Mohon tunggu...
Hasim Adnan
Hasim Adnan Mohon Tunggu... -

Penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Susi, Ahok, Muncullah Luluk

16 April 2016   14:59 Diperbarui: 16 April 2016   15:10 3042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Susi, Ahok dan Luluk, wikipedia.or.id, rmol.co, sindonewstv.com"][/caption]Oleh Hasim Adnan

Dua hari paska munculnya berita mengenai kesepakatan yang terjadi antara Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti untuk menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta, hashtag #SusiBatalkanReklamasiAhok sempat menjadi tranding topic pada linimassa twitter selama kurang lebih 4 jam pertanggal 15/4.

Tentu saja bagi Ahok Haters kemunculan hashtag #SusiBatalkanReklamasiAhok dinilai sebagai amunisi baru untuk menyerang Ahok dengan memanfaatkan figur Susi Pudjiastuti. Tujuannya jelas membenturkan atau memperhadapkan di antara keduanya. Dari strategi ini, diharapkan semakin menandaskan Ahok sebagai representasi para pengusaha kelas kakap yang itu dikuasai oleh etnis tertentu di satu pihak dengan Susi Pudjiastuti sebagai representasi kaum marjinal, dalam konteks ini para nelayan terdampak dari proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Sementara bagi Ahok Lovers, langkah Susi Pudjiastuti dinilai sebagai sesuatu yang salah karena pembatalan reklamasi Teluk Jakarta tidak bisa dibatalkan atau dihentikan hanya karena telah terjadinya kesepakatan antara KKP dengan Komisi IV DPR RI. Alasan yuridis yang mendasarinya adalah karena Reklamasi Teluk Jakarta berpedoman pada Keputusan Presiden No 52/1995. Selama Keppres tersebut belum dicabut, selama itu pula pembangunan Teluk Jakarta mendapatkan legitimasinya.

Tentu saja jika skenario membenturkan Susi dengan Ahok berjalan mulus, maka yang akan mengais keuntungan dari perseteruan keduanya adalah segelintir elite yang menahbiskan kekuataan oligarkinya di Indonesia yang kita cintai selama ini. Saya secara pribadi melihat keputusan Ahok untuk mengeluarkan (tepatnya memperpanjang) izin pembangunan kawasan Teluk Jakarta bagian dari kompromi terhadap posisi Pemda DKI yang sudah kalah sejak awal vis a vis para pengembang kelas kakap.

Munculnya angka 15% sebagai kewajiban yang harus dipenuhi para pengembang dalam draft Raperda DKI terkait Reklamasi yang oleh Ahok dijadikan bargaining position itu adalah bagian dari upayanya agar Pemda DKI tidak kalah-kalah amat dihadapan para pengembang. Sayangnya, persis pada poin inilah terjadi praktik jual beli pasal yang kemudian menyeret Sanusi CS masuk dalam OTT. Dan bila Raperda DKI terkait Reklamasi itu kemudian tidak jadi Perda, maka sudah bisa dipastikan, Perda yang lama masih akan berlaku, dengan beban kewajiban yang dipikul para pengembang tetap di angka 5%.

Semula kemunculan hashtag #SusiBatalkanReklamasiAhok dan sempat jadi trending topic memberi angin segar bagi para Ahok Haters. Namun tampaknya, skenario untuk membenturkan keduanya tak berjalan mulus. Pasalnya tak berapa lama Susi Pudjiastuti memberikan klarifikasi sekaligus menegaskan bahwa posisinya sepihak dengan Ahok terkait reklamasi. Lalu kira-kira skenario apa yang akan kemudian muncul dalam sinetron Pilkada DKI dalam waktu dekat?

Menarik untuk disimak ketika nama-nama yang selama ini muncul sebagai calon kandidat penangtang Ahok mulai mendaftarkan dirinya masing-masing pada Parpol yang sejak sepekan ini telah membuka pendaftaran bagi bakal Cagub dan Cawagub DKI. Dan seperti yang sudah bisa diduga sebelumnya, nama-nama yang muncul ke permukaan pun masih yang itu-itu juga. Kecuali satu nama lain yang kemudian mulai muncul ke permukaan.

Bukan Lulung Tapi Luluk

Siapakah dia? Mba Luluk, demikian biasa disapa. Dan harap dicatat dalam memori, namanya Luluk, bukang Lulung. Jenis kelaminnya perempuan, seorang aktivis sosial dan juga kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kemunculannya bermula dari tag teman di akun Facebook penulis. Bagi penulis sendiri, sosok Luluk Nurhamidah tidak asing, secara dia senior penulis di dunia pergerakan. Meski demikian, tak ada salahnya penulis mengutip release pencalonan dirinya seperti yang dikutip beberapa media.

"Saya Luluk Nur Hamidah maju sebagai bakal calon gubernur, dengan niat baik mengubah kondisi Jakarta agar menjadi lebih baik lagi di masa mendatang," ujar Luluk dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/6/2016).

"Perempuan harus dilibatkan dalam pembangunan di Jakarta. Perempuan masih menjadi kelompok marjinal di Jakarta. Pendekatan yang dilakukan perempuan lebih ramah," lanjut Luluk.

Luluk juga menyodorkan beberapa solusi buat mengurai masalah di Jakarta, khususnya yang melibatkan perempuan dan anak. Caranya adalah mengintegrasikan sistem tranportasi yang memudahkan perempuan dan anak.

"Dengan tekad yang kuat, pikiran dan tenaga saya siap membenahi Jakarta yang jauh lebih baik,"

Menurut perempuan yang juga aktif sebagai Sekjen DPP Perempuan Bangsa ini mengatakan, bahwa masaih banyak persoalan yang harus dibenahi di Ibu Kota. Mulai dari masalah kemiskinan, infrastruktur, hingga persoalan perempuan dan anak. Karena dalam penilaiannya Jakarta belum berpihak pada perempuan dan anak.

Nah,kemunculan Luluk bagi penulis menarik untuk dicermati, bukan karena dia sebagai senior penulis di dunia pergerakan. Tapi juga lebih dikarenakan langkahnya yang tidak menohok Ahok secara langsung seperti yang selama ini dilakukan oleh nama-nama kandidat lainnya. Seperti yang pernah penulis bahas pada ulasan sebelumnya yang menganalogikan Ahok seperti tokoh Prabu Arimba dalam cerita pewayangan yang memiliki kesaktian menyedot tenaga lawan dengan cepat. (lihat selengkapnya).

Selain itu, kemunculan Luluk menandai langkah maju dari Parpol yang digawangi Cak Imin ini dalam memunculkan figur dalam kontestasi politik elektoral. Sebagaimana umum diketahui bahwa selama ini, PKB pernah dua kali menggunakan figur artis untuk ditawarkan ke publik. Pertama Bang Haji Roma Irama dalam konteks Pileg pada tahun 2014, dan kemudian yang kedua adalah Ahmad Dhani dalam Pilkada DKI pada tahun 2017. Terlepas dari cibiran sebagian publik yang tidak setuju dengan langkah yang diambil PKB dalam strategi taktis politiknya, tapi fakta membuktikan bahwa PKB selalu menjadi buah bibir di tengah gempuran Parpol yang menguasai media massa untuk menaikkan elektabilitasnya.

Dan ketika PKB mulai memunculkan figur dari kader internalnya melalui Luluk—yang mungkin akan banyak dipandang sebelah mata bahkan bisa jadi bahan tertawaan oleh banyak kalangan—adalah sesuatu langkah maju, berani dan sekaligus briliyan di tengah dua arus kekuatan antara Ahok lovers dan Ahok haters. Tapi perlu diingat, dunia politik itu sangat dinamis. Terlebih perjalanan menuju pilkada DKI pada tahun 2017 nanti masih cukup panjang, kita akan lihat seperti apa dan bagaimana dinamika yang akan berkembang kemudian.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun