Di tengah hiruk pembangunan, kota menua tanpa wajah,
Tangan-tangan saling menjauh, lupa eratnya genggaman yang pernah indah.
Gotong-royong hanya cerita, sekadar kata di papan pelajaran,
Di saat tetangga berteriak, kita sibuk menutup telinga dalam kesendirian.
Pembangunan dianggap tugas para penguasa,
Di bawah langit mendung, kita berdiam, berpangku rasa.
Jalan rusak, air menggenang sedang got mengaggur, sampah berserakan di sudut kota,
Namun bibir kita hanya sibuk mengutuk, menunggu tangan pemerintah menyeka.
Air tergenang di mana-mana, hujan turun bagai derita,
Namun siapa peduli? Kita lebih suka mengeluh di layar kaca.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!