Mohon tunggu...
mely santoso
mely santoso Mohon Tunggu... -

keluar dari sudut kosong yang tak membawamu kemanapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesian Greatest Challenge: Melihat Tantangan Indonesia dan Menyiapkan Bangsa Menghadapi Perubahan

29 Juni 2017   13:30 Diperbarui: 29 Juni 2017   13:35 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda boleh setuju atau tidak tentang alasan "kenapa kita harus siap mengahadapi perubahan" yang saya ajukan, atau bahkan boleh juga mengajukan alasan lain. Kesiapan kita menentukan keberhasilan dari langkah yang kita ambil. Setidaknya seperti itu.  Uber adalah contoh pembawa perubahan. Perusahaan asal Amerika yang bergerak di bidang transportasi dan food deliveringini secara tidak langsung telah memperlihatkan bahwa sebagian manusia telah siap menghadapi perubahan dan sebagian lagi tidak siap.

 Lawan-lawan bisnis Uber di beberapa negara sepertinya tidak memprediksikan akan datangnya Taxy yang tidak terlihat di antara mereka, taxy yang melebur diantara mobil-mobil pribadi lainnnya, mereka (perusahaan saingan Uber tersebut) seperti sudah nyaman dengan diri mereka sendiri. Dan ketika Uber datang tanpa terlihat, mereka lantas terkejut lalu seakan tidak menerimanya. 

Di Indonesia sendiri, fenomena maraknya demo terhadap go-jek merupakan contohnya. Tidak terpikirkan sebelumnya bagaimana seorang driverojek mau menjemput, mengantar makanan, membersihkan rumah, atau bahkan membelikan pulsa hanya dengan sentuhan jari pada telepon pintar. Pemesan hanya tinggal leyeh-leyehsaja di tempat.  

Sebagian besar masyarakat, terutama yang telah berprofesi sebagai driverangkutan umum atau pangkalan ojek yang tidak siap dengan perubahan ini akan banyak merasa dirugikan, penghasilan mereka menurun, sepi pelanggan dan lain sebagainya sedang mereka tidak bisa beralih dari pekerjaan mereka karena harus membiayai anak istri dan untuk makan sehari-hari (paradoks tentang manakah yang harus kita bela apakah keberadaan go-jek atau pangkalan ojek, akan kita bahas pada tulisan lain).

Coba bayangkan, perusahaan transportasi tanpa memiliki taxy, perusahaan pangkalan ojek tanpa memiliki sepeda motor sendiri. Sampai paragraf ini saya sendiri kepikiran untuk mendirikan perusahaan catering tanpa memilki warung atau memilik keahlian memasak, pesankan saja masakan pada orang lain atau pada warung langganan kita, kita tinggal terima telepon, antar pesanan, terima uang, bagi jatah pada pemasak, ambil jatah kita, jika modal sudah lumayan terkumpul baru dirikan kantor utama. Garis besarnya, hal pertama yang harus kita siapkan untuk menghadapi perubahan dan dapat menyesuaikan diri dalam perubahan adalah kesiapan diri sendiri. Tanpa itu, kita tidak akan bertahan lama.

Hal penting kedua yang harus diusahakan sebagai langkah menghadapi perubahan dan tantangan bangsa adalah menjaga nilai-nilai luhur bangsa dengan mengusahakan masyarakat Indonesia memiliki nilai-nilai religiusitas (dalam hal ini Islam) yang baik. Untuk apa? Coba bayangkan jika seluruh masyarakat Indonesia sudah terkontaminasi budaya asing, budaya memakai hot pants bagi perempuan, tidak lagi bersopan santun ketika bertemu sesama, saling melontarkan kata-kata kotor yang katanya terlihat keren, dan hilangnya tradisi tarian daerah, maka nilai religiusitaslah yang mampu menangani luntrunya itu. Dan beruntungnya, nilai-nilai religiusitas kebanyakan bangsa Indonesia bersandingan dengan nilai-nilai budaya yang dianut. 

Sebagai contoh budaya beturur kata dengan sopan santun adalah budaya bertutur bagi mayoritas masyatakat Jawa yang juga merupakan salah satu ajaran dalam nilai-nilai Islam. Dan masih banyak nilai budaya lokal yang berkesinambungan dengan nilai religiusitas Muslim. Dengan demikian, budaya ini bisa saling menguatkan satu sama lain agar dapat terus terjaga keutuhan nilai-nilai religiusitas maupun nilai-nilai budaya pribumi sendiri. Inilah yang saya sebut sebagai menjaga yang lama.

Selanjutnya, hal yang tidak kalah pentingnya dan sangat bersinggungan dengan keilmuan psikologi adalah meningkatkan kebutuhan berprestasi (need of achievement) pada masyarakat, terutama pemuda Indonesia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan militansi bangsa untuk menghadapi perubahan dan  tantangan. David McClelland (1961, dalam Sumitra, 2015) yang meniliti mengapa suatu bangsa lebih maju dari bangsa yang lainnya, menemukan bahwa kunci dari keberhasilan bangsa-bangsa yang maju adalah adanya kebutuhan untuk berprestasi pada masyarakat di suatu bangsa. 

Pada dasarnya, McClelland menemukan bahwa orang-orang yang motif berprestasinya tinggi akan memikirkan untuk melakukan sesuatu lebih baik dari orang lain dengan hasil capaian yang diusahakan untuk melebihi ukuran yang ditetapkannya sendiri. Sedangkan dalam tingkah laku sehari-harinya ia akan mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya sendiri, berupaya mencari umpan-balik tentang apa yang sudah dilakukannya, memilih resiko yang menantang tetapi masih realistik dan berupaya untuk melakukan sesuatu dengan cara-cara yang kreatif.

 Mengingat bahwa motivasi berprestasi ini dapat ditingkatkan, maka harapnnya baik dari sisi fasilitator maupun diri sendiri, adalah agar menyediakan lapangan yang luas bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan kaum Muda khususnya untuk menantang mereka memiliki prestasi-prestasi yang baik di berbagai bidang, salah satunya dengan mengadakan kompetisi-kompetisi secara sehat. Kompetisi yang sehat tersebut bertujuan meningkatkan rasa persaingan yang sehat dan memicu munculnya motivasi untuk berprestasi pada berbagai bidang. Dengan peningkatan need of achievement, diharapkan mampu membawa masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan hal-hal baru sehingga menganggap hal baru tersebut sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi, bukan sebagai ancaman yang harus dihindari.

Akhirnya, semua yang anda baca di atas tidak akan berarti apa-apa jika anda hanya berdiam diri. Selamanya anda akan berada pada sisi ketakutan anda tentang "akan jadi apa saya kelak" jika anda tidak mengusahakan sesuatu dari sekarang. Anda mungkin paham konsep tentang motivasi berprestasi yang telah kita bahas, namun apakah anda mampu menantang diri anda untuk berprestasi? Menantang diri anda belajar sesuatu hal baru? Memaksa diri anda menghasilkan suatu karya? Jika kita tidak bisa menerapkan apa yang kita pahami (pemahaman tentang motivasi berprestasi), mungkin itulah yang disebut sebagai "teori tidak seajalan dengan praktik".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun