapi agamanya berbeda-beda dan Rukmini kebetulan adalah seorang Muslim sejak lahir, ayahnya yang mualaf ikut Ibunya. Semuanya setuju jika dia saja yang memimpin doa makan untuk mereka. Rukmini pun membawa mereka semua dalam doa, cukup panjang dengan berbagai kata-kata bahasa Arab yang mereka tidak paham. Mereka hanya mengucapkan amin saja di setiap akhir jeda doanya.
"Sikat...!" Kata Acun langsung meraih nasi bungkusnya begitu doa makan selesai.
"Sikaaat..." Kata yang lain juga mengikuti teladan Acun. Mereka segera membuka nasi bungkusnya, karena masakan Padang terkenal menggugah selera, sehingga belum makan saja air liur mereka meleleh membayangkan betapa nikmatnya Nasi Padang yang pedas.
"Lho?" Celetuk Acun bingung melihat nasi bungkusnya.
"Wah, kok begini?" Susul yang lainnya.