Mohon tunggu...
Sri murni
Sri murni Mohon Tunggu... karyawan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Pernikahan Dini: "Kebahagiaan Sesaat, Sengsara Sepanjang Masa"

17 Agustus 2016   18:13 Diperbarui: 17 Agustus 2016   20:02 2654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tulisan ini saya memaparkan fenomena menikah muda yang sedang marak terjadi di lingkungan kampung halaman saya, Desa Brohol, Kelurahan Karya Jaya, Kecamatan Rambutan, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Cerita ini bisa dijadikan satu contoh ‘kehancuran’ generasi akibat tidak punya kesiapan finansial dan mental tapi berani menikah karena tidak bisa mengendalikan keinginan seksualnya.

Kampung saya,  kampung yang tidak begitu besar baik secara ukuran geografi maupun demografi. Letaknya juga tidak begitu jauh dari Pusat Kota Tebing Tinggi, hanya sekitar 15 menit naik motor atau mobil. Fasilitas umum  sudah modern, jalan beraspal, listrik terang benderang, siaran televisi lengkap, sinyal ponsel penuh, dan internet lancar,

Dari catatan kantor kelurahan, jumlah pendudukannya sekitar 1000-an orang.

Pacaran, ‘Kecelakaan’, Menikah, Bertengkar, dan Cerai

Selama dua dekade terakhir, saya melihat sebuah fenomena perilaku sosial yang cukup miris. Remaja-remaja usia sekolah, baik lelaki maupun perempuan, banyak yang putus sekolah karena terpaksa menikah di usia muda.

Pernikahan yang terjadi tidak lain karena sang remaja putri sudah hamil duluan. Rata-rata pernikahan itu terjadi antar remaja yang usianya sebaya. Rata-rata juga mereka pacaran sebelum menikah.

Meskipun mempelai wanitanya sudah berbadan dua, pernikahan biasanya digelar cukup meriah dengan pesta yang mengundang ratusan bahkan ribuan orang plus hiburan berupa orgen tunggal atau yang popular di sana dengan sebutan “keyboard”.

Saking banyaknya pernikahan karena ‘kecelakaan’, warga di sana memandangnya sudah menjadi sesuatu yang wajar. ‘Wanita hamil sebelum menikah’ dianggap sesuatu yang biasa saja bukan lagi suatu hal yang memalukan.

Alhasil, saat orangtua mendapati anak perempuan mereka yang masih muda sudah hamil duluan, satu-satunya tindakan yang lazim dilakukan adalah menikahkannya dengan orang yang menghamilinya.

“Mau apalagi, sudah begitu jalan hidupnya,”itulah komentar paling sederhana yang paling sering saya dengar dari para orang tua yang mendapati anak mereka terpaksa menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun