Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia telah lama menghadapi masalah over kapasitas yang serius. Over kapasitas terjadi ketika jumlah penghuni melebihi kapasitas yang tersedia. Meskipun lapas dirancang untuk pembinaan, kenyataan di lapangan sering kali jauh dari harapan. Ketika kapasitas lapas terlampaui, berbagai masalah muncul, mulai dari kenyamanan, keselamatan, hingga kesehatan lingkungan. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, menyebutkan bahwa over kapasitas Lapas di Indonesia mencapai 89%. "Saat ini jumlah lapas rutan 531 yang telah beroperasional dengan kapasitas hunian 140.424 sementara jumlah penghuni lapas rutan saat ini sekitar 265.346 dan overcrowded sekitar 89%, Jadi ini kondisi realnya." ungkapnya dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (12/6/2024).
Kamar yang seharusnya diisi enam orang kini ditempati oleh 10 hingga 12 orang, tanpa kipas angin atau pendingin ruangan. Warga binaan terpaksa tidur berdesakan dengan narapidana lain. Situasi ini menimbulkan berbagai masalah yang serius terhadap kesehatan lingkungan dan para penghuni.
Pertama, buruknya kondisi sanitasi dan kebersihan meningkatkan resiko penyebaran penyakit menular seperti TBC dan infeksi kulit. Overcrowded juga memicu gangguan pernapasan dan memperburuk kualitas udara. Selain itu, akses terbatas terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai memperparah masalah kesehatan lingkungan, akhirnya berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental warga binaan.
Kedua, over kapasitas mengurangi kenyamanan dan keselamatan. Kepadatan yang tinggi membuat ruang hidup menjadi sempit dan tidak nyaman, sehingga sulit bagi penghuni untuk beristirahat dan menjalani aktivitas dengan baik.
Ketiga, over kapasitas menghambat fungsi utama pemasyarakatan, yaitu rehabilitasi dan reintegrasi warga binaan ke masyarakat. Akses terbatas terhadap program pembinaan mengurangi efektivitas upaya perubahan perilaku dan persiapan untuk kembali ke masyarakat, yang bertentangan dengan tujuan pemasyarakatan.
Namun pada tulisan ini hanya berfokus pada masalah kesehatan lingkungan sebagai dampak overcrowded yang memicu berbagai masalah kesehatan lingkungan. Meskipun warga binaan telah terbukti bersalah, mereka tetap memiliki hak-hak dasar yang harus dihargai dan dilindungi oleh negara. Ini menjadi tantangan besar dalam implementasi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Kesehatan Lingkungan di Lembaga Pemasyarakatan: Ancaman dari Over kapasitas
Kesehatan lingkungan mencakup semua faktor eksternal yang memengaruhi kesehatan manusia, penting untuk kehidupan, fisik, mental, dan kesejahteraan umum. Mengapa kesehatan lingkungan penting? Lingkungan sehat dapat mengurangi risiko penyakit kronis, dengan kualitas udara, air, dan tanah yang baik membantu mencegah penyakit tersebut. Selain itu, lingkungan yang nyaman dan seimbang mengurangi stres, kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur, serta menurunkan risiko insomnia. Kesehatan lingkungan juga meningkatkan kualitas hidup, produktivitas, dan mengurangi biaya kesehatan, serta mencegah bencana alam akibat pencemaran lingkungan.
Dalam konteks lapas/rutan, kesehatan lingkungan sangat penting karena langsung memengaruhi kesejahteraan para penghuni. Overcrowded membuat penghuni sulit beristirahat dan beraktivitas dengan baik, sehingga mengganggu hak-hak mereka dan menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
Ventilasi dan Kualitas Udara
Ventilasi yang baik berdasarkan elemen dasar kesehatan lingkungan. Ruangan yang dirancang untuk enam orang diisi oleh 8-12 orang membuat sirkulasi udara sangat terbatas, meningkatkan suhu dan menurunkan kualitas udara. Kondisi ini dapat memicu risiko penyakit pernapasan seperti TBC dan infeksi saluran pernapasan. Kelembapan tinggi juga memicu pertumbuhan jamur yang bisa memicu asma dan alergi.
Sanitasi dan Penyebaran Penyakit
Sanitasi merupakan aspek penting dalam kesehatan lingkungan. Over kapasitas membuat fasilitas sanitasi seperti toilet dan kamar mandi tidak memadai. Kebersihan yang buruk, penumpukan limbah, dan kontaminasi air memicu penyebaran penyakit menular seperti diare, tifus, kolera, dan infeksi kulit. Akses terbatas terhadap fasilitas sanitasi dan air bersih membuat penyakit menular mudah menyebar.
Manajemen Limbah dan Kontaminasi Lingkungan
Limbah padat dan cair yang dihasilkan penghuni harus dikelola dengan baik untuk mencegah kontaminasi lingkungan di lapas dan sekitarnya. Sayangnya, banyak lapas yang over kapasitas tidak mampu mengelola limbah dengan baik. Limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari tanah dan air, menyebabkan penyebaran patogen dan bahan kimia berbahaya yang membahayakan kesehatan penghuni dan petugas lapas.
Dampak Psikologis dan Kesehatan Mental
Lingkungan fisik yang buruk, seperti kepadatan berlebihan atau kurangnya fasilitas, tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik  tetapi juga kesehatan mental. Ketidaknyamanan, kurangnya privasi, dan konflik antar penghuni dalam kondisi penuh sesak memicu stres, kecemasan, dan depresi. Kondisi mental yang tidak ditangani dapat memperburuk kesehatan fisik dan menciptakan siklus masalah kesehatan yang berkelanjutan.
Kaitan dengan Undang-Undang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan yang sehat sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Pasal 162 menekankan bahwa upaya Kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat Kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, penting untuk menjaga standar kesehatan di tempat umum, termasuk lapas. Namun, kondisi over kapasitas di banyak lapas Indonesia jelas melanggar prinsip ini.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan lapas menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi penghuninya. Ketidakmampuan menyediakan udara bersih, sanitasi memadai, dan manajemen limbah yang baik merupakan pelanggaran terhadap hak-hak kesehatan yang dijamin oleh undang-undang. Kurangnya upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang serius dalam perlindungan kesehatan para narapidana.
Kaitan dengan Undang-Undang Pemasyarakatan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan menekankan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam sistem pemasyarakatan. Pasal 12 menyatakan bahwa narapidana berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan fasilitas yang mendukung Kesehatan dan kesejahteraan mereka. Namun, kondisi over kapasitas menunjukkan kesenjangan besar antara tujuan undang-undang dan realitas di lapangan. Penyediaan fasilitas kesehatan dan sanitasi menjadi sulit dicapai dalam kondisi sesak, padahal undang-undang ini mengatur agar narapidana menerima perawatan yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka.Pemerintah harus berkomitmen untuk menegakkan standar kesehatan yang diatur dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Pemasyarakatan.
Langkah Reformasi dan Implementasi Hukum:
- Pengurangan Kepadatan Lapas : Solusi utama adalah mengurangi jumlah penghuni melalui program seperti pembebasan bersyarat, pengalihan hukuman kasus ringan, dan peningkatan kapasitas lapas.
- Peningkatan Fasilitas Sanitasi dan Kesehatan : Diperlukan investasi dalam infrastruktur sanitasi dan kesehatan, termasuk penambahan fasilitas toilet, akses air bersih, dan perbaikan ventilasi untuk meningkatkan kualitas udara.
- Manajemen Limbah yang Efektif : Pemerintah harus mengembangkan sistem manajemen limbah yang lebih baik, termasuk pengelolaan limbah cair dan padat yang sesuai dengan jumlah penghuni.
- Pengembangan Program Kesehatan Mental : Program rehabilitasi kesehatan mental harus diperkuat, termasuk pelatihan petugas lapas untuk mengenali gangguan mental dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI