Mohon tunggu...
Mentari ELart
Mentari ELart Mohon Tunggu... Administrasi - ..perempuan Indonesia

tinggal dan bekerja di Jerman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bangga Menjadi WNI Walaupun Mengalami Diskriminasi

15 Agustus 2014   15:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:29 1869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408083030861860710

[caption id="attachment_353035" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi: Bangga jadi orang Indonesia/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

HUT RI ke-69 tinggal beberapa hari lagi dan saat ini saya ingin mengatakan bahwa saya bangga menjadi WNI walaupun mengalami diskriminasi. Diskriminasi yang saya alami minimal ada 2:

Diskriminasi pertama, saya tidak boleh mendonorkan darah di Jerman.

Soal cita-cita mulia ingin mendonorkan darah ini ada latar belakangnya:  ceritanya ketika masa kuliah, keluarga teman baik saya mengalami demam berdarah, tidak tanggung-tanggung  5 orang sekaligus masuk rumah sakit semua, hanya teman saya itu yang tidak ikutan sakit.

Singkat cerita, keluarga teman saya butuh darah dan teman saya menanyakan kepada kami siapa yang bisa mendonorkan darah buat keluarganya. Kasihan sekali saya mendengarnya, beberapa teman akhirnya mendonorkan darahnya, tapi saya tidak, karena waktu itu berat badan saya belum memenuhi syarat minimal. Tapi sejak saat itu saya berjanji dalam hati, bahwa suatu saat saya harus mendonorkan darah saya. Syarat donor darah di PMI bisa dibaca di sini.

Resolusi donor darah itu terus terngiang-ngiang hingga akhirnya saya lulus, bekerja, dan berat badan mulai bertambah. Dengan penuh semangat, tanpa angin tanpa hujan,  saya pergi sendirian ke PMI Pusat Jakarta lalu berkata pada petugasnya bahwa saya ingin mendonorkan darah. Ditimbang berat badan sudah ok. Kemudian darah saya diambil sampelnya, hasilnya: saya ditolak. Dengan alasan Haemoglobin (Hb) nya terlalu rendah.

Tertolak itu rasanya sakit sekali ya... (kalau kata ABG sekarang: Sakitnya tuh, di sinih....)

Beberapa tahun kemudian, setelah rasa tertolak itu hilang dan Hb saya memenuhi syarat, akhirnya saya bisa juga mendonorkan darah di PMI. Horeee.. Lega rasanya. Nah ceritanya sejak beberapa tahun lalu saya tinggal di Jerman, dan cita-cita untuk tetap menjadi pendonor darah tetap ada dalam diri saya.

Lalu ketika ada jadwal donor darah di dekat tempat tinggal saya, maka saya pun datang untuk mendonorkan darah. Setelah mengisi biodata dan lembaran kuesioner berisi check list kesehatan,  saya pun ke ruangan dokter untuk diperiksa darahnya. Sebelum memeriksa darah, dokter membaca biodata dan check list kesehatan saya. Hasilnya: saya ditolak.

Belum juga diperiksa. Hanya dilihat biodata saja. Saya ditolak dengan alasan: karena saya lahir di Indonesia. Hiks...hiks... sedih rasanya.

Dokternya dengan ramah dan lemah lembut menjelaskan:  Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lain termasuk Afrika, dianggap negara-negara Epidemi Malaria.

Saya bilang sama dokternya: „Tapi saya sehat dokter. Saya tidak pernah sakit malaria. Seumur hidup saya belum pernah sakit berat atau masuk rumah sakit. Kalaupun sakit hanya sekedar sakit kepala yang kalau dibawa tidur juga hilang. Bahkan saya pernah mendonorkan darah juga di Jakarta."

Lalu sambil tersenyum dokternya berkata: "Itu kan di Indonesia. Standard kesehatan di Jerman beda dengan standard kesehatan di Indonesia".

Sakit betul hati saya saat itu. Padahal belum juga diperiksa, hanya dilihat biodata saja, saya sudah ditolak cuma karena saya lahir di Indonesia. Dan Indonesia dianggap negara epidemie malaria.

Karena saya orangnya gigih, tidak pantang menyerah, sekaligus tidak tahu malu, maka setelah rasa sakit hati itu hilang, saya kembali berencana mendonorkan darah. Kali ini di kota lain, hehehe.

Setelah memperlihatkan kartu identitas akhirnya keluar hasil: Taraa.... saya tidak boleh mendonorkan darah.

Saya sudah mencoba di berbagai kota, hasilnya tetap sama: Saya tidak boleh mendonorkan darah. Ternyata nama saya sudah diblokir di DRK Hessen dan Baden Württemberg, jadi mau dimanapun saya mencoba mendonorkan darah, hasilnya tetap ditolak.

Saya juga sempat diperlihatkan buku pegangan mereka, dalam buku itu memang tercetak peta Indonesia, dan negara Indonesia termasuk dalam daftar negara-negara epidemi malaria (versi buku mereka). Kata mereka, sebenarnya buku itu rahasia, tidak boleh diperlihatkan pada orang lain, tapi karena mereka kasihan sama saya, makanya saya dikasih lihat. Biar tidak penasaran.

Di tempat percobaan terakhir saya juga sempat tanya ke dokternya: "Jadi, saya seumur hidup tidak boleh donor darah di Jerman nih dok?"

"Tidak boleh"

"Walaupun saya sehat?"

"Walaupun Anda sehat"

"Lalu bagaimana caranya supaya niat baik saya ingin mendonorkan darah untuk orang lain bisa terwujudkan dok?"

"Caranya cuma satu: melalui anak Anda. Jadi jika suatu saat Anda punya anak, usianya cukup, dan memenuhi semua persyaratan, anak Anda boleh mendonorkan darahnya. Tapi dengan syarat: dia harus lahir di Jerman"

"Kalau lahirnya di Indonesia?"

"Ya, tidak bisa donor darah"

Ok, baiklah. Demikian perjuangan saya untuk mendonorkan darah di Jerman saya selesaikan, dan mungkin akan diteruskan oleh anak saya kelak. Itu pun kalau dia lahir di jerman, dan kalau dia nya mau.

Diskriminasi kedua: Sulitnya memperoleh visa untuk WNI.

Sudah bukan rahasia lagi jika pemilik paspor hijau (tidak perduli tinggal di mana atau menikah dengan siapa) masih dianggap remeh dan "dipersulit" untuk memperoleh visa, misalnya ke USA atau GB.

Dipersulit maksud saya di sini, bukannya dimacem-macemin loh. Tidak. Cuma dibikin ribet aja waktu aplikasi visanya (dibanding suami saya yang bisa memperoleh VOA). Mungkin ada juga yang berpendapat lain tetang visa ini, karena punya pengalaman yang berbeda,  tidak apa-apa juga sih.

Nah, walaupun ada diskriminasi-diskriminasi seperti itu, saya tetap bangga menjadi WNI loh. Apa buktinya:

1). Saya ikut pemilu.

2). Makanan kesukaan saya tetap nasi dan tempe, tidak berubah menjadi roti dan keju.

3). Setiap hari saya pasti baca berita tentang Indonesia, misalnya melalui kompas dan kompasiana, hehehe.

4). 17 Agustusan nanti saya akan ikut upacara di KJRI. (Mungkin ada yang bilang, yah, upacara doang. Jangan salah, banyak loh temen-temen lain  yang bahkan menempuh jarak ratusan kilometer hanya untuk ikut upacara ini)

5). Tetap memilih paspor hijau. Walaupun ada kesempatan untuk berganti warna paspor. (Khusus untuk nomor 5, saya dan teman-teman mix-marriage lain memutuskan akan tetap menjadi WNI, kecuali ada pilihan Dwi-Kewarganegaraan.)

Salam,

Mentari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun