Berhadapan dengan situasi ini, Ratmi mencoba mengkomunikasikannya dengan Badra. Namun, jawabannya seadanya. Singkat. Intinya, sedang banyak pekerjaan. Ketika dia coba lagi menggali akar persoalannya, Badra mulai memainkan nada tinggi dalam memberikan jawaban. Hal yang tidak biasa dilakukan oleh Badra. Pertanyaan pun mulai bermunculan di benak Ratmi.
Semakin Ratmi memaklumi, namun semakin kikis pula identitas Badra yang dulu. Bahkan Mirnada juga mulai merasakan cinta yang dimiliki Badra terhadap istri dan anak-anak mulai menghambar. Tidak ada lagi romantisme yang dulu pernah mewarnai hidup mereka.
Tanpa disadari, banyaknya pikiran yang ada di otak Ratmi mulai terbaca oleh orang-orang di sekitarnya. Keceriaan Ratmi mulai berkurang. Itu yang dilihat oleh teman-teman di sekolah, tempatnya bekerja. Saat mereka menanyakan apa yang terjadi, Ratmi sendiri tak bisa menjelaskannya. Dia memegang prinsip, persoalan yang dihadapi ini tak perlu diketahui orang lain.
Bahtera Menghantam karang
Lebih dari dua bulan, belum ada perubahan berarti dalam diri Badra. Bahkan sikapnya makin aneh. Emosinya menjadi mudah terpancing oleh karena hal yang sederhana. Padahal sebelumnya sangat  sulit sekali memancingnya untuk sekadar marah. Bahkan terhadap anak-anak pun Badra mulai tidak sungkan untuk membentak dan memukul. Ini hal yang paling tidak disukai Ratmi.
Berbagai cara komunikasi telah dicoba untuk sekadar mengungkap akar persoalan yang makin berlarut-larut ini. Namun yang ditemukan Ratmi selalu jalan buntu. Badra menjadi sangat tertutup dan mudah marah
Kesabaran Mirnada pun mulai menipis. Hingga suatu hari terjadi perdebatan yang cukup sengit. Ini pertama kalinya mereka bertengkar hebat. Ratmi pun mulai merasa gerah dengan situasi di rumah. Ingin rasanya menepikan diri sejenak untuk menjernihkan pikiran. Namun ada alasan kuat yang membatalkan keinginan itu. Ya, dia tidak tega meninggalkan buah hatinya meski sebentar.
Meski demikian, Ratmi mencoba untuk tetap menutupi apa yang dirasakan dan dialaminya di rumah ketika berada di sekolah. Keceriaan dan kegembiraan berhadapan dengan murid-murid saat di kelas pun tidak dia hilangkan. Walau sebenarnya hati sedang risau.
Entah dari mana sumbernya, di sekolah berhembus kabar, adanya aktifis kepemudaan yang tersangkut persoalan dengan seorang mahasiswi. Bahkan mahasiswi tersebut hamil. Mendengar cerita itu, meski belum jelas orang yang dimaksud, batin Ratmi merasakan sesuatu. Pikiran-pikiran aneh berlari-lari di otaknya.
"Mudah-mudahan bukan Badra." Itu saja permintaannya.
Entah mengapa kabar tersebut terus mengusik batinnya. Ratmi berdoa memohon agar keutuhan keluarga dapat terjaga. Ratmi percaya akan kesetiaan Badra. Dia bukan tipe yang perlu dicurigai atau dikuatirkan akan selingkuh.