Mohon tunggu...
Sri murni
Sri murni Mohon Tunggu... karyawan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Pernikahan Dini: "Kebahagiaan Sesaat, Sengsara Sepanjang Masa"

17 Agustus 2016   18:13 Diperbarui: 17 Agustus 2016   20:02 2654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas bagaimana rumah tangga di usia belia?

Secara umum bisa saya katakana “Bahagia Sesaat, Sengsara Sepanjang Masa”.

Mengapa saya katakana “Bahagia Sesaat”? Karena memang kebahagiaan kedua pasangan suami-istri muda itu hanya hitungan hari. Tepatnya beberapa hari setelah pernikahan.

Mayoritas para pasangan muda belum memiliki kesiapan finansial apapun, bahkan diantara mereka masih berstatus pelajar sebelum menikah. Alhasil, pasca-menikah mereka harus tinggal di rumah orang tua

Yang namanya tinggal di rumah orang tua pasca-menikah, konflik rumah tangga akan lebih terbuka. Ditambah lagi jika mendapati mertua atau keluarga suami/istri yang suka ikut campur urusan rumah tangga si anak. Hasilnya adalah pertengkaran….pertengkaran….dan pertengkaran.

Selain pertengkaran, si suami muda diharuskan untuk bekerja guna menyukupi biaya hidup rumah tangganya. Masa mudahnya terpaksa dihabiskan untuk bekerja sebagai tukang rasol (pedagang keliling barang-barang elektronik, barang pecah beli, atau barang lainnya), pekerja bangunan, buruh balok (bekerja di pabrik kayu olahan), atau pedagang keliling makanan ringan. Sejumlah pekerjaan yang saya sebutkan ini memang pekerjaan yang paling umum digeluti warga di sana.

Sementara si istri belia, harus tinggal di rumah menanti kelahiran janin yang sedang di kandungnya.

Tantangan rumah tangga mereka tidak sampai di sana. Saat sang jabang bayi lahir (rata-rata proses persalinan berjalan sangat baik dan jarang ditemukan ibu maupun bayi meninggal karena persalinan), tentu saja kebutuhan rumah tangga akan semakin besar.

Sampai sini, beban ayah muda semakin berat untuk mencari nafkah. Tidak jarang, meski sudah bekerja maksimal tapi penghasilan sangat pas-pasan. Buruh bangunan, misalnya satu pekan penghasilannya sekitar Rp 500 ribu. Itu juga jika proyek yang dikerjakan berlajan lancar.

Uang sebesar itu biasanya separuhnya akan habis untuk rokok dan kopi si ayah muda. Sedangkan untuk istri dan anaknya hanya setengahnya lagi.

Apa yang terjadi kemudian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun