Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dalam Dunia Politik Tidak Ada Musuh atau Teman Abadi

17 Juni 2020   20:40 Diperbarui: 17 Juni 2020   21:07 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih segar dalam ingatan kita semua, betapa hingar bingarnya pemilu presiden terakhir yang kita laksanakan kemarin. Gesekan-gesekan sudah terasa sangat panas, sehingga masyarakat jadi was-was.

Dari saling klaim kemenangan, saling tuduh berbuat curang, sampai terakhir di Mahkamah Konstitusi, meskipun setelah itu masih berlanjut di media sosial selama berbulan-bulan.

Perseteruan ini sampai menghasilkan dua buah istilah yang sangat viral di Indonesia yaitu cebong dan kampret. Hal ini merupakan akumulasi dari fanatisme para pendukung kedua kubu, yaitu antara kubu pak Jokowi dan kubu pak Prabowo pada waktu itu.

Pertentangan antara kedua kubu cebong dan kampret itu begitu serunya, tidak saja terjadi di dunia nyata saja. Tetapi sampai ke komentar-komentar mereka di media online pun masih saja mereka saling sodok, saling sindir, saling serang, saling hina, dan bahkan saling ancam.

Padahal seharusnya tidaklah perlu seperti itu, karena siapapun yang menang adalah pemimpin untuk seluruh bangsa Indonesia. Bukan hanya pemimpin dari kelompok yang memilihnya saja. Bersaing itu sehat dan siapapun yang menang itu adalah keniscayaan, karena tidak mungkin semuanya menang.

Seorang pemimpin yang telah memenangkan Pemilu (baca: Presiden), adalah orang yang mengepalai negara ini dan membangun seluruh elemen bangsa ini tanpa pandang bulu.

Meskipun dalam hal memberikan jabatan tentulah dia mengutamakan para pendukungnya yang telah berjasa mengantarkannya. Tetapi menurut hemat penulis, haruslah selalu ada jatah untuk orang luar selain pendukung jika memang dia berkualitas, atau paling tidak untuk tawar-menawar politik demi keseimbangan.

Namun syukurlah, sekarang perseteruan ini sudah jauh berkurang, meskipun sisa-sisanya terkadang masih muncul juga, terutama sekali jika ada peristiwa yang punya kaitan dengan para pendukung salah satu pihak di Pemilu Presiden di masa lalu.

Pak Prabowo pun sekarang sudah bekerja sama dengan pak Jokowi. Siapa tahu ke depannya beliau bisa maju lagi sebagai kandidat Presiden, karena pak Jokowi sudah tidak bisa maju lagi karena sudah dua periode. Karena roda kehidupan terus berputar, demikian juga pemimpin bangsa, ada yang datang dan ada yang pergi.

Di dalam dunia politik, memang tidak ada permusuhan abadi ataupun teman abadi, tetapi yang abadi hanyalah kepentingan (baca: perebutan kekuasaan). Suatu saat seseorang bisa saja adalah teman, tetapi dilain waktu dia bisa saja menjadi musuh.

Begitu juga sebaliknya, saat ini dia mungkin sebagai musuh, namun di lain waktu bisa saja dia menjadi teman. Persoalan menjadi teman atau musuh itu, adalah teman kalau kepentingannya sama dan musuh kalau  kepentingannya berbeda.

Adagium yang sangat terkenal ini, adalah ucapan Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) seorang negarawan, orator, ahli hukum, dan filsuf Romawi. "Hostis aut amicus non est in aeternum; commoda sua sunt in aternum"--- lawan atau kawan itu tidak ada yang abadi; yang abadi hanyalah kepentingan," (https://id.wikipedia.org/wiki/Cicero).

Kata-kata Ciero ini sangat terkenal dan menjadi adagium internasional, yang tersebar ke seluruh dunia. Salah satunya melalui tulisan karya penyair terkenal Kahlil Gibran, sang penyair termashur kelahiran dan kebangsaan Libanon.

Kahlil Gibran adalah penyair dengan karya-karya terbaik ketiga di dunia setelah William Shakespeare dari Inggris dan Lao-Tzu dari Tiongkok (https://www.brilio.net/wow/)

Yang penting sekarang, semuanya itu harus dilakukan dengan penuh etika dan moral. Janganlah berdasarkan emosi, kebohongan, hoax, framing-framing, narasi-narasi, dan penggiringan opini melalui media massa maupun dalam pertemuan. Sehingga masyarakat menjadi bingung dan tidak tahu lagi yang mana yang benar. Karena kalau itu yang dilakukan, maka itu adalah suatu pembohongan publik.

Pelaku pembohongan public ini bersiap-siaplah menerima murka dari Yang Mahakuasa, sang empunya alam semesta ini. Karena apa yang kita tanam, maka itulah yang akan kita tuai. Jika kita menabur angin, maka pada saatnya kita akan menuai badai.

Kini semua sudah sangat adem dan jangalah di rusak lagi. Semua pihak sebaiknya mampu menahan diri, janganlah membuat gaduh. Semuanya harus instropeksi diri dan melihat ke dalam sebelum kita bicara,  kata Ebiet G Ade. 

Marilah kita memberikan kesempatan kepada bapak Presiden beserta jajarannya membangun negeri ini, terutama sekali dalam waktu dekat ini mengatasi pandemi Covid-19 agar cepat berakhir. Sehingga kehidupan bisa kembali berjalan normal, bukan hanya wacana New Normal.

Selain itu juga bagaimana bapak Presiden beserta jajarannya berupaya memperkuat posisi kita dalam menghadapi ancaman Tiongkok yang serakah dan ingin menguasai Laut Cina Selatan (baca: Laut Natuna Utara), yang salah satunya menyasar wilayah kedaulatan Republik Indonesia.

Selain upaya loby politik di tingkat internasional, negara juga perlu memperkuat lini pertahanan laut dan udara dalam keadaan ekonomi dan keuangan yang serba terbatas ini.

Salah satunya dengan cara memperkuat matra laut melalui pengadaan kapal perang dengan sistem alih teknologi, sehingga ke depannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya para putera-puteri terbaik bangsa mampu memproduksi senjata dan perlengkapan pertahanan secara massal secara cukup memadai untuk wilayah NKRI yang luas ini dengan produk made in Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun