Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Belakang Layar

2 Agustus 2020   23:34 Diperbarui: 3 Agustus 2020   07:47 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Time Machine dan wakilnya sedang duduk berdiskusi dengan Banu dan Reinaldo calon wakilnya di sebuah kamar VIP di salah satu hotel di Pontianak yang lumayan mewah, sebuah hotel berbintang tiga.

"Silakan minum, Pak." Tawar pak Time Machine kepada Banu yang sedang asyik memainkan handphonenya. Mereka baru saja selesai makan, yang semuanya dihidangkan di dalam kamar itu. Di situ hanya ada mereka berempat.

"Terima kasih, Bapak. Sebentar ya, lagi tanggung." Desisnya sambil tersenyum-senyum melihat layar HPnya.

"Asyik sekali. WA siapa, sih?" Tanya pak Time Machine penasaran.

"Aah, biasalah. Laki-laki." Tukas pak Banu sambil senyum dikulum.

"Kelas berapa?" Tanya pak Time Machine lagi. Dia sudah paham, jika koleganya ini sedang berkirim pesan dengan anak ABG.

"Kelas dua SMU." Jelas pak Banu.

"Mainnya pandai, ndak?" Cecar pak Time Machine lagi.

"Wah, sudah profesional. Tapi memang masih terasa legit, sih." Tukas pak Banu menjelaskan sambil matanya tidak beralih dari layar handphonenya.

"Nanti kapan-kapan saya perkenalkan dengan koleksi saya. Saya punya banyak, siapa tahu ada yang Bapak suka." Tawar pak Time Machine sambil tertawa.

"Boleh. Saya memang tidak pernah bosan dengan anak-anak ABG." Komentar pak Banu sambil meletakan handphonenya.

Mereka berbicara tenatng para ABG yang hidupnya sudah terbiasa dengan barang barang mewah, sementara kemampuan ekonominya tidak ada. Hal ini dimanfaatkan oleh para laki-laki hidung belang yang punya duit banyak dan menyukai daun muda. 

Anak anak ABG itu rela ditiduri asalkan mereka dibelikan barang barang seperti Handphone, pulsa dan kebutuhan hidup lainnya. Dibandingkan dengan artis, anak ABG lebih enak. Selain bayarannya jauh lebih murah, mereka juga tidak rawan diketahui. Kalau artis itu, selain bayarannya sangat mahal, juga sangat beresiko.

"Sekarang kita kembali kepada inti pembicaraan kita, ya Pak Banu." Kata pak Time Machine setelah koleganya ini sudah menghabiskan dua botol bir hitam.

"Baik, Bapak."Jawab pak Banu ringan, karena kepalanya sudah mulai terasa pusing.

"Bapak, kita pastikan membantu Bapak dan calon wakil Bapak sejumlah dua miliar rupiah, ya. Dana ini untuk biaya operasional dan dana kampanye agar perolehan suara Minuteman itu kacau dan tergerus. Adalah Bapak berdua nanti yang pandai-pandai mengaturnya di internal. Ini bukti transfernya, Pak."

"Siap, Pak." Sahut Banu senang. Uang dua miliar itu bukan jumlah yang sedikit. Dia sebenarnya maju sebagai calon Bupati bukan atas inisiatifnya sendiri. Hal ini adalah untuk membantu kawannya pak Time Machine ini dalam rangka memenangkan pertarungan sebagai calon kepada daerah di kabupaten Rotan. 

Dirinya sebagai tokoh masyarakat yang punya pengaruh besar terhadap potensial pemilih Minuteman, maka dirinya diminta untuk maju sebagai calon bupati. Dengan harapan bisa menggerus jumlah suara Minuteman. Meskipun baru maju sebagai penantang, tetapi pamor pak Minuteman itu sangat luar biasa.

Pak Time Machine dan calon wakilnya tersenyum-semnyum. Sebagai incumben, bagi dia uang dua miliar itu tidaklah seberapa. Karena banyak pengusaha baik dari lokal maupun nasional yang berbasis di Jakarta yang dengan suka rela membantu dana kampanye dan operasionalnya. 

Sehingga sekarang dana yang sudah terkumpul untuk biaya operasional dan kampanye itu sudah hampir 50 miliar. Semuanya dilakukan dengan senyap dan tidak terendus PPATK. 

Uang ini nanti diganti dengan kebijakan proyek triliunan rupiah yang akan diberikan pak Time machine setelah duduk. Juga ijin-ijin lahan perusahaan sawit dan pengelolaan tambang yang di bawah kewenangan kepala daerah.

"Nah, ini lima puluh juta. Khusus untuk Bapak senang-senang." Kata pak Time Machine lagi.

"Oh,ya, Pak. Terima kasih." Sahut pak Banu sambil menerima uang itu. Sudah terbayang di matanya bagaimana Ayu, Lusi, Shinta, dan Luna mengerang-ngerang di bawah tubuhnya. Para anak ABG itu sudah biasa melayani dia, karena mereka bilang jika dengan kekasihnya dilakukan secara gratis. Sementara dengan pak Banu, mereka mendapat kepuasan dan juga uang untuk memenuhi gaya hidup mereka yang mewah.

"Oh ya, kalau di lapangan itu, apakah semua KPPS bisa sudah kita kuasai, Bapak?" Tanya Pak Banu. Sementara calon wakilnya tidak banyak bicara.

"Oh, itu sudah, Pak. Meskipun tidak semudah dulu."

"Maksud Bapak?"

"Maksud saya, sekarang kita terpaksa lebih banyak keluar uang. Kalau dulukan cukup dengan ketua KPU dan para anggotanya saja. Jadi urusannya lebih mudah."

"Ketua KPU yang sekarang, bagaimana?"

"Oh, pak Yorick. Orang itu pengkhianat. Tidak mau bekerja sama. Selalu alasannya regulasi. Integritas. Keadilan. Dan segala macam istilah tetek bengek sampah yang dia sampaikan." Kata Pak Time Machine dengan jengkelnya.

"Tapi saya lihat Bapak ramah sekali jika ketemu dengan dia?"Tanya pak Banu bingung. Karena beberapa kali dia melihat interaksi antara pak Time Machine begitu ramah dan bersahabat dengan Yorick, si ketua KPU Kabupaten yang baru ini.

"Bapak jangan melihat permukaannya saja. Saya paling tidak suka ketua KPU itu. Tunggu saja dia, sebelum dia di pecat, saya belum puas."

"Jadi kelakuan ketua KPU itu sangat menganggu, ya Pak?"

"Betul. Memang celaka benar. Dulu saya cukup mengeluarkan uang 600 juta rupiah, selesai. Semuanya kelar. Untuk ketuanya 100 juta. Untuk para anggotanya masing-masing 50 juta rupiah. Selain itu untuk jajaran dibawahnya seperti PPK, PPS, dan KPPS. Semuanya bisa beres. Merekalah yang atur semua anggota PPK sampai ke KPPS, semuanya orang yang akan mendukung saya. Semuanya aman. Tidak ada yang bisa menuntut. Tidak ada bukti. Media massa pun tidak tahu. Tapi sekarang? Saya harus keluar uang sudah lebih lima miliar rupiah, itu baru untuk para penyelenggara saja. Belum untuk para saksi dan para wartawan. Juga para camat dan kepala Desa, untuk mengatur dari jenjang PPK sampai KPPSnya. Untuk mengaturnya sampai ke bawah. Ini semua gara-gara ketua KPU celaka yang sok suci itu."

"Jadi ketua KPU yang sekarang itu susah diurus, ya Pak?" Tanya pak Banu penasaran.

"Sangat susah, Pak. Beberapa kali saya memberinya sejumlah uang dengan perantaraan orang kepercayaan saya. Tetapi selalu ditolaknya." Cerita pak Time Machine dengan kesal.

"Apa memang ada orang yang seperti itu dijaman sekarang ini? Atau jumlahnya kurang banyak?"

"Orang itu memang aneh, Pak. Pertama saya juga mengiranya seperti begitu. Pertama saya beri 50 juta rupiah. Dia tolak. Lalu saya tawarklan 500 juta, tetap ditolaknya."

"Mungkin dia sangat kaya, kali Pak?"

"Kaya? Bapak tahu tidak. Kendaraannya saja hanya sebuah sepeda motor. Itupun sepeda motor kreditan. Sementara kawan-kawanya yang lainnya sudah punya mobil semua."

"Wah, kok ada ya manusia seperti itu?" Desis pak banu keheranan.

"Dia selalu bicara kejujuranlah. Kesetiaan dengan sumpah dan janji dan fakta integritaslah. Suara rakyat suara Tuhanlah. Integritas bukan hanya lips service sematalah dan lain sebagainya. Itulah yang selalu digaungkannya ketika melakukan  sosialisasi di setiap tempat."

"Berbahaya orang seperti itu, Pak. Kita tidak bisa menang tanpa bermain."

"Bapak tenang saja. Kita sudah atur strategi. Tidak lama lagi dia akan dipecat."

"Apakah bisa semudah itu, Pak?" Selidik pak Banu ingin tahu.

Pak Time Machine menarik nafas dalam. "Saya yakin bisa, Pak. Karena dia sangat tidak disukai." Jelasnya yakin.

"Jadi orang itu banyak musuhnya?"

"Musuhnya banyak, Pak. Kawan-kawannya, anak-anak sekretariat KPU, dan KPU Provinsi."

"Wah, bakalan ramai, nih kayaknya." Tukas pak Banu.

"Ya, Pak. Kawan-kawannya tidak suka karena dia tidak mau terima uang sogokan dari partai ataupun kontestan, sehingga kawan-kawannya juga tidak enak kalau mau terima uang itu. Anak-anak sekretariat sangat marah, karena mereka tidak ada lagi penghasilan tambahan selain gaji. Alasan Yorick itu karena mereka sudah punya gaji, jadi mengapa harus memainkan dan meng-SPJkan keuangan secara fiktif?"

"Tapi apakah ada upaya dari kita, Pak?"

"Kita sudah atur semua, Pak. Kita sudah buat lembaga fiktif yang akan melaporkan dia melalui surat kaleng, bahwa dia terima banyak uang sogokan. Kemudian juga kita sudah membuat kesepakatan agar di saat mereka diminta konfirmasi, maka mereka akan memberikan keterangan yang menguatkan laporan kita. Hal ini saya yakin bisa terlaksana, karena semuanya mendukung. Dia hanya berjalan sendiri, Pak."

"Yalah kalau begitu, Bapak. Kita tunggu saja. Semoga semuanya bisa terlaksana seperti harapan kita."

Mereka berempat lalu melanjutkan dengan minum-minum sambil tertawa hahahihi. Setelah agak larut malam, mereka baru kembali ke kamar masing-masing. Mereka baru tertidur mendekati subuh, setelah bergulat jungkir balik dengan para anak ABG pasangan masing-masing sampai terlepas semua pakaian mereka.

Calon pemimpin yang selalu berbicara tentang integritas dan kesucian yang selalu tampil alim dalam setiap kesempatan, tetapi di hotel mereka bermesum ria dengan para ABG yang terpengaruh oleh siaran tak bermoral di handphonenya dan keinginan hidup enak tanpa mau berusaha keras dengan belajar dan menimba ilmu untuk masa depan mereka.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun