Mohon tunggu...
Amelia Mentari Damayanti
Amelia Mentari Damayanti Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

لولا المرب ماعرفت ربي | Studying in UIN Walisongo Semarang | Studied in PPM Darunnajat Bumiayu | Longlast learner, part time fan-girl | Going to be someone in someday |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Garis Wajah Kecewa Lelakiku

31 Mei 2021   01:03 Diperbarui: 31 Mei 2021   01:10 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Ma'a man? (Sama siapa?)," Sahutku sambil sekuat tenaga membuka mata.

            "Ma'iy (Sama aku)," Ucapnya sambil tersenyum girang.

            Jadilah aku disini, tengah malam berjaga di asrama ketika yang lain sudah bergulat dengan guling masing-masing. Ada dua asrama untuk santri putri, dan setiap asrama dijaga oleh 3 orang dari pukul 23.00 hingga 03.00. Meskipun harus menahan kantuk di waktu tidur, namun menjadi bulish lael (sebutan untuk orang yang  berjaga malam di pondok) adalah kegiatan paling menyenangkan dan disukai oleh hampir semua pengurus, karena kami bisa mengerjakan tugas sekolah dan organisasi sampai pagi tanpa perlu izin kepada ri'ayah, memutar sendiri lagu kesukaan di studio informasi dan memanfaatkan keadaan untuk bertemu dengan sang pujaan. Namun, tidak denganku. Sebagai seorang perempuan yang dianugerahi masa puber seperti remaja pada umumnya, tentu aku sangat ingin bertemu dengan dia, lelaki yang berpapasan denganku ketika pulang ta'alum tadi, sekedar mengobrol dengan kalimat sederhana yang menyejukan. Namun agaknya, aku dan dia sama-sama memiliki rasa takut untuk menembus dinding peraturan yang sudah dijunjung begitu tinggi dan jika dilanggar, akan mendapatkan sanksi yang tak sepele.

            "Ukhti Afifah, ahadun yad'uki (Ada yang manggil tuh)," Kepala Ni'mah tiba-tiba muncul dari kegelapan yang sontak mengagetkanku.

            "Man? (Siapa)," Tanyaku tak tertarik.

            "Mang Darman," Jawabnya penuh antusias.

            "Hah? Mang Darman? Maa Yuriidu? (Mau apa dia?)," Jawabku terheran.

            "Laa a'rif (Tidak tahu)," Namun Nikmah menjawabnya dengan menyelipkan senyuman nakal. Aku tetap duduk di teras kamar dan melanjutkan hafalan Alfiyah yang tertunda tanpa berniat mencari keberadaan Mang Darman, seorang lelaki kepala empat yang merupakan orang kepercayaan pondok untuk mengurus infrastruktur dan pengairan. Tiba-tiba, ada suara berat yang memanggilku dari balik gerbang; Mang Darman.

            "Afifah.. Faah,"

            "Iya Mang," Sebelum aku berdiri, Mang Darman sudah terlebih dahulu masuk dan berada tepat di hadapaku.

            "Kamu yang kemaren nyari saya, bukan? Katanya mau minta papan tulis baru?" Tanyanya pura-pura serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun