Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dilema Kembali Belajar di Sekolah pada Tahun Ajaran Baru 2020

24 Juli 2020   09:38 Diperbarui: 24 Juli 2020   11:14 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pemerintah sudah menetapkan bahwa sekolah tetap di buka kembali untuk tahun ajaran baru 2020, yaitu pada tanggal 13 Juli 2020. Lalu sistem belajarnya bagaimana? Apakah tetap belajar di sekolah dan kampus atau masih belajar daring dari rumah sampai pandemi ini betul-betul selesai? Itu masih menjadi pertimbangan bagi setiap kalangan terkait.

Hal ini tentu saja menjadi dilema bagi berbagai kalangan, terutama sekali bagi para orangtua yang sangat peduli dengan keselamatan anak-anak mereka. Tetapi juga yang menjadi perhatian adalah, mampukah sekolah menjamin dan memastikan anak anak didiknya bebas dari kemungkinan terjangkit virus Corona yang mematikan itu? Mampukah transportasi umum patuh secara ketat terhadap protocol kesehatan? Mampukah anak-anak itu di dalam perjalan pulang pergi ke sekolah baik di dalam kendaran pribadi, di dalam transportasi umum, dan juga selama berada di sekolah menerapkan protocol kesehatan secara ketat?

Kendala Jika Belajar Langsung di Sekolah

Jika berangkat dan belajar di sekolah, maka tempat-tempat yang beresiko tinggi yang bisa menjadi akses terjangkitnya virus mematikan ini adalah sewaktu anak di dalam kendaraan pribadi atau di dalam transportasi umum, di tempat parkir, di dalam kelas, di dalam interaksi dengan kawan sekelas, meja kursi, peralatan tulis-menulis, peralatan komunikasi dan pendukung lainnya dan juga dengan guru mereka.

Tangan-tangan atau benda apa saja yang sudah terinfeksi virus, bisa menginfeksi anak-anak. Seperti jok motor atau mobil, stang motor dan stir mobil, handel pintu, kursi, meja, dinding, tiang, batang pohon, alas kaki, peralatan tulis menulis, peralatan komunikasi, peralatan makan, interaksi dengan kawan yang terkadang tanpa sadar menepuk kawan lainnya, dan juga persentuhan tangan dengan para guru.

Kendala Jika Belajar Daring dari Rumah

Namun belajar dari rumah juga bukan merupakan pilihan bagus, karena kendala utamanya adalah harga paket yang masih begitu mahal bagi kebanyakan kantong pelanggan, juga lag dan latency sinyal internetnya.

Meskipun harga langganan internet kita diklaim termurah di dunia, tetapi nyatanya kemampuan ekonomi rata-rata rakyat Indonesia masih belum manmpu menjangkau harga langganan itu secara normal, kecuali hanya di paksa-paksa saja dengan mengorbankan kebutuhan hidup lainnya yang sebenarnya juga sangat penting. Sehingga hal ini membuat anak-anak banyak yang lari ke hotspot wifi murah yang disediakan oleh kafe-kafe. Padahal hal ini justru beresiko tinggi dalam penyebaran virus corona jika pelanggannya menumpuk dan tidak menggunakan masker dan menjaga jarak.

Ada juga sekolah yang menerapkan sistem antar jemput, jadi bahan ajar itu diambil orang tua dan seminggu kemudian baru diantar lagi ke sekolah dan langsung mengambil bahan ajar berikutnya. Hal ini dengan pertimbangan tidak memerlukan pulsa internet dan lebih mudah menerapkan protocol kesehatannya. Tetapi sebenarnya bukan juga tanpa resiko, karena perjalanan pulang pergi ke sekolah itu beresiko kecelakaan di jalan dan juga memerlukan BBM.  

Sebenarnya para provider bisa berbaik hati sedikit, dengan menurunkan harga paket internet, toh selama ini mereka sudah kaya raya dan makmur hidupnya dibandingkan rakyat yang dihisap darahnya. Sudah saatnya mereka juga berbagi kebaikan dengan sesama manusia pada saat sangat dibutuhkan seperti ini. Semangat kesetia-kawanan sosial perlu dihidupkan kembagi agar kita bisa saling membantu sesama anak bangsa.

Pemerintah juga harus mengambil kebijakan terhadap persoalan harga paket internet ini, yang pertama untuk membantu rakyatnya yang sekarang untuk makan saja sudah banyak yang kesusahan, apalagi untuk membeli paket internet. Di samping itu juga untuk menunjukan bahwa pemerintah masih punya power, jangan mau selalu di dikte dan diatur oleh para pengusaha yang terkadang tidak punya hati nurani. Sejauh itu masih bisa untung biarpun sedikit, mengapa tidak?

Fakta yang Ada di Lapangan

Tapi jika kita mencermati fakta yang ada dilapangan, maka kita akan dibuat sangat terkejut. Karena hampir seluruh manusia itu sangat tidak teliti. Hanya sangat sedikit orang yang betul-betul menjaga kebersihan dirinya dan waspada tidak menyentuh sesuatu benda-benda yang beresiko mengandung virus corona disekitarnya.

Padahal kita tahu jika virus ini bisa lengket di mana saja di sekitar kita, seperti di kain baju, kursi dan meja tempat duduk, di kertas, di buku, di pensil, di ballpoint, di uang, di jok motor atau mobil, di sandal, di sepatu, di dus barang-barang, di HP, di computer, di mouse. Di keyboard, di handel pintu, organ, di speaker, di microphone, di printer, di bahan sayur, di lantai, di selimut, di bantal, di kasur, di tiang, di dinding, dan ribuan barang lainnya di sekitar kita.

Tidak setiap orang mampu berusaha maksimal untuk meminimalisir menyentuh benda-benda tersebut. Juga tidak semua orang akan langsung mencuci tangannya dengan sabun atau menyemprotnya dengan sanitiser setelah menyentuh suatu benda yang diperkirakan potensial terjangkit virus corona. Sehingga potensi terjangkit, berjangkit, dan menjangkiti itu sangat tinggi. Karena kita tidak bisa melihat di benda apa saja virus ini berada dan siap menjangkiti manusia.

Pengaruh Para Influencer dan Tokoh yang Tidak Paham

Hal ini diperparah lagi oleh para influencer di media social dan para tokoh yang tidak paham akan bahayanya virus ini, tetapi karena pengikutnya banyak, maka informasi salah yang mereka sampaikan itu akan menyebar dengan cepat dan dipercayai oleh para pengikutnya yang malas membaca berita atau memahami sesuatu keadaan disekitar mereka.

Hal ini sebenarnya bisa diantisipasi dari dua arah, yaitu yang pertama dari arah si influencer sendiri atau tokoh masyarakat itu dan yang kedua juga dari arah si pengikut.

Dari arah influencer, diharapkan janganlah menyebarkan suatu berita jika kita sama sekali kurang paham akan masalahnya, jangan hanya mengejar jumlah subscriber, hits atau uang saja tetapi informasi yang kita sebarkan itu justru membahayakan nyawa orang lain. Karena menyebarkan informasi yang salah itu adalah dosa dan tidak ada ampun bagi kita. Tidak ada satupun agama yang membenarkan perbuatan salah itu, kecuali itu atas penafsiran pribadi kita. Jangan lupa, manusia bukan Malaikat atau Tuhan yang tidak bisa bersalah, tetapi manusia itu adalah mahluk yang penuh dosa dan salah.

Dari pihak subscriber juga, janganlah kita menjadi pengikut yang begitu goblok. Tetapi perluaslah wawasan kita, sehingga kita tidak terbawa masuk jurang kesengsaraan dan dosa hanya karena terlalu patuh dan percaya mentah-mentah atau terlalu mengidolakan si influencer atau tokoh yang ternyata juga hanya manusia biasa yang bisa berbuat salah. Sudah waktunya kita menjadi manusia Indonesia yang cerdas dan berwawasan  luas.

Keputusan Ada pada Orangtua

Kami sebagai salah satu orangtua di dunia, adalah bagian orangtua di dunia ini yang sangat memperhatikan kesehatan dan keselamatan hidup anak-anak. Karena bagi kami anak itu adalah keperayaan Tuhan kepada kami, bahwa kami mampu mengurusnya dan juga mampu merawatnya secara bertanggung-jawab. Oleh sebab itu, masuk sekolah dan belajar di sekolah seperti sebelum terjadi pandemi, bagi kami adalah sesuatu yang sangat rawan. Jangankan murid-murid SD atau pelajar SMP atau siswa-siswi SLTA, bahkan para mahasiswa dan mahasiswi yang menuntut ilmu di bangku universitas pun masih kebanyakan tidak teliti dan kurang hati-hati dalam bertindak. Bahkan banyak yang lulusan S3 sampai yang sudah Profesor pun masih kurang hati-hati dan tidak teliti dalam mengantisipasi berjangkitnya virus celaka ini.

Oleh sebab itu, kami secara pribadi pribadi dan khusus terhadap anak-anak kami, terus terang saja tidak akan kami ijinkan untuk masuk sekolah sebelum pandemi ini tuntas. Karena kami lebih mengutamakan nyawa dan keselamatannya dibandingkan harus belajar di sekolah pada saat situasi masih berbahaya seperti ini.

Hal ini juga dengan mempertimbangkan fakta-fakta di jaman kehidupan modern ini, banyak orang terkenal di dunia ini yang bisa sukses dan memberikan kontribusi besar terhadap kemudahan dan kebaikan hidup bagi sesamanya manusia tanpa harus menyelesaikan pendidikan formal di bangku sekolah. Hal ini bisa kita lihat misalnya pada Albert Einstein, Alexander Fleming, Thomas Alfa Edison, Abraham Lincoln, Bill Gate, dan Steve Jobs.

Lalu solusinya bagaimana? Solusinya akan kami bimbing di rumah sendiri dengan memanfaatkan media social yang sekarang bertebaran di dalam kehidupan kita melalui akses internet yang menjadi hutan alam semesta ilmu pengetahuan yang tidak terbatas. Lalu untuk legalistas formalnya sekolahnya bagaimana? Kami akan memanfaatkan paket-paket yang sudah disiapkan oleh pemerintah seperti paket A, paket B, dan paket C.

Berkaitan dengan masalah kuliah, kami berharap pandemi ini sudah selesai ketika sudah waktunya mereka untuk kuliah. Seandainya masih pandemi ini belum tuntaspun maka kami akan memanfaatkan kuliah secara online melalui Universitas Terbuka baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar negeri.

Tetapi ini hanya pendapat kami pribadi, bagi orangtua lain itu terserah pada pilihan dan keputusan orangtua masing-masing dengan berbagai pertimbangan dan argumentasinya. Tetapi bagi kami, dengan memaksakan ataupun membiarkan anak-anak tetap masuk kelas di bangku sekolah seperti keadaan normal, maka secara tidak langsung akan membunuh mereka jika sampai terjangkit dan lalu membahayakan keselamatan jiwanya. Belum lagi efek samping yang terjadi seperti paru-paru rusak atau bisa mandul seperti banyak laporan hasil penelitian ilmiah selama ini, meskipun penderitanya telah sembuh.

Dan membunuh itu di dalam agama manapun adalah perbuatan dosa. Baik perbuatan membunuh itu sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung.

Nanga Pinoh, 24 Juli 2020

Yovinus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun